59. Matahari Dan Bulan

79 14 18
                                    

"Sewajarnya, secukupnya, semampunya"
-Daffa-



✨Happy Reading✨


"Kita selesaikan masalah ini bareng ya, gue udah tau kebenarannya."

"Boleh, tapi hapus dulu air mata lo. Gue benci tangisan," ujar Daffa.

"Iya-iyaa," Alia segera menghapus air matanya lalu tersenyum kembali. Sudah beberapa kali ia tersenyum kepada Daffa.

"Kita bicara di cafe yaa, jangan disini. Nanti penunggunya ikut ngerespon lagi," ajak Daffa.

Alia terkekeh pelan. "Iya nih, mau hujan juga."

"Beruntung gue bawanya mobil, kalau motor gak tau deh nasib lo gimana. Mungkin bakal kehujanan."

Mereka memutuskan untuk pergi ke cafe terdekat, mengingat cuaca yang semakin gelap. Mereka juga ingin menyelesaikan masalahnya, agar tidak terjadi kesalahpahaman lagi.

Setelah menemukan cafe terdekat, Alia dan Daffa masuk dan memesan beberapa makanan.

Alia mulai menceritakan tentang mama-nya. Ia bercerita sesuai dengan apa yang mama-nya cerita kepadanya.

"Jadi, karena uang?" tanya Daffa seraya menyeruput minumannya setelah mendengar penjelasan demi penjelasan Alia.

"Hmm, gitu deh."

"Benar ya kata orang, teman sendiri kadang suka gak senang kalau temannya bahagia. Cihh," gumam Daffa kembali memperhatikan Alia.

"Itulah kenapa, kita harus berhati-hati. Terkadang musuh terbesar kita adalah orang terdekat kita," ujar Alia.

"Gue setuju!"

"By the way, lo sejak kapan nyari kebenaran itu? Padahal kata nyokap gue, fakta itu udah ditutup rapat-rapat."

"Walaupun udah disembunyikan, semuanya akan terbongkar seiring berjalannya waktu. Itu artinya, Tuhan masih sayang sama gue. Tuhan ingin menunjukkan siapa aja yang harus gue hindari maupun dekati."

"Gak ada yang bisa dipercaya, kecuali diri sendiri."

"Gue setuju lagi sama lo, Al! Walaupun udah temenan lama, sifat iri kadang yang membuat persahabatan itu hancur dengan sendirinya."

"Lo gak mau ceritain sesuatu gitu?"

Daffa mengernyit bingung, "cerita apa?"

"Gimana bisa lo cari tau semuanya?"

"Oh yang itu. Oke gue bakal cerita sama lo," final Daffa.

Ia mencoba menarik nafasnya dalam untuk bercerita.

"Jadi, akhir-akhir ini lo tau kan gue selalu pulang lebih awal dari lo. Bahkan udah lama gak nganterin lo pulang, itu karena gue sama anak-anak Graventas lagi cari tau semuanya."

"Gue selalu bilang sama lo, kalau gue sibuk. Benar sibuk, sibuk untuk mengungkap permasalahan itu dan mencari bukti-bukti. Sampai dimana, kita udah dapat banyak bukti dan disitu merujuk kepada nama nyokap lo. Gue belum terlalu yakin, sampai lagi dan lagi nyokap lo gak suka kalau kita dekat. Gue berpikir ada hubungannya dengan itu, dan akhirnya gue percaya setelah tau orang tua kita dulu nya sahabatan. Terbukti, nyokap lo udah jujur sama lo."

Alia yang sedaritadi mendengarkan Daffa langsung menggenggam tangan Daffa erat yang berada diatas meja. "Maaf."

Tangan Daffa beralih mengusap lembut rambut Alia seraya tersenyum. "Berhenti minta maaf. Lo gak ada kaitannya dengan ini."

My Name Is Alya (Alia?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang