Bab 63: Rumah Impian

1.3K 122 10
                                    

Beberapa minggu kemudian Adhim sudah keluar dari rumah sakit. Meski jahitan luka tusuk di perutnya sudah kering, ia tidak bisa banyak beraktivitas seperti dulu karena luka bagian dalamnya yang belum pulih sepenuhnya.

Adhim harus tetap mengistirahatkan tubuhnya dengan tidak melakukan banyak pekerjaan yang berat selama beberapa waktu hingga lukanya benar-benar sembuh.

Hari ini Minggu, Pelita tidak memiliki jadwal di kampus dan ia juga tidak memiliki janji lain. Akhirnya perempuan itu pun menghabiskan waktunya di apartemen bersama Adhim.

"Kak Adhim hari ini mau dimasakin sarapan apa?" Pelita melempar tanya kepada Adhim yang duduk di sebuah sofa yang ada di kamar mereka.

Jam di dinding ruangan masih menunjukkan pukul 06.15 pagi. Pelita baru saja selesai mandi.

Bukannya menjawab, Adhim malah tersenyum. "Maunya makan kamu," jawabnya menggoda.

Pelita langsung melototkan mata. "Kak!" pekiknya.

Di sisi lain Adhim langsung tertawa.

"Kak Adhim masih belum pulih. Jangan aneh-aneh deh," kata Pelita galak yang membuat tawa Adhim semakin keras.

"Akh!"

Dari tertawa, laki-laki itu tiba-tiba mengaduh saat merasakan perutnya yang terasa sakit akibat tertawa terlalu keras.

"Tuh, kan, masih sakit," beo Pelita sembari menghampiri Adhim dengan ekspresi khawatir.

Adhim lagi-lagi tersenyum. "Saya cuma bercanda, Li. Lukanya nggak benar-benar sakit," katanya memandang lurus Pelita yang sudah ada di depannya itu.

"Lain kali jangan begitu," gumam Pelita setelah memastikan jika luka Adhim baik-baik saja.

"Iya." Adhim mengangguk.

"Saya nggak mau kejadian seperti kemarin waktu jahitan luka Kak Adhim berdarah lagi."

"Hm. Kemarin itu kan jahitannya keluar darah gara-gara saya naik ke atap untuk betulin genteng di rumah singgah. Kejadiannya jelas berbeda sama sekarang, Pelita. Waktu itu luka saya belum benar-benar kering tapi yang ini sudah."

"Iya, tapi tetap saja. Kak Adhim masih harus hati-hati," ujar Pelita lagi.

"Iya, Pelita." Adhim mengiyakan kata-kata Pelita sembari tetap mengembangkan senyum di wajahnya.

"Jadinya Kakak mau dimasakin apa?"

"Minta buatin nasi goreng boleh? Saya lagi pengen."

"Iya, bisa," jawab Pelita. "Sekarang ganti Kak Adhim yang mandi, ya. Saya masak dulu."

Perempuan itu kemudian keluar dari kamar dan segera menuju dapur untuk mulai memasak.

Pelita tidak menyangka jika hubungannya dengan Adhim akan jadi seperti ini.

Sejak deep talk yang keduanya lakukan tempo hari saat Adhim baru sadar ketika masih di rumah sakit membuat Pelita tidak pernah meminta berpisah lagi dengan Adhim, pun membahasnya.

Perempuan itu memberikan kesempatan untuk Adhim membuktikan kata-katanya. Dan daripada ke siapa-siapa, ia juga memberikan kesempatan bagi dirinya sendiri untuk percaya, jika dirinya tidak mustahil merasakan yang namanya bahagia.

Pelita berusaha meyakinkan dirinya jika perbedaan mencolok antara dirinya dan Adhim tidak akan menghancurkan mereka seperti yang terjadi antara kedua orang tuanya. Ia percaya hubungannya dengan Adhim bisa berhasil.

"Hem. Wangi banget," komentar Adhim sembari memejamkan mata sejenak untuk menghidu aroma nasi goreng putih masakan Pelita.

Laki-laki itu baru saja keluar dari kamar selesai mandi dengan kaos lengan pendek berwarna abu-abu dan celana pendek hitam.

Dunia PelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang