Bab 14: Sebelum Acara

881 97 4
                                    

Hari menjelang sore saat Adhim yang sedang membenarkan salah satu genteng bocor di rumah singgah mendapati Aldo yang mendatanginya.

"Assalamu'alaikum," salam Aldo keras-keras setelah turun dari motor.

"Wa'alaikumussalam." Anak-anak yang ada di rumah singgah menjawab serempak.

Adhim yang sudah selesai dengan pekerjaannya menuruni tangga yang dinaikinya tadi menuju atap.

"Minum dulu, Bang!" Resti datang dari dalam rumah menyajikan secangkir kopi untuk Adhim di atas meja teras.

"Gue nggak dibikinin nih?" tanya Aldo.

"Enggak," jawab Resti dengan ketus.

"Oke deh," balas Aldo dengan nada yang dibuat-buat kecewa menyaksikan Resti yang kembali masuk ke dalam rumah singgah dengan nampan kayunya.

"Punya gue minum aja, gapapa," kata Adhim.

"Nggak ah. Nanti gue kena semprot si Resti," balas Aldo kemudian mendudukkan diri di salah satu kursi kayu teras.

Adhim hanya tertawa. Ia membenarkan kunciran rambut panjangnya yang sempat berantakan sebelum mencuci tangan dan kaki di kran air yang ada di depan teras kemudian duduk bergabung bersama Aldo.

"Lo dari mana aja?" tanya Adhim selesai menyesap sedikit isi cangkir kopinya.

"He he. Biasa. Habis meeting sama cewek," jawab Aldo sambil cengegesan.

Adhim hanya menggelengkan kepala sambil berdecak. "Astaghfirullahalazim." Ia kembali menyeruput kopinya.

Anak-anak bermain dengan riang di halaman. Tidak peduli laki-laki atau perempuan, semuanya tampak bersenang-senang memainkan bola.

"Ada yang mau gue omongin sama lo, Bang."

Dahi Adhim mengerut melihat Aldo.

"Soal Kumbara."

Adhim langsung menegakkan posisi duduknya mendengar brand gelang miliknya disebut.

"Kemarin, gue udah tanda tangan buat ikut di acara pameran di kota seminggu lagi atas nama lo. Pas lo enggak ada."

Adhim terkejut mendengarnya. "Lo beneran udah tanda tangan?" tanyanya.

"Iya. Gue udah, Bang."

Adhim langsung mendesah. "Gue udah bilang kalau gue nggak ada minat padahal. Lo ... akh ...."

"Ya maaf, Bang. Gue lakuin ini buat Kumbara. Buat lo juga. Maafin kelancangan gue."

"Hufft ...." Adhim menghela napas. "Ya udah deh. Mau gimana lagi?!" Ia akhirnya pasrah. "Ceritain detail acaranya ke gue. Gue harus gimana?"

Aldo mengangguk dan mulai menceritakan detail acara yang diketahuinya sedangkan Adhim hanya mengangguk-angguk mendengarkan dengan seksama.

****

"Aku beneran harus dirawat inap, ya?" tanya Pelita pada Arina di ruang rawat.

"Iya." Arina mengangguk. "Kamu harus dirawat seharian ini. Paling enggak sampai cairan infus kamu habis."

Pelita menghela napas dalam diam. Matanya melihat cairan infus yang mengalir ke tubuhnya lewat tangan kirinya yang sebelumnya sudah ditusuk dan dimasuki jarum infus oleh dokter. Cairan infusnya masih tersisa banyak dan bahkan belum berkurang separuhnya sama sekali. "Baru besok nih ceritanya, aku bisa pulang."

"Hmm." Arina kembali mengangguk. "Mau aku kupasin buah?" tawar Arina sambil meraih sebuah jeruk dari keranjang buah yang ada di nakas samping tempat tidur Pelita.

Dunia PelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang