40. Masa Lalu

141 25 3
                                    

“Hidupku tanpamu bagaikan langit tanpa senja”
-Daffa-

🌴Happy Reading🌴


"Orang tua gue meninggal secara gak wajar. Orang tua gue meninggal karena di bunuh dan pada saat itu, gue masih kecil banget sedangkan Aletta juga masih bayi. Tepatnya 6 tahun lalu. Saat usia gue menginjak 10 tahun. Disaat itu memang gak mudah buat nerima kenyataan bahwa orang tua gue udah gak ada lagi disamping gue."

Daffa melanjutkan ceritanya. "Disaat itu gue benar-benar terpuruk banget, dan untungnya bi Imah mau rawat gue dan Letta. Gue tetap sekolah dari hasil uang warisan. Bertahun-tahun gue lupain semua itu, tetapi disaat Letta drop dia bilang dia kangen sama orangtuanya bahkan gak pernah bisa liat wajah keduanya selain dari foto. Dan dari situ gue berfikir untuk membalaskan dendam gue atas kematian orangtua gue! Gue gak terima, disaat masa kecil gue dan Letta seharusnya bahagia bukan menderita!" Daffa mulai tak terkendalikan emosinya, ia mengepalkan kedua tangannya.

Alia yang melihat Daffa mengepalkan tangannya langsung memegang tangan Daffa.

"Kenapa gak dari dulu cari tau? Kenapa gak dari semenjak kepergian orangtua lo, lo balas dendam?" Alia coba untuk mengontrol emosi Daffa.

"Waktu itu, gue masih kecil Al. Gue masih 10 tahun, gue masih anak kecil. Dan gue gak bisa berurusan dengan meja hijau. Dan lo tanya kenapa gak dari dulu? Karena semenjak itu gue mencoba ikhlas walaupun sulit. Gue coba untuk melupakan dan gue kembali ingat ketika Letta tidak merasakan kasih sayang dari orangtuanya."

"Tapi, lo ingat siapa yang lakuin?"

"Untuk itu gue gak tau. Tapi gue tau, kalau 'mereka' teman dari nyokap dan bokap gue!"

"Hah? Teman?"

"Teman bisnis. Gue curiga sih, mereka mungkin iri atau-"

"Lo gak ingat wajahnya?"

Daffa kembali mengingat untuk mengetahui wajah pembunuh orangtuanya.

"Gak usah dipaksa kalau gak bisa ingat," Alia memegang pundak Daffa lalu mengelusnya.

"Gue mau mereka merasakan jadi gue! Gue mau mereka rasain apa yang gue rasain!"

"Tapi gimana caranya, Daffa? Lo aja gak ingat kan wajahnya?"

"Gue emang gak ingat sekarang. Tapi gue akan cari tau!"

"Daff-"

Ucapan Alia terpotong oleh Daffa.

"Mereka punya dua anak, sepantaran gue. Gue kepikiran akan balas dendam pada anaknya."

"Apa hubungannya?"

"Yah kan mereka anaknya, Al!"

"Gue tau, Daff! Tapi bukan itu maksud-"

"Lo gak usah pikirin! Biar gue aja yang cari tau semuanya sendiri."

"Maaf, Daff.."

"Gak perlu minta maaf. Lo gak buat kesalahan kok," Daffa merangkul Alia.

"Yah, gue minta maaf karena-" Alia menatap Daffa yang masih merangkulnya.

"Karena gak bisa bantuin gue buat ungkap semuanya? Gue gak mau bebanin lo, gue juga gak minta bantuan lo. Santai aja ya," kini Daffa mengusap pelan pundak Alia.

"Masuk dalam yuk, udah mau malam. Udaranya dingin," sambung Daffa bangkit dari duduknya dan mengulurkan tangannya.

***

My Name Is Alya (Alia?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang