Jennie kehilangan handphone-nya, kehilangan nomor whatshaap kekasihnya. Sungguh dia merindukan pria itu. Sedang apa, ya, dia? Apakah masih kerja? Atau masih molor? Apakah sudah sarapan?
Kursi di sampingnya berderit, pertanda sang pemilik kursi telah tiba. Jennie menoleh dan mendapati Nana meletakkan tas ranselnya.
Nana yang ia tunggu-tunggu akhirnya datang juga.
"Na ...."
Nana yang baru mendaratkan bokong di kursi langsung menoleh dan tersenyum. Calon kakak ipar nih. "Iya, ada apa?" tanyanya.
Jennie menggaruk leher belakang, dia menoleh kanan dan kiri kemudian berkata, "Kang Lee, masih jadi ojol? Kok gue enggak liat lo diojek sama dia? Tumben amat."
Nana menghela napas, dia tersenyum tipis. "Hmm, dia ke luar kota."
Jennie mengernyitkan dahi. Kenapa Dadang tidak berpamitan padanya dulu? Sebenarnya Dadang menganggapnya apa? Dia mendesah kecewa, gadis itu merosotkan bahu lesu.
"Kenapa enggak pamitan sama gue dulu? Emang dia enggak sayang sama gue apa?" gumam Jennie.
Nana terkekeh. "Dia udah pamitan sama kamu."
Jennie berdecak. "Masa'? Kapan? Seinget gue, dia enggak ada datengin gue gitu ... kecuali di mimpi."
Nana terkekeh lagi, Jennie menatapnya heran, perasaan adik-kakak ini hobinya terkekeh saja. "Kamu enggak tau atau enggak sadar? Hmm, sebenarnya saya cuma dikasih tahu sedikit kejadian itu."
Nampaknya perkataan Nana serius. Jennie menatapnya malas. "Kejadian apa?"
"Dia masuk ke kamar kamu kok."
Jennie melotot. Seketika ia teringat mimpinya semalam yang ... itu. "Jangan ngadi-ngadi! Gimana caranya dia masuk? Kan penjaga bokap gue banyak di bawah," katanya dengan ekspresi gugup.
Nana mengernyitkan dahi. "Akang, kan, pintar menyelinap. Dia bilang dia manjat ke balkon kamar kamu dan di sana bunda kamu ngizinin masuk."
Jennie mulai merasa kedua pipinya memanas, dia berkedip speecless. Jadi, apakah mimpinya itu bukanlah mimpi melainkan kenyataan?
"Jen? Kamu enggak pa-pa?" Nana mengguncang bahunya sedikit membuat Jennie tersadar dari lamunannya.
Jennie menyengir untuk menutupi kegugupan, kemudian terkekeh. "Ah, becanda lo enggak lucu." Bukannya dia tidak percaya melainkan takut ketahuan salah tingkah saja. Lagipula rasa mimpinya memang nyata.
Nana mengernyitkan dahi kemudian menggidikkan bahu. Ketika sadar akan satu hal, dia melirik Jennie yang mengeluarkan buku, kemudian Nana tersenyum.
Jadi, apakah Dadang sudah memberikan kesan manis pada Jennie, sehingga membuatnya salah tingkah begini? Nana tidak tahu secara lengkap kejadian sang kakak berpamitan, kata kakaknya, rahasia.
"Na, lo punya nomor WA-nya, Kang Lee, enggak?"
Nana mengangkat kedua alis. "Hmm, punya dong. Kenapa?"
Jennie menggaruk leher belakang yang tak gatal. "Minta dong. Hape gue baru soalnya. Bukan pamer! Hape gue yang lama hancur."
Nana terkekeh. Mengambil selembar kertas dan juga pulpen, dia menulis sederet angka. Setelah selesai dia memberikan pada Jennie.
"Makasih."
"Sama-sama."
***
"Ah, di sini lo ternyata."
Jennie mengangkat wajah, menoleh ke pintu dan mendapati Rayan menghampirinya. Gadis itu menenggelamkan wajah lagi.
"Ngapain lo nyariin gue?" tanya Jennie ketika Rayan duduk di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aplikasi Cinta ( Other ) ✔✔
MizahTAMAT _Follow akun ini dulu_ "Kang? Apa kamu sanggup?" "Kenapa enggak?" "Hubungan kita enggak direstui ...." "Cinta perlu perjuangan. Itulah tantangannya agar cinta kita lebih berasa, Jennie Dinawanti." *** Aplikasi inilah yang menyatukan cinta mere...