Bab 23: Hamil? Tidak Mungkin!

1.2K 121 14
                                    

Seberkas cahaya mentari masuk lewat celah antargorden berwarna cokelat apartemen hunian Pelita. Di sofa ruang tengah, Arina duduk dengan kedua kaki bersila di atas sofa dengan jemari yang sibuk menebar cinta di Instagram.

Sedangkan Pelita, si pemilik apartemen, gadis itu tampak sibuk sendirian di dapur, berkutat dengan bahan-bahan makanan yang akan diolahnya untuk sarapan.

Hari ini hari Minggu. Pelita tidak memiliki jadwal apa pun seperti biasa. Gadis itu berencana menghabiskan weekend-nya dengan 'bermalas-malasan' di apartemen seharian.

Bersih-bersih ruangan, mencuci bajunya sendiri yang biasanya di-laundry, menanam bunga di balkon, mencoba resep baru, menonton film, fangirling, menulis, atau mungkin membaca ulang Supernova. Pelita ingin menghabiskan me time-nya.

Namun seperti sebelum-sebelumnya, tamu tak diundang berwujud gadis cerewet dengan rambut kecokelatan dan kulit eksotis berwarna sawo matang menggagalkan rencananya.

Pagi-pagi sekali, Arina datang menekan bel apartemennya saat Pelita baru selesai mandi. Gadis itu mengajak Pelita olahraga pagi berlari mengitari jalan, namun Pelita tolak dengan dalih malas.

Arina langsung mengerucutkan bibir merajuk. Pelita tidak terpengaruh namun tetap membiarkan temannya itu tinggal untuk sarapan. Pelita tahu, Arina belum makan.

"Minum dulu, Rin."

Pelita datang dari arah dapur dengan segelas es jeruk di tangannya. Ia mengangsurkan minuman itu pada Arina dan meletakkannya di atas meja.

"Ck. IG-an mulu! Bantuin buka gorden kan bisa." Pelita menggelengkan kepala melihat gorden ruang tengahnya yang masih tertutup padahal matahari di luar sudah semakin meninggi, berdecak menatap Arina kemudian menyingkap gordennya sendiri.

"He he he." Arina menurunkan ponsel di tangannya sambil menatap Pelita dengan cengiran di wajahnya. Gadis itu menurunkan kakinya dari atas sofa lantas mengikuti langkah Pelita yang kembali menuju dapur.

"Aku bantuin apa nih? Jadi nggak enak kan aku dateng numpang sarapan aja," kata Arina sambil terus mengekor dengan sebelah tangan menggaruk-garuk kepala.

Pelita merotasikan kedua bola mata dibuatnya. "Enggak usah. Kamu duduk di sana aja lagi. Banyak postingan IG yang butuh cinta dari kamu," ujarnya lantas tersenyum.

Arina mengerucutkan bibir. Meski Pelita tidak bermaksud menyindirnya, Arina merasa bersalah karena keberadaannya yang seolah tak berguna, tidak bisa apa-apa.

Gadis itu merasa ada bohlam yang menyala di atas kepalanya melihat sayur yang Pelita letakkan di atas baskom bening di atas meja dengan pisau kecil di sampingnya.

"Aku bantuin motong sayur aja ya kalau gitu," tawarnya.

Tanpa menunggu persetujuan Pelita, Arina langsung menarik kursi untuk duduk. Ia mengambil baskom berisi sayur-mayur itu dan mulai mengupas dan memotongnya dengan pisau kecil yang dilihatnya.

Pelita tersenyum simpul melihat itu dan kembali melanjutkan pekerjaannya lagi. Memasukkan beras yang sudah dicucinya ke dalam rice cooker kemudian menyalakannya. Ia tidak biasa sarapan dengan nasi, namun Arina pasti memerlukannya.

****

"Hoek hoek hoek."

Lagi-lagi Pelita memuntahkan isi perutnya yang hanya berupa cairan bening ketika sedang memasak. Gadis itu merasa mual saat ia mengocok telur untuk lapisan perkedel kentang yang tinggal digorengnya. Entah kenapa, bau amisnya terasa sangat menusuk di indra penciumannya tidak seperti biasa.

"Lit, kamu nggak pa-pa?" tanya Arina yang langsung mencegat Pelita di depan kamar mandi dapur sekeluarnya Pelita dari dalam setelah menguak pintunya.

"Hm. Nggak pa-pa." Pelita menganggukkan kepala. Gadis itu membawa langkahnya ke depan kompor listrik dan menyalakannya lagi, bersiap menggoreng perkedelnya.

Dunia PelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang