Bab 73: Saudara

1.7K 117 14
                                    

Dunia Pelita update. Maaf kemarin malam (27) ketiduran gaes 😭😭😭 Baru bisa update sekarang deh 🥹

Selamat sahur! Happy reading~

****

Setelah melaporkan penculikan Pelita ke kantor polisi, Adhim dan Aldo memutuskan mencari tempat penginapan di Karawang. Mereka memutuskan menginap semalam di sebuah hotel yang ada di kota itu sembari memikirkan langkah yang harus mereka lakukan selanjutnya.

Mereka memesan satu kamar untuk berdua. Mengingat kondisi Adhim, Aldo tidak tega jika harus membiarkan Adhim tidur sendirian.

Jam menunjukkan pukul 23.17 WIB. Aldo pamit keluar untuk mencari makan malam untuk dirinya dan Adhim.

Ketika Aldo kembali, laki-laki berambut cepak itu mendapati Adhim yang terisak di atas hamparan sajadah dalam doanya. Aldo paham Adhim pasti sangat terluka dan cemas akan keadaan Pelita.

Aldo menunda melangkahkan tungkainya benar-benar masuk ke dalam kamar itu apalagi membuat suara agar tidak mengganggu Adhim. Ia tetap bergeming di pintu sampai Adhim sendiri yang menyadari keberadaannya.

"Do?" Laki-laki berambut gondrong itu tampak sedikit terkejut dengan presensi Aldo begitu Adhim selesai berdoa dan usai meraup wajahnya yang sempat basah oleh air mata dengan kedua tangan. Adhim baru menyadari keberadaan Aldo ketika bangkit untuk melipat sajadah yang baru ia gunakan.

"He he, Bang," sapa Aldo. "Gue bawa makanan," lanjutnya menunjukkan keresek hitam berukuran sedang berisi makanan di tangan kanannya.

Adhim tersenyum kecil dibuatnya. "Iya." Laki-laki itu menyimpan sajadahnya lalu mengajak Aldo duduk di sepasang kursi yang ada di kamar berukuran 4 x 6 meter itu. Duduk saling berhadapan dengan sebuah meja kayu persegi sebagai pembatas sekaligus tempat Aldo meletakkan makanan yang dibelinya.

"Gue beliin nasi padang, Bang. Gue tahu, belakangan kalau malem lo suka makan ini. Meski mungkin lagi nggak selera, lo harus makan, ya! Gue effort lho keluar hotel malem-malem cuma buat nyari nasi padang ini," tutur Aldo jenaka.

"Hm. Iya, Do. Makasih," balas Adhim berusaha tersenyum.

Setelah berdoa, keduanya pun mulai menyantap makan malamnya yang sebenarnya sudah terlalu malam untuk ukuran normalnya sebuah makan malam.

"Pelita suka banget ikan lele yang digoreng garing begini," lirih Adhim di sela-sela makannya.

Aldo pun langsung diam menghentikan acara mengunyahnya. Ia melihat wajah sendu Adhim yang tertunduk menatap kertas minyak berisi nasi padang dengan lauk utama ikan lele goreng di hadapannya. Aldo seperti itu selama beberapa lama sampai Adhim melanjutkan makannya dan Aldo pun mengikutinya.

"Makasih, Do. Lo udah mau selalu gue repotin kayak gini," gumam Adhim saat ia dan Aldo mencuci tangan selesai makan malam.

"Lo ngomong apa, Bang?" respons Aldo setelah mengeringkan tangannya yang baru dicuci dengan mesin pengering. "Lo nggak ngerepotin gue sama sekali," lanjutnya.

Adhim mengulas senyum kecil dibuatnya. Senyuman yang tampak begitu tulus meski tidak bisa terlihat cerah seperti biasanya lantaran merekah di wajah rupawan yang kini tampak lelah dan kuyu.

"Pokoknya makasih," ucap Adhim lagi masih dengan senyumnya. "Oh ya, lo ada rokok nggak?" kemudian tanyanya.

"Hah?" Aldo langsung terkejut mendengar pertanyaan Adhim yang tiba-tiba. "Ada, di kantong jaket gue. Ada apa, Bang?" Ia menatap Adhim penuh penasaran.

"Gue minta satu," jawab Adhim lalu beranjak dari area wastafel cuci tangan kamar mandi hotel.

"Eh?!" Aldo benar-benar kaget. "Lo ngerokok, Bang?" tanyanya mengikuti Adhim yang kini sedang mencari rokok Aldo di saku jaketnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dunia PelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang