Bab 35: Amarah Leon

1.2K 129 32
                                    

"Apa lo bilang? Brengsek! Lo ngehamilin adek gue?"

Leon menerjang June yang ada di depannya lalu mencengkram kuat kerah kemeja navy yang dikenakan temannya itu setelah mendengar berita apa yang June katakan.

"Lo sendiri yang janji bakal jagain dia, June!" Leon menggeram dengan gigi bergemerutuk.

"Iya. Gue emang ngizinin lo nikah sama adek gue kalau dia mau. Tapi kenapa lo hamilin dia, Bangsat?" Laki-laki itu melayangkan tinjunya ke wajah June. Namun, dengan sigap June menahannya dengan tangan kirinya.

"Lo salah paham, Yon," kata June. "Gue nggak ngehamilin, Pelita," lanjutnya.

"Bukan gue yang hamilin dia." June mencoba melepas cekalan Leon pada kerah kemejanya.

"Bullshit!" Leon misuh tidak percaya. "Kalau bukan elo siapa?" Ia menatap nyalang June yang masih ada di depannya sambil mempererat cengkraman. "Gue sama sekali nggak nyangka, June, lo ... lo udah ngerusak kepercayaan gue sama elo!"

June menggeleng. "Udah gue bilang lo salah paham, Yon," katanya dengan wajah kelelahan yang tidak dibuat-buat---karena ya, kabar kehamilan Pelita juga mencabik-cabik hati June, membuatnya sedih dan menyedot semua energinya. June juga merasakan amarah yang sama.

Untuk beberapa saat Leon menatap June dalam-dalam mencoba mencari kejujuran pada wajah temannya itu.

Tidak lama, ia kemudian menghela napas, melepas cekalan tangannya dari kemeja June lalu mengalihkan pandangan ke arah lain sambil berkacak pinggang. "Lalu siapa?"

June hanya diam mendengar desahan Leon yang larat. Ia juga belum tahu siapa laki-laki itu. Namun yang jelas, June yakin orang itu pasti masih ada hubungannya dengan Arka.

"Di mana Pelita?" tanya Leon kemudian.

June menghela napas besar lantas menjawab, "Ada di kamarnya."

Leon mengangguk kecil lalu mulai beranjak meninggalkan ruang tengah.

"Lo mau ke mana?" tanya June menahan lengan Leon.

"Ketemu Pelita," jawab Leon. "Gue harus denger semuanya sendiri dari mulut adek gue." Ia menarik tangannya dan mulai menaiki anak tangga dengan cepat.

June membuang napas kasar kemudian mengikuti langkah-langkah besar yang diambil sahabat sekaligus kakak dari perempuan yang dicintainya itu. Dua sampai tiga anak tangga sekaligus.

Mengingat temperamen Leon, June sebenarnya ingin mencegah Leon menemui Pelita jika Leon masih dikerubungi emosi begini. Namun, ia sadar, ia tidak memiliki hak untuk melakukannya. Bagaimanapun Leon adalah kakak Pelita. Toh, ia juga yang meminta Leon datang lebih awal dari Singapura karena masalah ini.

Sesampainya di depan pintu kamar Pelita yang masih terkunci, June memberikan kunci kamar itu yang disimpannya di saku celana bahan yang dipakainya pada Leon, yang sebelumnya tidak bisa membukanya. Leon menerimanya kemudian membuka pintu kamar itu dan masuk terlebih dulu.

"Pelita."

Leon memanggil adiknya yang tampak tersedu di atas hamparan sajadah dilihat dari bahu kecilnya yang bergetar dengan mukena putih yang membalut tubuh, masih dalam posisi duduk takhiyat akhir setengah membelakangi Leon.

Pelita pun menolehkan kepala. "K-Kak Leon ...?" ucapnya terkejut melihat Leon yang sudah ada di hadapannya.

Saat itu, Leon bisa melihat wajah Pelita yang sembab. Lelehan bening air mata memenuhi kedua pipi putihnya sampai gadis itu menundukkan kepala.

Leon berjalan menghampiri. "Apa yang terjadi sama kamu, Dek?"

Ia menatap Pelita dengan wajah sedih, meletakkan kedua tangannya di masing-masing lengan sang adik.

Dunia PelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang