Bab 7: Sepotong Cerita

1.1K 105 14
                                    

Dua tahun yang lalu

Tampilan sebuah layar plasma:

Semua orang memiliki ketakutan terbesar masing-masing dalam hidupnya. Aku juga. Dan ketakutan terbesarku, adalah Mamaku.

Bukan! Aku tidak benar-benar takut dengan Mama. Tapi aku merasa takut dengan kematiannya. Aku takut dengan apa yang menimpa Mama.

Saat semua orang mengatakan Mama meninggal karena bunuh diri---bahkan Papa, laki-laki yang sangat dicintai Mama dan kepadanya Mama mengabdikan seluruh hidupnya, aku tidak mempercayainya.

Aku tahu Mamaku. Dan Mamaku tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Dia adalah wanita paling baik yang pernah kutemui selama hidup. Mama yang cantik. Mama yang lemah lembut. Mama yang penuh kasih sayang. Mama yang penyabar. Mama yang perhatian.

Mama adalah anugerah terbaik dari Tuhan yang pernah kupunya, juga terenggut dariku dengan begitu kejamnya.

Hari itu usiaku masih tujuh belas tahun. Seorang siswi SMA. Hari di mana aku menemukan Mama sudah dalam kondisi tak bernyawa di kamarnya dengan tali tambang yang kuat menjerat lehernya di mansion Papa yang ada di Jakarta.

Mama tergantung di tengah-tengah kamar dengan bertangkai-tangkai mawar merah di sekitarnya dan lilin-lilin beraroma wangi yang indah menyala. Seolah ada perayaan besar, karena hari itu memang ulang tahun pernikahan Mama dengan Papa.

Tragisnya, aku adalah orang pertama yang menemukan Mama malam itu. Tidak ada siapa-siapa di rumah. Semua pelayan, tukang kebun, satpam, penjaga, dan semua pengawal libur seperti biasa.

Di keluarga kami ada peraturan tak tertulis yang berlaku untuk semua pekerja rumah yang mengharuskan mereka libur di hari-hari besar keluarga; ulang tahun Papa, ulang tahun Mama, ulang tahun Kak Leon, ulang tahunku, juga ulang tahun pernikahan kedua orang tuaku.

Papa yang membuat peraturan itu. Sejak Papa dan Mama masih muda dan belum ada aku ataupun Kak Leon dalam hidup mereka---Konon, Papa melakukannya untuk merayakan hari-hari besar itu seharian dengan Mama. Papa sangat mencintai Mama, pun sebaliknya tidak peduli perbedaan besar yang menjadi latar belakang keduanya.

Papaku adalah warga negara asing yang menjadi warga negara Indonesia melalui naturalisasi. Ia orang Jerman. Papa bertemu Mama saat keduanya sama-sama menempuh pendidikan sarjana di salah satu universitas ternama Prancis sebelum kemudian saling jatuh cinta.

Sebagai seorang muslimah, Mama tidak bisa menikah dengan Papa karena Papa beragama Kristen. Meski saling mencintai mereka akhirnya harus berpisah. Lalu selulusnya Mama dari Prancis dan kembali ke rumah Oma dan Opa yang ada di Yogya, Mama dijodohkan dengan sepupu jauhnya yang juga seorang ningrat Kasultanan Yogya.

Ya, Mamaku masih seorang bangsawan berdarah biru dengan darah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang mengalir dalam nadinya. Gelarnya Raden Rara karena Mama termasuk generasi perempuan kelima kerajaan.

Seminggu sebelum pertunangan, Papa datang jauh-jauh dari Jerman mencari Mama di Yogyakarta. Atas bimbingan Mama, Papa menjadi seorang muallaf yang kemudian dikenalkan Mama pada Oma dan Opa sebagai laki-laki yang dicintainya ketika di Prancis dulu. Perjodohan Mama dengan sepupu jauhnya dibatalkan dan Opa marah besar, terlebih saat Papa dan Mama meminta restunya untuk melangsungkan pernikahan.

Opaku adalah keturunan ningrat yang memegang teguh tradisi Jawa. Haram baginya anak perempuan satu-satunya menikah dengan orang asing yang tidak memiliki darah Nusantara dalam darahnya.

Seperti Mama yang memiliki darah bangsawan, Papa ternyata juga memiliki darah bangsawan Jerman dalam dirinya. Tapi Opa tetap menentang tegas cinta mereka karena latar belakang Papa dan Mama yang jauh berbeda.

Dunia PelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang