Bab 17: Di Balik Kata Baik-baik Saja

1.2K 125 32
                                    

Semesta mulai mempermainkan mereka. Bukan bercanda.

_

Pelita diam di bawah guyuran shower. Tidak melakukan apa-apa. Hanya diam.

Air dingin mengucuri tubuhnya sejak setengah jam yang lalu. Kulit putihnya berubah pucat, bibirnya membiru, dan jemari tangannya menjadi keriput karena terlalu lama terkena air.

Bayangan itu berputar di kepalanya. Mencuri lamunannya sampai-sampai suara gemericik air yang berisik tidak terdengar indra telinganya.

Ia memang tidak sadar karena berada di bawah pengaruh obat bius saat itu, tapi Pelita tahu apa yang terjadi. Ia merasakan semuanya. Seseorang menghampirinya, melucuti pakaiannya, lalu melakukan sesuatu yang tidak seharusnya kepadanya.

Pelita tentu saja ingin melawan. Menghentikan apa yang terjadi. Tapi tubuhnya tidak mau diajak kompromi seberapa keras pun ia mencoba dan berusaha.

Obat bius itu sukses melumpuhkannya hingga Pelita bahkan tidak bisa membuka pejaman mata. Ia tidak bisa bicara dan menggerakkan anggota badannya.

Hal yang terakhir Pelita ingat adalah seseorang itu yang mencium bibirnya sebelum alam mimpi benar-benar menculiknya.

Lalu ketika ia tersadar di saat pagi menjelang, Pelita benar-benar mendapati dirinya tanpa sehelai benang pun di tubuh dan seorang laki-laki asing dengan kondisi serupa tertidur di sampingnya.

Segalanya tidak lagi sama.

Gadis itu memejamkan matanya yang sedari tadi hanya menatap kosong ke arah keramik putih dinding kamar mandi. Menarik napas dan menghembuskannya pelan kemudian mulai membersihkan diri.

Pelita hanya ingin melupakan semuanya.

****

"Pelita, kamu di mana?"

Suara Arina terdengar lirih di seberang telepon. Gadis dengan rambut kecokelatan itu menelepon Pelita tepat setelah Pelita menunaikan dua rokaat salat Subuhnya yang kesiangan.

"Di apartemen," jawab Pelita pendek.

Jeda tercipta. Detik panggilan telepon yang masih berjalan terus bertambah dalam kesunyian.

"Kamu ... baik-baik aja kan?" Arina yang pertama kali memecah sunyi di antara mereka dengan melontarkan pertanyaan lagi.

Pelita bergeming tidak segera membalasnya. "Hm," jawabnya kemudian dengan gumaman.

"Hufft. Syukur kalo gitu."

Pelita bisa mendengar Arina yang menghembuskan napas besar di seberang telepon. Namun ia tidak merespons.

"Nanti, ada hal yang mau aku bicarain sama kamu pas kita di kampus," kata Arina lagi. "Kamu hari ini masuk kan?" lanjutnya.

Seperti sebelumnya, Pelita tidak segera membalasnya.

"Enggak," kata Pelita setelah setengah menitan. "Aku mau istirahat di apartemen."

Arina yang ganti diam. "Uhm. Oke," balasnya setelah beberapa lama.

Pelita tidak merespons apa-apa.

"Kalau gitu besok kita bicara ya, Lit!" ajak Arina pelan. "Peragaan busana di acara pameran kemarin udah selesai. Emang cuma digelar pas acara pembukaan hari pertamanya aja. Kamu juga nggak ada jadwal pemotretan hari ini, Bang June juga masih nggak bisa dihubungi. Em ... orang itu ke mana ya kira-kira? Semoga dia cepet balik. Biar kamu ada yang jagain he he. Kamu ... istirahat baik-baik ya di apartemen!"

Pelita tetap diam.

"Mm ... oke," ujar Arina terdengar hati-hati. "Teleponnya aku tutup, ya."

Pelita masih diam tidak merespons apa-apa.

Dunia PelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang