Salah satu pintu mobil berwarna hitam yang terparkir di gedung hotel itu terbuka, perempuan yang berada di dalamnya menoleh ke sumber suara.
Pria itu bergegas mengisi kursi depan kemudi, menoleh ke perempuan yang di sampingnya sekilas lalu menghidupkan mesin mobil.
"Mudah, kan?" tanya perempuan itu.
Pria itu terkekeh, dia mulai mengeluarkan mobil dari parkiran lalu melaju pelan. "Mudah banget. Cewek itu bodoh banget, ck, murahan lagi."
Perempuan di sampingnya ikut terkekeh. "Jangan lupa buat terima kasih sama gue, Kak."
"Tenang aja. Apa yang lo mau. Gue beliin."
Perempuan itu berdecak. "Yang gue mau ini enggak bisa dibeli."
"Ohya? Jadi lo mau apa?"
Perempuan itu tersenyum smirk. "Gue mau Rayan."
"Kalo Rayan enggak mau sama lo? Gimana?" Pria itu tersenyum menantang membuat perempuan di sampingnya memutar bola mata malas.
"Ya, paksa dong! Lagian, ya, kita tuh udah gagal bunuh Jennie! Gue mau Rayan, gue enggak mau yang lain." Perempuan itu merengek.
"Ck! Susah, Cla. Mending yang lain deh. Lagian bisa jadi dia ngelaporin kita, apalagi, ya, sekarang Jennie punya banyak mata-mata." Ada raut kesal di wajah pria itu.
"Argh! Kenapa, sih? Harus gagal terus! Gagal, gagal, gagal dan gagal aja!" pekik perempuan itu dengan napas memburu.
"Tenang aja. Rencana kita pasti berhasil. Pake nama samaran, besok kita liat apa yang akan terjadi sama mantan pacar gue." Pria itu tersenyum simpul membayangkan bagaimana rencananya akan berjalan lancar seperti yang ia mau.
***
Suara pintu kamar mandi tidak menggoyahkan pandangan seorang cowok yang duduk di tepi ranjang itu. Perempuan yang baru keluar dari kamar mandi itu mengernyitkan dahi.
"Lo enggak mandi?" Perempuan itu menyentuh pundak cowok itu yang kini telah berpakaian lengkap. Cowok itu mendongak, mendapati wajah babyface milik perempuan tersebut membuatnya tak kuasa untuk berkedip.
Perempuan itu mengernyitkan dahi lebih dalam. "Woy!" sapanya dengan suara sedikit meninggi membuat cowok itu tersadar dari lamunannya.
Cowok itu menyengir. "Lo makin cantik aja, Azra."
Perempuan yang disapa Azra itu mengangkat sebelah alis kemudian mulai menampakkan raut sedihnya. Dia menunduk, tangannya yang semula betengger di bahu cowok itu seketika terurai. Hal itu membuat cowok itu terkejut.
"Eh, kenapa lo? Gue salah ngomong, ya?" tanya cowok itu cemas. Dia berdiri hendak memeluk Azra, tetapi Azra malah menjauh.
Azra menyilangkan kedua tangan di depan dada, memeluk dirinya sendiri. "Jangan deketin gue kalo lo enggak mau tanggung jawab! Biar nanti kalo gue hamil gue urus anak gue sendiri ... gue pasti bisa." Setelahnya ia terisak.
Cowok itu menjadi tidak tega. Ia menelan saliva, menghela napas pasrah kemudian memejamkan mata sejenak. "Gue bukan cowok berengsek. Walaupun gue enggak ngerasa ngelakuin apa pun sama lo, tapi dengan semua bukti ini dan gue udah terjebak gue bakal tanggung jawab."
Azra mendongak dengan mata berair yang mulai membasahi pipi. Dia menatap manik mata coklat cowok itu dengan lekat. "Serius? Lo lagi enggak becanda, kan, Za?"
Cowok itu mengernyitkan dahi. "Lo yang minta tanggung jawab, kan?" Dia mendekat kemudian meraih pinggang Azra, menarik perempuan itu ke dekapannya, lalu meletakkan dagu di bahu kirinya. "Gue bakal lamar lo habis ini."
Azra sempat terkejut dengan kelakuan cowok itu, dia berkedip kemudian membalas pelukan cowok itu. "Gue percaya sama lo Za dan jangan buat gue kecewa."
Cowok itu tahu risiko melamar secara tiba-tiba ini, apalagi dirinya masih berstatus pelajar SMA. Bagaimana ia menjelaskan pada keluarganya? Terutama Fatimah. Pasti bundanya itu akan sangat kecewa padanya.
Tidak apa, dia akan menanggung apa pun risikonya, dia tidak punya bukti belaan, semua sudah terlanjur. Ikuti saja alur hidupnya ini, akan ada saatnya semua terbongkar.
Tok! Tok! Tok!
Dua insan yang sedang berpelukan itu menoleh ke pintu yang baru saja diketuk seseorang. Mereka saling pandang, seolah bertanya-tanya siapa yang mengetuk?
"Biar gue aja yang buka," kata Azra saat cowok itu hendak melepaskan pelukan.
"Yaudah sana! Buruan!" Dengan pelan cowok itu mendorong bahu kanan Azra, hal itu membuat Azra mendengus kesal.
"Dari awal kita pacaran sampe jadi mantan dan sekarang, lo sama aja ngeselin!" dumel Azra seraya berjalan mendekati pintu.
Saat ia membuka pintu, raut cemas dan amarah seorang cowok yang merupakan bagian keluarganyalah yang muncul. Dia terkejut.
"Kak Rayan?"
Cowok itu mengangkat sebelah alis mengintip di balik tubuh Azra dan mendapati seorang cowok yang asik rebahan. Cowok itu menatap Azra dengan penuh tanda tanya. "Katanya lo diculik? Kok selamat?" tanyanya.
Azra melotot, menghentakkan kaki kesal. "Terus? Kakak, berharap gue enggak selamat gitu?"
Rayan menyengir. "Jujur, sih, iya."
Seketika Azra langsung murka hal itu membuat Rayan buru-buru meralat kalimatnya. "Bu--bukan gitu maksudnya, Az. Biasanya kalo diculik pasti penculiknya bakal nyembunyiin lo di mana gitu kek, makannya gue heran. Katanya lo diculik, tapi kok yang buka pintu lo bukan penculiknya?"
Azra berkedip kaget. Ah, sial! Dia lupa soal itu, lalu sekarang bagaimana cara menjelaskannya?
"Apa cowok itu penculiknya?" tanya Rayan membuat Azra menoleh ke belakang. "Siapa dia? Lo kenal?"
Azra menelan saliva. "Emm, sebenarnya gue cuma ngerjain lo," dustanya, sungguh dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya, itu terlalu berbelit-belit.
Rayan menyipitkan mata. "Lo habis ngapain sama dia?" tanyanya dengan nada serius dan penuh curiga.
Azra menunduk, Rayan menerobos masuk lalu berjalan menghampiri cowok yang rebahan membelakanginya dengan ditutupi selimut. Azra berlari kecil mengejar Rayan walau ia masih merasakan sakit di area kewanitaannya.
"Kita enggak ngelakuin apa--apa-apa kok, Kak," jawab Azra setengah gugup.
Rayan tidak percaya. "Lo pergi hampir seharian, di hotel sama cowok cuma berduaan, tapi ngaku enggak ngapa-ngapain?"
Azra menunduk lagi, dia tidak dapat mengelak. "Maaf," cicitnya.
Rayan menyibak selimut yang menutupi tubuh cowok itu hingga membuat cowok itu menoleh dengan wajah terkejut.
Rayan membolakan mata, ia sungguh tidak menyangka. "Reza?"
***
Sorry bet baru up:'' semoga suka sama part ini. Ikuti terus alurnya ....
Lopyu 👀
KAMU SEDANG MEMBACA
Aplikasi Cinta ( Other ) ✔✔
HumorTAMAT _Follow akun ini dulu_ "Kang? Apa kamu sanggup?" "Kenapa enggak?" "Hubungan kita enggak direstui ...." "Cinta perlu perjuangan. Itulah tantangannya agar cinta kita lebih berasa, Jennie Dinawanti." *** Aplikasi inilah yang menyatukan cinta mere...