Bab 29: Malaikat Tak Bersayap

1K 121 18
                                    

Nur Walis Pelita

Jika ditanya perasaan apa yang kumiliki pada Kak June, maka aku menyayanginya. Dia adalah orang luar pertama yang peduli padaku, sayang padaku, bahkan tulus mencintaiku. Kak June adalah malaikat tanpa sayapku. Dia pelindungku.

Saat kecil, sejak pindah ke Jakarta aku tidak memiliki teman. Rumah kami berdiri di kawasan elite dan tidak ada anak kecil lain yang kukenal di sekitar kompleks, sangat berbeda ketika kami masih tinggal di Yogyakarta, temanku sangat banyak dan ada di mana-mana.

Di Jakarta, Papa melarangku keluar dari rumah selain les dan sekolah. Hari-hariku kuhabiskan untuk bermain boneka dan masak-masakan di dalam rumah atau di taman bersama bibi, sebab kakakku sendiri, Kak Leon, dia tidak pernah mau jika kuajak bermain boneka. Sesekali aku juga bermain dengan Mama saat Mama tidak pergi ke butik atau toko bunganya.

Suatu hari, Kak Leon pulang bersama seorang temannya. Dan teman itu adalah Kak June. Hari itu baru beberapa minggu setelah kepindahan kami. Seorang anak kecil manis dengan senyum hangat.

Kak Leon dan dia sedang bermain bola hari itu. Sedangkan aku, aku sedang bermain boneka sendirian di sisi taman lainnya. Bibi yang biasa menemaniku tidak masuk kerja karena sakit.

Seperti anak laki-laki pada umumnya, keduanya bermain memperebutkan bola untuk ditendang. Di tengah-tengah permainan, bola berwarna hitam putih itu menggelinding ke arahku, Kak June yang kemudian datang menghampiriku.

"Maaf, bolanya nggak ngenain kamu kan?" Begitu katanya.

Aku mengangguk lalu menyerahkan bola yang ada di tanganku kepadanya.

Kak June menerimanya sambil tersenyum lebar. "Terima kasih."

Untuk meresponsnya aku kembali mengangguk lalu berbalik untuk bermain boneka lagi di atas rerumputan taman.

"Nama kamu siapa?" tanyanya, tiba-tiba dan membuatku terkejut.

Dia sudah berjongkok di sampingku dengan bola hitam putih bermotif segi lima itu yang masih berada di tangannya.

Aku mendongak dan menatap bingung ke arahnya. Namun, Kak June malah tersenyum semakin lebar ke arahku.

"Namaku June," katanya sambil mengulurkan tangan. Dia sempat mengusapkan telapak tangan kanannya itu ke kaus kuning yang dikenakannya sebelumnya.

Aku kembali menatap bingung ke arah tangan dan wajahnya. Saat berjongkok, Kak June tetap terlihat sangat tinggi dariku. Karena tentu saja, dia anak laki-laki dan ada tiga-empat tahun rentang usia terpaut di antara kami.

Aku dibuat kembali terkejut saat dia meraih dan menjabat tanganku.

"Kamu adiknya Leon kan? Nama kamu siapa?" ucapnya kembali mempertanyakan nama.

"Pelita."

Aku memperkenalkan namaku pada akhirnya.

"Nama yang bagus." Dia kembali tersenyum. "Salam kenal ya, Pelita. Nice to meet you. You're so beautifull."

Aku hanya diam.

Kak June terus tersenyum lebar sampai Kak Leon meneriakinya dari kejauhan.

"Kamu ngapain sama adikku, June? Ayo ke sini bawa bolanya! Kita main lagi."

"Iyaa!" Kak June ikut berteriak untuk menyahutinya. "Aku pergi dulu ya, Pelita?! Nanti kapan-kapan kita main lagi," katanya kembali tersenyum hangat lalu berdiri kemudian berlari pelan menghampiri Kak Leon.

Sebentar, keduanya kemudian sudah bermain bola lagi seperti sebelumnya.

Hari itu aku tidak mengerti apa-apa, terlebih, kata-katanya yang mengatakan jika ia akan bermain denganku lagi lain kali. Namun, pada hari-hari berikutnya, Kak June selalu datang.

Dunia PelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang