Bab 10: Lamaran Pertama

1.2K 117 8
                                    

"Pulang kamu gimana? Aku antar, ya! Sekali-kali boleh lah mampir ke tempat kamu! Aku penasaran gimana selera tempat tinggal kamu."

Pelita hanya terkekeh kecil menanggapi kata-kata yang dilontarkan Cecilia kepadanya.

"Ayolah! Nggak akan nggak, aku nggak akan bocorin alamat kamu ke orang lain! Kita udah kerja sama selama dua tahun nerbitin buku. Tapi di data pribadi penulis yang kamu isi, alamat yang kamu sertakan selalu alamat kamu yang ada di Jogja. Kamu ... sebenarnya orang mana sih? Jogja, Jakarta, atau Bandung?"

Pelita tertawa lagi dengan sedikit lebih keras.

"Kalau bisa aku pengin liat KTP kamu secara langsung rasanya," tambah Cecil lagi.

Yang diajak bicara Cecil kembali tertawa di balik kacamata hitam yang masih dikenakannya. "Buat apa sih, Mbak Cecil?" balas Pelita kemudian. "Aku itu seperti salah satu judul tetralogi novelnya Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa. Anggap aja gitu. Jadi tinggalku bisa di mana aja."

Cecil menarik kedua sudut bibirnya ke atas sambil mencebik. "Bisa-bisanya! Tch, jadi kamu beneran nggak mau aku anter aja nih?"

"Enggak." Pelita menggeleng kalem. "Habis ini aku pesen taksi aja, Mbak."

"Hm, terserah deh. Emang si Arina ke mana? Pangeran kamu juga! Tumben, kalian bertiga biasanya sama-sama pas ketemuan sama aku. Pokoknya kamu nggak pernah sendiri, kalau nggak sama Arina ya sama June," lanjutnya lagi.

Pelita mendengkus pada Cecil karena menyebut June sebagai pangerannya. "Arina aku suruh pulang, tugasnya lagi numpuk. Kalau Kak June, aku minta dia nganterin Arina," balasnya.

Cecil menganggukkan kepala. "Jadi June sekarang jadi pangerannya Arina?" tanyanya dengan niat meledek yang tidak Pelita tanggapi sama sekali. "Haduh, sayang banget dong ...."

Pelita hanya diam menunjukkan jika dirinya tidak tertarik dan tidak terpengaruh.

"Pelita, padahal ya, aku lihat dari segi mana pun kalian itu cocok. Coba keyakinan kalian sama, udah lama nikah sama punya anak kali ya." Cecil tertawa dengan kalimat pengandaian yang baru saja diucapkannya.

Di depannya, Pelita pun hanya mencebikkan mulut dalam diam.

Sama seperti Arina, Cecilia juga bisa mengetahui perasaan June pada gadis cantik yang ada di depannya itu dalam sekali lihat. Kentara sekali. Namun, karena perbedaan besar yang menjadi garis pembatas antarkeduanya, mereka tidak bisa bersama. Pelita seorang muslimah dan June seorang umat kristiani. Ada kepercayaan dasar yang selamanya tidak akan bisa disatukan oleh kedua insan ini.

Melihat Pelita yang hanya diam, Cecil menyunggingkan senyum samar. "Hidup kamu novel banget, ya?"

Pelita yang sempat tenggelam dalam lamunan langsung sadar mendengar kalimat Cecil. "Huh? Maksudnya?" balasnya.

"Penuh drama," terang Cecil. "Cinta beda agama. Aku pikir ..., cinta beda agama itu cuma ada di film sama novel. Kalaupun ada dan bener-bener terjadi, aku nggak pernah bayangin kalau orang yang aku kenallah yang bakal mengalaminya. Tapi nyatanya, kamu sama June mengalami itu."

Pelita tersenyum tipis lantas terkekeh. "Apaan sih, Mbak? Hubunganku sama Kak June itu nggak seperti yang kamu pikirin. Dia sahabat aku. Udah kayak kakak aku sendiri dari kecil."

"Hem. Oke, oke." Cecil manggut. "Tapi menurut pendapatku, persahabatan yang murni persahabatan antara laki-laki sama perempuan itu nggak ada. Dan nggak akan pernah ada."

Pelita akan bicara saat Cecil melanjutkan kalimatnya.

"Iya .... 'Mungkin' ada. Tapi persentasenya aku yakin nggak akan lebih dari 3%, di seluruh dunia."

Dunia PelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang