"Ray, adik kamu mana?"
Rayan yang sedang serius membaca buku hanya membalas dengan gumaman pertanyaan ibu tirinya.
"Ck. Kalo ibu nanya tuh dijawab!" tegur wanita itu dengan kesal.
"Enggak tahu, Bu. Lagian tuh anak kagak pernah bilang-bilang kalo mau main. Anak gadis keluyuran."
"Kamu nih! Harusnya kamu awasi dia dong, nanti kalo terjadi apa-apa sama adik kamu gimana?" Ibunya tampak risau, raut khawatir begitu dominan menguasainya.
Rayan meletakkan buku, menyambar kunci mobil dan segera berlalu dari hadapan ibu tirinya. Entah ke mana lagi adiknya itu pergi, ck, menyusahkan.
"Cari sampai ketemu! Kalo belum ketemu, jangan pulang!" teriak ibunya yang hanya dibalas anggukan oleh Rayan.
"Dasar nyusahin, ck, ck," gumam Rayan seraya bergegas menuruni anak tangga. Ini yang tidak ia suka, adik tirinya selalu berbuat ulah, sebelum dijemput ia akan pulang larut malam, jika ditegur akan tersinggung dan berakhir mengancam akan bunuh diri.
Adik tirinya begitu manja, labil, keras kepala, baperan dan melakukan sesukanya. Gadis itu juga sudah menjadi buah bibir di kompleks mereka.
***
"Kamu mau tanggung jawab, kan, By?"
Pria dengan badan kekar itu tersenyum smirk, menoleh ke belakang, tepatnya pada seorang perempuan yang duduk bertutupi selimut sampai sedada itu. Dia berjalan mendekat, perempuan itu mengernyitkan dahi.
"Memangnya kamu hamil?" tanya pria itu setelah duduk di samping perempuan itu.
Perempuan itu menunduk, menatap pada tubuh polosnya, kemudian menatap pada bercak merah di tengah-tengah ranjang lalu menatap pria jakun di sampingnya. "Kita udah ngelakuin itu dan enggak sebentar, By."
Lelaki itu tersenyum, tangan kanannya terulur untuk mengelus pipi perempuannya. "Kamu jangan khawatir. Walau bukan aku yang tanggung jawab, tetapi kamu pasti mendapatkan keadilan."
Perempuan itu mengernyitkan dahi lebih dalam. "Bukan kamu yang tanggung jawab? Lalu siapa?" Suaranya serak, mati-matian ia menahan isak tangis walau matanya telah berkaca-kaca.
"Sssst! Jangan nangis dong, By, nanti cantiknya ilang loh." Pria itu mengelus pipi perempuannya dengan lembut, tetapi hanya berlaku sebentar karena tangannya malah ditepis oleh perempuan itu.
"Jawab aku, By! Siapa?" Apa maksudnya? Bukankah dia yang melakukan itu bersamanya? Kenapa malah orang lain yang akan tanggung jawab?
Pria itu terkekeh. "Orang suruhan aku bakal membawanya ke sini." Dia bangkit, hendak pergi, tetapi tangannya dicekal oleh perempuan itu hingga membuat dirinya menatap perempuan itu.
"Mau ke mana? Bagaimana kalo kamu bohongin aku? Bagaimana kalo ternyata kamu cuma manfaatin aku? Mana janji kamu yang katanya mau bahagia sama aku? Mana?" cerca perempuan itu, kini dengan air mata yang mengalir dan jatuh membasahi pipi.
Pria itu melepaskan cekalan itu secara perlahan. "Dengerin aku baik-baik." Dia menangkup kedua pipi perempuan itu kemudian menatapnya dengan tegas. "Bukan aku yang tanggung jawab, tapi orang lain."
"Kenapa begitu?" Suara perempuan itu agak meninggi.
"Karena aku tidak mampu--"
"Tidak mampu apanya?" potong perempuan itu yang kini mulai terisak. Dia begitu kecewa.
"Sayang, hei, dengerin dulu. Kamu tahu usaha papa aku bangkrut, kan? Kamu juga tahu aku baru aja kehilangan mama? Kalau kamu mau menunggu sampai lima tahun ke depan, tidak masalah, tapi kalau mau sekarang juga, aku bawa pria lain yang lebih mampu."
"Enggak bisa! Siapa yang mau sama aku yang kesuciannya udah direnggut? Siapa?"
"Aku punya cara. Sangat bisa. Kamu hanya bersandiwara supaya caranya berhasil."
"Aku kurang apa? Aku udah kasih semuanya ke kamu! Harta! Bahkan tahta! Juga dua kali kita udah ngelakuin itu bulan ini!" Perempuan itu menghempaskan kedua tangan pria itu dari pipinya.
"Sudah aku bilang. Aku tidak mampu, aku belum siap. Bakal ada orang lain yang menggantikan posisiku nanti. Maaf." Pria itu bangkit dan bergegas menjauh dari sana, mengabaikan teriakan pilu dari perempuan itu.
"Bang*at lo, Raden! Si*lan!"
Pria itu merasa ditikam ribuan pisau di hatinya saat perempuan itu mengumpatinya. Sungguh bukan hanya dirinya yang salah di sini.
Saat pria itu menghilang dan suara detuman pintu pelan yang tertutup terdengar, perempuan itu mengambil handphone-nya di atas nakas lalu menghubungi seseorang.
"Kak! Kak! Tolongin, gue, Kak Ray ... gue diculik! Tolong!"
***
Matanya perlahan membuka, nyeri di kepalanya masih terasa bahkan seluruh tubuhnya terasa kaku. Dahinya mengernyit dalam saat mendengar isak tangis seorang perempuan di sebelahnya.
Remaja laki-laki itu perlahan mengubah posisi yang awalnya berbaring menjadi terduduk. Dia menoleh, seketika ia terkejut sampai hampir terjungkal ke belakang melihat sosok di sampingnya yang kini meringkuk dengan keadaan kacau.
Remaja laki-laki itu tampak syok saat dilihatnya, ia tidak memakai sehelai benang pun, tubuhnya polos. Dia panik saat menyadari perempuan itu juga sepertinya tidak memakai pakaian.
"Siapa lo?" Remaja laki-laki itu menarik selimut sampai menutupi dadanya. "Lo p*rkosa gue, ya?" tuduhnya dengan suara sedikit membentak.
Perempuan itu mengangkat wajah, menoleh menghadap remaja laki-laki itu dengan isak tangis yang masih memilu. "Lo yang ... p*rkosa gue ...," lirihnya.
Remaja laki-laki itu menganga tidak menyangka saat mengenali wajah perempuan itu. "Nj*r, mantan gue."
Bagaimana bisa ia melakukan hal bejat semacam itu? Bahkan ia tidak ingat kapan melakukannya? Terakhir ia ingat, kakaknya menelepon dan sebelum ia dapat membalas, pelipisnya dipukul sampai ia tak sadarkan diri.
Perempuan itu mengalihkan pandangan. "Lo ... harus nikahin gue secepatnya!" Isakannya telah mereda kini tinggal sesenggukan.
"Ha? Enggak! Gue aja enggak ngerasa ngelakuin! Bahkan gue enggak inget sama sekali, enggak usah ngadi-ngadi lo!" Remaja laki-laki itu kaget bukan kepalang.
"Ngadi-ngadi?" Perempuan itu menoleh dengan senyum getir. "Terus semua ini apa?" Dia mengangkat salah satu tangan untuk mengode yang sedang terjadi dengan penampilannya.
"Tapi gue eng--"
"Berengs*k! Lo mau enaknya aja, ya? Habis itu lo tinggalin! S*alan lo memang!"
Remaja laki-laki itu mengernyitkan dahi, menggeleng tidak percaya, dia menampar kedua pipi secara bergantian. Rasanya sakit, ternyata ini bukan mimpi belaka.
"Kalo gue ngelakuin, kenapa gue enggak inget? Terus, sejak kapan gue di sini? Apa jangan-jangan gue diculik habis itu diminumin obat perangsang dan berakhir dengan menjebak gue ke dalam masalah beginian?"
"Intinya lo p*rkosa gue dan harus nikahin gue secepatnya!" Perempuan itu beranjak dari tempat tidur dan memunguti pakaiannya kemudian mengenakannya bahkan mengabaikan mata remaja laki-laki itu yang membola dan bahkan mengabaikan ekspresinya yang menegang.
"Lah, anj*r! Enggak malu lo telanj*ng depan gue?"
Perempuan itu menoleh sinis. "Enggak malu lo p*rkosa mantan yang udah lo hina dulu karena gue matre?"
***
Idenya ngalir deres banget, avv >< Jangan lupa vote + komen + share kalau menarik, ya ....
Tertanda author yang comel ><
Lopyu:>
KAMU SEDANG MEMBACA
Aplikasi Cinta ( Other ) ✔✔
HumorTAMAT _Follow akun ini dulu_ "Kang? Apa kamu sanggup?" "Kenapa enggak?" "Hubungan kita enggak direstui ...." "Cinta perlu perjuangan. Itulah tantangannya agar cinta kita lebih berasa, Jennie Dinawanti." *** Aplikasi inilah yang menyatukan cinta mere...