"Ray, kita harus bicara serius!"
Rayan mengernyitkan dahi, melirik ke pergelangan tangan kanannya yang dicekal oleh gadis di depannya. "Ha?"
Gadis itu menoleh ke kanan dan kiri kemudian menarik Rayan. Cowok itu terkejut, tetapi ia tidak mengelak, ia ingin tahu apa yang ingin dilakukan oleh gadis ini.
Beberapa menit kemudian, mereka sampai di taman. Gadis itu membawa Rayan ke bawah pohon rindang di sana.
"Mau ngomong apa, sih? Sampe-sampe lo bawa gue nyumput begini?" tanya Rayan heran.
Gadis itu menatap Rayan dengan serius. "Karena saya mau, perbimcangan ini tidak ada yang boleh mengetahuinya selain kita!"
Rayan berdecak. "Iya-iya, jadi? Lo mau ngomong apa?" Kedua alisnya terangkat, dia sedikit menunduk menatap gadis ini.
"Tolong jauhin, Jennie!"
Rayan mengernyitkan dahi. "Maksud lo apa? Dia tunangan gue!" Lantas dia menghentakkan tangan sampai cekalan gadis itu terlepas.
"Calon," ralat gadis itu dengan wajah datar.
"Iya, calon tunanga--tapi bentar lagi kami mau tunangan! Sama aja."
Gadis itu mendesah, wajahnya kembali serius. "Saya mohon jauhi, Jennie. Dia bukan ditakdirkan buatmu!"
Rayan mengangkat satu alis. "Bukan ditakdirkan buat gue? Sotoy lo!"
"Saya serius! Nanti kamu kecewa, apa kamu mau?"
Rayan menghela napas. "Mau lo itu apa, sih?"
"Saya mau kamu jauhi dia!"
"Kalo gue enggak mau gimana?" Rayan tersenyum miring.
"Saya akan paksa kamu sampai mau!"
"Buset dah! Ngapa, sih? Lo suka sama gue? Lo iri sama, Jennie, yang bakalan nikah sama gue? Ngaku deh lo!" Rayan memandang gadis itu dari atas sampai bawah.
Bisa disimpulkan gadis ini bukanlah gadis biasa, maksudnya, gadis ini berbeda, dia anggun dan lumayan cantik. Tipe Rayan! Eh, tapi tunggu ... ingat amanah, dia harus memilih Jennie walaupun ada perempuan lain yang merupakan tipe-nya.
Gadis itu mendesah keras. "Kalo memang kamu enggak mau jauhin, setidaknya batalkan pertunangan kalian."
"Ha? Atas dasar apa lo nyuruh-nyuruh seenaknya?"
"Saya memang bukan siapa-siapa kamu bahkan penggemar atau menyukaimu, tapi saya ingin membantu kamu."
"Gue enggak butuh bantuan lo!"
Gadis itu meraih tangan kanan Rayan lalu menggenggamnya, tatapannya mengisyaratkan bahwa ia memohon pada Rayan. "Please ...."
Rayan terdiam. Astaga, tatapannya begitu menenangkan, bahkan dapat membuat detak jantungnya tak normal. Ck, sialan! Lagi-lagi ia tergoda dengan gadis ini.
Rayan menarik tangan hingga genggamannya terlepas. "Enggak. Gue enggak bisa!" Dia mengalihkan pandangan.
"Kenap--"
"Karena ini wasiat ibu gue!"
Gadis itu terdiam. Rayan menatapnya tajam.
"Ibu kamu sudah meninggal?" tanya gadis itu heran.
"Iya! Ibu kandung gue meninggal waktu gue umur sepuluh tahun! Jujur aja, gue enggak mau dijodohin kek gini sama, Jennie, gue enggak ada niatan sama sekali buat nikahin dia, tapi karena gue inget wasiat ibu gue, gue enggak bisa lakuin apa pun."
Gadis itu menunduk sebentar kemudian mendongak. "Sesayang itu kamu sama ibu kamu, sampai-sampai kamu rela mengorbankan perasaan kamu?"
Rayan memejamkan mata sejenak. "Gue sayang dan cinta ibu gue lebih dari apa pun. Gue bakal ngorbanin apa pun demi almarhum. Bahkan kalo aja ibu gue enggak nyuruh gue tetep hidup dan menjaga, Jennie, gue pasti udah ikut ke alam sana."
"Ibu kamu cuma nyuruh jagainkan? Lalu kenapa kamu mau nikahin, Jennie?"
Rayan meremas bahu kanan cewek itu. "Apa ada cara lain biar gue bisa jagain dia?"
Cewek itu terdiam. Rayan tersenyum pedih, kemudian dia berkata, "Lo aja enggak tahu caranya, kan? Jadi enggak usah ngatur-ngatur!"
Rayan mendorong bahu gadis itu pelan hingga membuat gadis itu sedikit tersentak ke belakang. "Ohya, satu lagi ... lebih baik lo yang jauhin gue atau lo bakal tahu akibatnya."
Rayan pergi dari sana dengan perasaan campur aduk. Sialan, wajah gadis itu mirip almarhum ibunya.
Sedangkan di balik pohon itu, seorang gadis lain menguping sedari awal, dia keluar dari persembunyian dan menghampiri gadis yang kini berdiri mematung.
"Nana? Kok lo ada di sini?"
Gadis itu terkejut, dia segera menoleh dan mendapati Netra berdiri. "Em, saya ... cuma cari angin." Sejak kapan Netra di sana?
Netra memegang salah satu bahu Nana. "Gue denger semuanya." Kemudian dia berbalik hendak pergi dari sana, tapi tanggannya dicekal oleh Nana. Dia berbalik kembali seraya mengernyitkan dahi.
"Apa saya bisa minta tolong?" tanya Nana.
Netra tersenyum. "Apa?"
"Tolong bantu saya bikin, Rayan, jatuh cinta sama saya. Gimana?"
Netra menimbang-nimbang. "Hm, kalo gue bantu ... gue dapet apa?"
"Harta?"
Netra berdecak. "Harta apa nih?"
"Uang?"
"Bosen."
"Kamu maunya apa?"
Netra tersenyum smirk. "Gue mau lo bantu gue kerja, gimana?"
Nana mengernyitkan dahi. "Pekerjaan apa?"
"Ada deh. Nanti sore gue ajak lo kerja langsung, tapi gue bakal bantu lo kok. Gimana?"
Nana menimbang-nimbang. "Maaf, tapi ...."
"Lo mau gue bantu enggak?"
Nana mengembuskan napas. "Mau ...."
"Yaudah setujuin."
"Tapi ... saya harus tahu dulu pekerjaannya apa."
"Mau tahu? Ikut gue nanti sore. Kita ketemuan di taman kanak-kanak Bungasari."
"Eng ..." Nana tampak ragu menyetujuinya.
"Ah, kebanyakan mikir lo. Tinggal jawab iya atau enggak aja ribet!"
"Iya, saya ikut."
Netra tersenyum smirk.
***
Jennie merebahkan diri di kasur, hendak melepas penat setelah bertempur di sekolah tadi. Eh, tapi tunggu dulu. Jennie mengambil handphone barunya di atas kasur, tepatnya di bawah kaki kemudian menyalin sederet angka di kertas yang diberikan oleh Nana tadi.
Setelah selesai ia menghubungi nomor tersebut.
Namun, dari panggilan pertama sampai panggilan keenam tidak diangkat juga. Jennie berpikir positive, mungkin Dadang sedang sibuk mengurus pekerjaannya.
Ya, Jennie sudah tahu perihal Dadang pergi ke luar kota. Jennie juga tahu jadwal kerja dan seharusnya sekarang kekasihnya itu sedang istirahat, tetapi kenapa tidak diangkat?
Ah, mungkin Dadang pikir nomornya ini nomor orang asing, jadi ia tidak tahu dan tidak mengangkatnya? Hm, bisa saja.
Jennie membuka whatshaap dan mengirim pesan pada Dadang di sana. Semoga saja kekasihnya itu cepat membukanya.
***
Gimana? Semoga suka:*
Jangan lupa vote + komen + share, ya, kalau menarik^^
Lopyu😹✊
KAMU SEDANG MEMBACA
Aplikasi Cinta ( Other ) ✔✔
HumorTAMAT _Follow akun ini dulu_ "Kang? Apa kamu sanggup?" "Kenapa enggak?" "Hubungan kita enggak direstui ...." "Cinta perlu perjuangan. Itulah tantangannya agar cinta kita lebih berasa, Jennie Dinawanti." *** Aplikasi inilah yang menyatukan cinta mere...