Bab 6: Pulang

1.1K 117 12
                                    

"Kenapa, Bang? Tumben, pagi-pagi lo udah nyuruh anak-anak ngumpul di basecamp?"

Aldo yang baru sampai dengan beberapa orang laki-laki di belakangnya menghampiri Adhim yang tampak duduk dengan tangan terlipat di atas sebuah peti kayu yang ada di sebuah ruangan mirip gudang yang luasnya hampir menyerupai lapangan sepak bola itu.

Ada sebuah arena kick boxing di salah satu sudut ruangannya dengan berbagai peralatan latihan bela diri, perkakas bengkel, meja-kursi, juga barang-barang lain di tempat yang Aldo sebut basecamp itu.

Adhim tidak langsung menjawab. Ia membiarkan Aldo mencari tempat duduk di meja-kursi yang ada di sekitarnya bersama pemuda-pemuda yang lain lalu mulai bersuara.

"Gue mau balik ke Kediri," katanya yang langsung membuat Aldo dan pemuda-pemuda yang datang bersamanya saling menatap dengan tatapan bingung.

"Maksud lo, Bang?" Aldo bertanya mewakili semuanya.

Adhim tersenyum simpul. "Gue mau balik ke Kediri karena ada urusan di rumah. Dan sekarang, tujuan gue ngumpulin kalian semua di sini mau pamit."

"Maksud lo. Lo nggak akan balik lagi, Bang?" sambar seseorang yang duduk tepat di samping Aldo dengan nada terkejut dan panik. Yang lain juga langsung memasang ekspresi serupa menatap Adhim sembari menunggu jawabannya.

Adhim terkekeh. "Pasti balik lah, Dan," jawabnya. "Skripsi gue gimana kalo gue tinggal?! Gue udah kuliah sejauh ini masa nggak gue kelarin saat udah waktunya."

Laki-laki yang dipanggil Adhim 'Dan' itu langsung menghela napasnya lega. "Syukur kalo gitu, Bang. Gue nggak bisa bayangin nasib anak-anak kalau elo nggak ada."

"Iya. Yang dibilang Bondan bener, Bang. Gue juga nggak bisa bayangin nasib anak-anak yang lain kalo nggak ada lo di sini." Aldo menimpali. "Berapa lama lo di sana? Kapan balik Bandung?" lanjutnya melempar tanya.

"Mungkin semingguan. Baliknya bisa molor bisa juga lebih cepet."

Aldo dan yang lain langsung manggut-manggut mendengarkan.

"Selama gue nggak ada, gue minta tolong sama kalian untuk tetep rukun dan jangan ada yang berantem sama geng motor lain. Kalian ngerti kan maksud gue? Gue nggak mau sampai ada korban."

"Iya, Bang." Semua yang ada di sana menganggukkan kepala.

"Oh iya. Sekarang hari Minggu. Kalau gue beneran ada di Kediri selama semingguan, gue nggak akan ada di sini pas waktunya Jumat Ceria. Gue minta tolong lagi sama kalian buat pastiin Jumat Ceria berjalan lancar dan semua anak yang ada di rumah singgah bisa ikut. Kalau perlu, ajak juga anak jalanan yang lain. Anak-anak seperti mereka pantas bermain dan mendapat pendidikan di sela-sela waktu mereka nyari duit di jalanan. Sesulit apa pun keadaan yang memaksa mereka jadi dewasa, mereka tetep anak-anak yang perlu bermain, yang mesti kita rangkul. Gue percayain urusan satu ini khususnya sama lo, Ta." Adhim memungkasi kata-katanya dengan menepuk pundak laki-laki bernama Suta yang duduk tak jauh dari dirinya.

"Iya, Bang. Pasti." Laki-laki berkacamata yang memiliki nama Suta itu mengagguk menyanggupi.

"Lo tenang aja, Bang. Kita semua sama Suta pasti bakal pastiin anak-anak bisa main dan belajar sama-sama pas Jumat Ceria," seru Bondan yang diangguki juga oleh lainnya.

Adhim tersenyum. "Makasih, Bro."

"No prob."

Adhim tetap tersenyum dan manggut-manggut. "Oke. Kalau nggak ada yang mau kalian omongin sama gue, sekarang juga gue mau pamit. Jaga diri baik-baik!" kata Adhim sembari berdiri.

"Tunggu, Bang!" cegah Aldo yang membuat Adhim yang sedang mencangklongkan tas ranselnya yang semula ia geletakkan di lantai beton basecamp menghentikan gerakannya.

Dunia PelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang