43. Kecewa

108 17 11
                                    

“Aku pernah membuat seseorang tertawa dan bahkan sampai melupakan masalahnya, meskipun akhirnya aku juga yang dilupakan”
-Nayla-


☄️Happy Reading ☄️

"G-gue gapapa.." lagi-lagi Nayla tersenyum walau terpaksa.

"Bohong," timpal Vano.

Nayla tak meresponnya.

Yups, seseorang itu adalah Vano, yakni anggota Graventas sekaligus teman dekat Daffa.

"Lo dengar ucapan gue tadi?" tanya Nayla ragu.

"Ucapan apa?"

"Syukur dehh dia gak dengar," batin Nayla.

Nayla tak menjawabnya.

"Boleh duduk?" Vano meminta izin sebelumnya.

Nayla mengangguk dan sedikit menjauh memberikan tempat duduk untuk Vano.

"Kenapa ada di sini?" Nayla memulai pembicaraan.

"Gak sengaja lewat. Terus dengar suara cewek nangis gue kira mba Kunti.." jawabnya cengengesan.

"Ck, lo ngatain gue?" Nayla memukul pelan bahu Vano seraya menatap tajam Vano.

"Yah, sebelas dua belas lahh."

"Ishh, ngeselin!"

"Walaupun ngeselin gini tapi tetap ganteng, kan?"

"Haha, pede banget!"

"Yakin?"

"Yakin, kenapa?"

"Yakin gak tertarik sama gue?" Vano mengeluarkan jurus yang di berikan Daffa untuk menggombali cewek.

"Sayangnya sih enggak,"

"Ehh, bentar-bentar. Sejak kapan kita dekat? Sejak kapan kita ngobrol buat hal yang gak penting?" sambung Nayla.

"Sejak tadi, kan walaupun gak sekelas tetap silahturahmi lahh.."

"Hmm, tapi jarang gue dekat sama cowok. Apalagi anggota Graventas? Kerasukan apa lo bisa asik sama gue?"

"Yehh, enak aja kalau ngomong. Tadi gue dengar lo nangis, makanya gue hibur lo biar gak sedih lagi," ungkap Vano.

Nayla kembali mengingat apa yang telah ia lewati hari ini. Nayla menunduk dan tersenyum tipis.

Vano yang menyadari, lantas merutuki dirinya sendiri.

"Ehh, kok sedih lagi?"

Nayla hanya menggeleng.

"Gue salah ngomong, ya? Maaf Nay.."

"Lo gak salah kok."

"Tapi, gue ngerasa gak enak sama lo."

"Lupain aja,"

Bagaimana bisa melupakan? Vano sendiri yang mengingatkan Nayla hal yang membuatnya sedih.

"Nay, Clara mana? Biasanya sama lo?" Vano mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.

"Gak tau," Nayla mengedikan bahu.

"Lah, biasanya gak pernah jauh kayak gitu. Dimana ada lo pasti ada Clara juga begitupun sebaliknya," ujar Vano.

"Namanya juga manusia. Kalau ada yang baru, yang lama di tinggalin." Nayla tersenyum.

"M-maksudnya?"

"Kalau lo pikir, persahabatan sejati itu gak pernah hancur, pemikiran lo itu salah. Bahkan karena satu orang aja, persahabatan itu bisa retak."

My Name Is Alya (Alia?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang