Bab 27: Keinginan Pelita

1.1K 125 26
                                    

Jika Pelita ditanya bagaimana perasaannya bertemu dengan Adhim, seseorang yang telah mengambil apa yang seharusnya ia berikan kepada suaminya kelak sebagai istri, gadis itu merasa marah, kesal, sedih, dan takut.

Hatinya kacau. Saat ia bersusah payah melupakan kejadian di kamar hotel itu, Adhim malah muncul di depannya ketika Pelita mulai bisa menerima keadaan dirinya yang tidak lagi sama seperti sebelumnya.

Laki-laki itu muncul di hadapannya sebagai sosok putra kiai yang selama ini menjadi narasumber incarannya. Dan sekarang, laki-laki itu berkata ia akan mempertanggungjawabkan perbuatan tak bermoralnya.

Pelita dilema tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

Gadis itu kembali mencoba mengambil kalung miliknya yang ada di tangan Adhim. Namun, laki-laki itu kembali mencegahnya.

"Tolong maafkan saya," ucap Adhim. "Hukum saya. Saya benar-benar akan menerima semuanya asal kamu mau memaafkan saya. Tolong, Pelita. Tolong ...."

Pelita hanya diam. Ia menghela napas panjang.

"Karena Kakak sudah menyadari kebohongan saya," sahut Pelita setelah beberapa lama kemudian. "Saya cuma minta satu hal sama Kakak." Gadis itu menatap Adhim tepat di mata elangnya, mata elang Adhim yang terlihat terluka, kemudian melanjutkan kalimatnya, "Tolong lupakan kejadian itu. Anggap semuanya nggak pernah terjadi. Dan saya, anggap Kak Adhim nggak pernah bertemu saya sebelumnya. Anggap ini pertemuan pertama saya dengan Kakak. Cuma itu yang saya mau."

Pelita lantas kembali menatap Adhim dengan tatapan nanarnya. Tanpa sadar, ia meneteskan setitik air mata dari sudut matanya kemudian dengan segera menghapusnya.

Adhim menghela napasnya yang terasa sesak. "Tolong hukum saya, Pelita," pintanya lagi. "Kamu bisa memasukkan saya ke penjara asal kamu memaafkan saya."

Pelita menggelengkan kepala. "Saya nggak mau melakukan itu," jawabnya. "Jujur, perbuatan Kakak memang nggak akan termaafkan bagi saya. Tapi saya hanya ingin melupakannya. Jadi saya mohon, Kakak juga mau melakukan hal yang sama. Jangan mengungkit atau membicarakan hal itu lagi. Dan setelah semua ini, saya nggak ingin bertemu Kakak."

"Pelita ...." Adhim mendesah sarat keputus asaan. "Kalau begitu tolong dengar penjelasan saya!" pintanya bersungguh-sungguh. "Malam itu, saya---"

"Hoek."

Belum selesai Adhim mengeluarkan kalimatnya, rasa mual Pelita tiba-tiba datang kembali, membuat Pelita merasa ingin muntah.

Gadis itu pun langsung memundurkan langkah sembari membekap mulutnya di depan Adhim.

Adhim yang melihat itu menghentikan ucapannya. Ia semakin memandang serius ke arah Pelita.

Pelita yang kembali menatap Adhim bisa melihat air muka Adhim yang seolah semakin pucat daripada sebelumnya, yaitu ketika Adhim berhadapan dengannya di depan bilik kamar mandi tadi saat Pelita keluar dari kamar mandi dan mendapati Adhim yang sudah berdiri di depannya.

"Pelita," ucap Adhim lirih hampir serupa bisikan. "Tolong jawab dengan jujur! Kamu ... tidak sedang hamil kan?" tanyanya penuh kekhawatiran.

Kedua manik hazel Pelita langsung melotot. "Enggak!" sahutnya melepas bekapannya di mulut sambil menggeleng. "Saya nggak hamil," tambahnya.

Adhim terus menatap wajah Pelita. Ia bisa melihat wajah cantik gadis itu yang tampak pucat seperti dirinya. Pelita pucat karena kondisi tubuhnya, dan Adhim yang semakin pucat karena melihat keadaan Pelita yang ada di depannya saat ini.

Jujur saja, semakin ke sini, Pelita sebenarnya takut apa yang ditanyakan Adhim barusan adalah benar. Sebab sampai sekarang, ia belum juga mendapatkan tamu datang bulannya sejak kejadian itu. Sudah lewat berminggu-minggu.

Dunia PelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang