Bab 34: Adhim Akhirnya Tahu

1.1K 119 40
                                    

Di bawah rindang pohon mangga, Aldo terduduk lemas dengan rerumputan hias taman sebagai alas duduknya. Gravitasi seolah sedang memaku laki-laki itu ke bumi sehingga Aldo tidak memiliki tenaga lagi untuk berdiri karena apa yang didengar telinganya beberapa menit lalu.

Saat itu, Aldo baru tiba di sebuah rumah sakit Kota Bandung itu untuk menengok salah satu anak di rumah singgahnya yang sakit sekaligus bertemu dengan Adhim. Namun, di tengah perjalanan, ia melihat Arina berjalan terseok di belakang June dengan wajah berantakannya.

Gadis berambut kecokelatan itu mengeluarkan air mata. Karena merasa penasaran dengan apa yang terjadi, Aldo pun mengikuti mereka secara diam-diam hingga sampai di taman rumah sakit itu dan mendengar berita mengejutkan yang membuatnya kehilangan energi seperti saat ini.

Pelita hamil. Dan dari pembicaraan Arina dan June yang didengarnya, gadis itu sedang mengandung enam minggu sekarang.

Aldo tidak bodoh untuk menarik kesimpulan jika kehamilan Pelita pasti ada hubungannya dengan kesalahannya hari itu. Gadis itu pasti sedang mengandung anak Adhim sekarang. Sahabatnya, teman baiknya, seseorang yang sudah Aldo anggap seperti saudara sedarahnya.

Laki-laki itu meraup wajahnya dengan sebelah tangan kasar. Apa pun yang terjadi ia harus memberi tahu Adhim yang sebenarnya. Adhim berhak tahu.

Aldo mencoba bangun dari tempatnya lantas melirik Arina yang masih menangis di sebuah bangku taman tidak jauh darinya. Bahu gadis itu juga masih bergetar hebat seperti tadi.

Aldo tahu benar apa yang gadis itu rasakan. Sebab seperti dirinya terhadap Adhim, Arina juga membuat kesalahan yang sama kepada Pelita. Mereka sama-sama orang yang diancam dan terjebak saat itu.

Di sisi lain Aldo juga tidak menyangka, ternyata perempuan yang dilihatnya di klub malam itu memang benar Arina. Ia tidak menyangka jika gadis yang beberapa saat ini dekat dengannya memiliki kehidupan sekelam itu.

Menghela napas, Aldo berusaha memantapkan hati dan bersiap diri menemui Adhim. Mungkin Adhim akan kembali menghajarnya, tapi Aldo tahu jika ia memang pantas menerimanya.

****

"Bang ...."

Adhim sedang termenung memikirkan wajah pucat Pelita yang beberapa saat lalu ditemuinya saat panggilan pelan Aldo membawa kembali kesadarannya.

"Do?" Laki-laki berambut gondrong itu menoleh ke arah Aldo yang berdiri di ambang pintu kamar rawat Mawar.

"Bang Aldo ...!"

Belum sempat Aldo mengutarakan niat kedatangannya, di sisi lain, Mawar yang juga melihat Aldo langsung berteriak girang mendapati eksistensi laki-laki itu.

Aldo pun menoleh pada gadis kecil yang sedang terbaring di atas brangkar rumah sakit itu.

"Hai, Mawar," sapanya mencoba mengembangkan senyum. "Sudah agak baikan?" tanyanya.

Mawar yang ditanya langsung menganggukkan kepala. "Sudah, Bang Aldo. Kata Bang Adhim, kalau Mawar sembuh nanti Bang Adhim akan membelikan Mawar es krim yang banyak," ceritanya riang.

Aldo tersenyum simpul mendengarnya. "Bagus. Kalau begitu kamu harus cepat sembuh, ya?!"

Mawar manggut bersemangat.

Setelah itu Aldo kembali menoleh pada Adhim yang masih duduk di sebuah sofa pinggir ruangan seperti sebelumnya.

"Ada yang mau gue bilang sama lo, Bang," katanya sembari mendekat.

Dahi Adhim sedikit terangkat. "Apa?" tanyanya.

Sejenak Aldo diam selama beberapa lama. Laki-laki itu menelan ludah. Ia melirik kepada Resti yang masih ada di ruangan itu, duduk di sebuah kursi kecil di samping ranjang Mawar lalu melihat Adhim lagi.

Dunia PelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang