Bab 4: Luka Masa Lalu

1.6K 116 13
                                    

Menurut berbagai penelitian, mandi pada malam hari bukanlah hal yang baik untuk kesehatan. Pelita tahu itu. Namun, gadis itu tetap melakukannya setibanya di apartemen.

Di kamus Pelita, pulang sore adalah sebuah berkah. Karena tuntutan pekerjaan Pelita lebih sering kembali ke apartemennya pada malam hari. Dan ia merasa tidak nyaman jika tidak mandi.

Selesai mengeringkan rambut panjangnya yang basah sehabis keramas dengan hairdryer dan mengganti pakaiannya dengan setelan celana training dan sweater, Pelita turun ke lantai satu apartemennya dengan laptop di tangannya, berencana melakukan revisi dan editing salah satu naskahnya seperti yang diminta Cecilia sang editor.

Ting tong!

Pelita baru ingin bertolak ke dapur saat bel pintu apartemennya tiba-tiba berbunyi.

Melirik jam dinding ruang tengah yang sudah menunjukkan pukul 10 malam, ia membatalkan niatnya pergi ke dapur untuk membuat secangkir teh dan pergi ke depan untuk melihat siapa yang datang.

Sembari melangkah, bibir tipisnya mengeluarkan gumaman mengenai siapa gerangan yang bertamu ke tempatnya malam-malam seperti ini.

Pelita melihat situasi di luar dengan teknologi monitor yang terpasang di samping pintu apartemen sebelum membukanya. Namun tidak ada siapa-siapa. Pelita pun tetap keluar untuk memastikan siapa yang menekan bel apartemen tapi benar-benar tidak ada siapa-siapa di luar.

Alih-alih bertemu seseorang, ia malah menemukan sebuah kotak berwarna biru tergeletak di atas keset depan pintu. Ada setangkai bunga mawar di atasnya. Sebuah mawar merah yang warnanya terlalu merah sehingga hampir menyerupai darah.

"Paket?! Dari siapa ya?" gumamnya lirih kemudian memungut kotak biru itu bersama dengan bunganya kemudian membawanya masuk ke dalam.

Saat sudah di dalam Pelita sadar jika dirinya tidak menutupi kepalanya tadi saat keluar. Pelita pikir, ia ingin mengecek siapa yang datang dulu baru memakai kerudung. Tapi mengetahui di depan pintu apartemennya tidak ada siapa-siapa, gadis itu keluar tanpa mengambil dan mengenakan kerudungnya.

Pelita mengelus dadanya sekali, bersyukur karena tidak ada orang yang melihat auratnya secara langsung.

"Astagfirullah ... bisa-bisanya aku seceroboh ini. Untung aja tadi itu nggak ada siapa-siapa dan bukan Kak June juga," monolognya lantas membawa paket dan bunga mawar itu ke ruang tengah.

Pelita cukup populer di kalangan anak muda Bandung. Selain penulis dan model, banyak orang yang mengenal Pelita karena ia memiliki channel YouTube yang berisi vlog Pelita saat liburan atau mengikuti sebuah event besar, tips make up-nya, bahkan video kegiatan fangirling-nya---terkadang Pelita meng-upload beberapa video di sana. Ia juga memiliki akun Instagram yang memiliki ratusan ribu pengikut. Jadi mendapat kiriman hadiah berupa paket dari penggemar sama sekali bukan hal yang asing untuknya.

Namun, mendapat paket saat berada di apartemen? Hal itu cukup tidak biasa bagi Pelita kecuali June yang melakukan itu. Untuk privasi, Pelita tidak pernah memberi tahukan alamat tempat tinggalnya kepada siapa pun. Sejauh ini hanya June dan Arina yang tahu. Dan untuk masalah paket, orang yang memiliki kemungkinan besar bahkan bisa dibilang cukup sering mengiriminya hanya ada satu orang, yaitu June.

"Tapi, masa iya dari Kak June?" lirih Pelita.

Untuk beberapa saat, gadis itu terus menatap setangkai mawar merah yang masih ada di tangannya secara bergantian dengan kotak biru yang diletakkannya di meja samping laptop.

Ada kenangan buruk yang pernah menghantui Pelita yang berkaitan dengan bunga itu. Sebagai orang terdekatnya, June tentu saja juga tahu akan hal itu---mawar merah dan trauma masa lalu Pelita. Jadi, berpikir jika June yang mengirimi Pelita paket terdengar sedikit mustahil untuk Pelita sekarang.

Dunia PelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang