Bab 46: Suami-istri

1.6K 178 50
                                    

3183 kata
Selamat membaca
Minta tolong bantu koreksi typo ya jika ada ❤️

****

Keesokan paginya Pelita benar-benar diantarkan oleh Adhim ke kampus, menggunakan Jeep Wrangler putihnya yang tentu saja langsung mencuri banyak perhatian ketika Pelita turun dari dalamnya. Kebetulan di tempat parkir kampus sedang banyak teman-teman satu semester dan jurusan dengan perempuan cantik itu.

Pelita menghembuskan napasnya lalu mulai berjalan seolah tidak terjadi apa-apa, tanpa menoleh kepada Adhim yang sebelum turun tadi dicium oleh Pelita punggung tangannya.

Pelita sebenarnya tahu apa yang menyebabkan teman-temannya itu mematok atensi berlebih padanya melebihi yang biasa; sebab pagi tadi, Arina mengirimi Pelita pesan terusan berupa foto dirinya dan Adhim yang sedang bersama di supermarket ketika mereka berbelanja kemarin.

Arina juga mengirimi Pelita screenshot apa yang sedang digosipkan satu angkatan mengenai dirinya dan Adhim di grup lambe turah angkatannya, jadi Pelita tahu apa yang menyebabkan perhatian orang-orang itu tertuju ke arahnya.

Pelita adalah mahasiswa yang populer karena prestasi, paras cantik, dan pekerjaannya sebagai model yang hampir diketahui oleh semua orang. Tidak hanya di Fakultas Hukum, tapi di seluruh universitas. Tidak jarang Pelita menduduki salah satu dari tiga peraih IPK terbaik di jurusannya juga menjadi wajah kampus karena dirinya yang pernah menjadi duta kampus tahun lalu setelah menjadi duta fakultas di tahun sebelumnya.

Sedangkan Adhim, tanpa disadari Adhim sendiri, laki-laki itu juga cukup populer di jurusan dan fakultasnya karena parasnya yang tampan. Adhim yang pernah menjadi anggota salah satu ormawa eksternal kampus yang dikenal dan disegani mahasiswa pun menjadi semakin digilai perempuan karena sepak terjang yang laki-laki itu lakukan.

Adhim digadang-gadang hampir dijadikan ketua ormawa itu dahulu. Massa pendukungnya banyak. Namun, Adhim menolak karena laki-laki itu merasa ada orang lain yang lebih mampu daripada dirinya. Sebab di sisi lain, Adhim juga memiliki tanggungan di rumah singgah dan klub motornya.

Jadi, menemukan dua orang dengan paras luar biasa dan ketenaran di atas rata-rata tengah jalan bedua, tentu menjadi hal yang begitu menarik untuk diperbincangkan.

"Pelita."

Dari arah yang berbeda, Arina yang tampil dengan pakaian kasualnya menghampiri Pelita setelah melambaikan tangannya dari jauh. Pelita pun langsung mengulas senyum menyambut kedatangan temannya itu.

"Dianter Kak Adhim?"

"Hem." Pelita mengangguk.

Arina langsung mendekatkan diri dan berbisik, "Pantes di grup lambe turah makin rame."

Pelita tidak merespons apa-apa selain menghembuskan napasnya lalu melangkah bersama Arina menuju kelas.

"Gimana pindahan kamu? Ada yang perlu aku bantu nggak? Gimana rasanya tinggal berdua sama Kak Adhim di apartemennya? Boleh nggak kalau aku main ke sana?"

Pelita terus mengayunkan tungkainya. "Pindahan aku nggak gimana-gimana. Enggak perlu, Rin. Rasanya biasa aja. Kalau kamu mau main bisa tapi aku tanya Kak Adhim dulu, ya." Ia menjawab semua pertanyaan Arina tanpa terkecuali.

"Em ... oke." Masih sambil berjalan, Arina mengangguk. "Oh, ya, nanti kamu ada jadwal pemotretan, beneran kamu mau datang?" tanya Arina lagi teringat acara pemotretan Pelita.

"Iya." Pelita menjawab pendek.

"Kamu nggak mau istirahat dulu gitu, Lit? Kamu baru pulang dari rumah sakit dan habis bepergian jauh."

Dunia PelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang