Bab 33: Berpapasan dengan Adhim

993 126 57
                                    

Pelita keluar dari kamar rawatnya setelah menemukan tas kecil berisi ponsel dan dompet miliknya di atas nakas. Ia memakai tas itu dan merasa bersyukur karena tidak menemukan June ataupun Arina di luar saat ia melongok dari dalam kamar. Setelahnya, gadis itu mengayunkan langkah kakinya cepat-cepat menyusuri lorong panjang rumah sakit mencari jalan keluar.

Keputusan Pelita sudah final, ia akan pergi. Ke mana pun asal tidak ada seorang pun yang bisa menemukannya. Tidak papanya, tidak kakaknya, tidak June, tidak Arina, dan tidak siapa pun itu yang berniat mencarinya.

Soal pekerjaan dan kuliah, Pelita bisa memikirkan itu nanti. Yang penting sekarang dirinya harus pergi.

Saat ia berbelok dari satu lorong ke lorong lain yang diyakini Pelita mengarah ke pintu keluar, gadis itu tercekat karena orang yang paling tidak ingin ditemuinya muncul tepat di depannya.

Refleks, Pelita langsung memundurkan beberapa kali langkah kakinya.

"Pelita?"

Laki-laki yang terlihat mengenakan kaos putih di balik jaket levis biru denim yang membalut tubuh tegapnya itu jelas sama terkejutnya seperti Pelita. Celana jins dengan warna senada membalut kaki jenjangnya dan sneakers putih membalut tapak kakinya.

"Sedang apa kamu di sini?" tanya laki-laki itu lagi sambil memindai penampilan Pelita dari atas ke bawah.

Ada sedikit nada khawatir yang tertangkap telinga Pelita dalam suara berat laki-laki itu karena laki-laki itu yang menyadari wajah Pelita yang terlihat sedang dalam keadaan tidak sehat. Terlebih, dengan kedua manik madu Pelita yang tampak sembab dan sisa jejak kesedihan di parasnya.

Pelita mencoba melewatinya namun laki-laki itu menghadangnya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya laki-laki itu lagi.

Tidak peduli akan pertanyaan serupanya sebelumnya yang bahkan tidak mendapat respons apa-apa dari Pelita.

Pelita kembali mundur beberapa langkah, sedang di sisi lain, mata elang laki-laki itu melihat sekilas pada sebuah papan bertuliskan 'Poli Kesehatan Ibu dan Anak' di dinding belakang Pelita yang menunjukkan di area mana mereka sedang berada.

Pelita mencoba melewatinya sekali lagi namun laki-laki itu kembali menghadang jalannya seperti tadi.

"Bang Adhim? Ngapain berhenti di sini? Mawar pasti nyariin ki ... ta."

Seorang perempuan tiba-tiba muncul dari arah belakang laki-laki yang mencegat langkah Pelita. Suara riangnya yang ringan melirih begitu melihat keberadaan Pelita.

Baik Pelita maupun laki-laki yang tidak lain adalah Adhim itu pun menoleh pada perempuan itu.

Ada satu kresek Alfamart berukuran sedang yang sepertinya berisi makanan di tangan kiri perempuan itu dengan dua botol air mineral di tangan kanannya.

Pelita merasa pernah melihat perempuan itu sebelumnya. Tapi, di mana?

Ah, ya, di kamar mandi perempuan kafe Haris. Pelita dikejutkan oleh kedatangan perempuan itu saat ia sedang berbicara dengan Adhim. Pelita mengingatnya.

Tapi, bagaimana bisa perempuan itu memanggil Adhim dengan sebutan 'bang'? Jadi mereka saling mengenal? Lalu, siapa itu Mawar yang perempuan itu bicarakan? Kenapa mereka berdua ada di rumah sakit?

Pelita menggelengkan kepalanya lirih menyadiri pikirannya yang mendadak memikirkan soal Adhim yang jelas-jelas bukan urusannya.

Hening tercipta dengan suasana awkward yang tiba-tiba mengudara.

"Resti, tolong pergilah lebih dulu ke kamar Mawar!" kata Adhim beberapa saat kemudian kepada perempuan berambut panjang yang dikuncir tinggi itu. "Aku akan menyusul nanti," lanjutnya.

Dunia PelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang