Bab 9 - Papa Posesif

9 4 0
                                    

Jangan lupa vote dan komennya, ditunggu❤ yaudahlah, happy reading:v

***

"Jennie!"

Teriakan Gibran dapat menembus kaca hingga sampai ke telinga Jennie yang sedang makan itu.

Jennie mendengkus. Baru saja dia makan satu suap, tapi sudah dipanggil sehingga harus menghentikan acara makannya. Jennie berdiri dia menatap piring berisikan lauk pauk itu dengan perasaan tidak rela bila harus meninggalkan itu di sana.

Tidak ada pilihan lain selain membawa piring itu. Jennie tersenyum lalu berlari dengan kedua tangan memegang piring makannya.

Fatimah, Reza, Rehan, Roman dan Ramadan yang sedang sibuk pun langsung berbondong-bondong menuju ruangan pribadi Gibran hanya untuk menuntaskan jiwa kekepoannya.

"Kenapa, Pa?" tanya Jennie setelah sampai dan berdiri di antara kursi Gibran dan Dadang.

Gibran dan Dadang menoleh ke gadis itu. Kemudian Gibran menatap ke Dadang. "Kenapa kamu mengajak dia jalan? Kamu lupa kalau papa melarang kamu pacaran?" bentak Gibran sukses membuat siapa pun tersentak.

"Jennie enggak lupa. Lagian cuma jalan, kan, Pa, bukan pacaran? Apa salahnya coba?" Jennie mendengkus kemudian melahap makanan yang tertampung di sendoknya.

"Makan tuh duduk bukan berdiri!"

Jennie langsung duduk di lantai dan meletakkan piringnya di atas meja kaca itu. Dengan lahap Jennie mulai makan. Dadang yang mengamati cara Jennie makan langsung tersentak saat Gibran membentaknya.

"Jangan marah-marah, Om, nanti cepat tua entar istrinya enggak doyan lagi."

Perkataan Dadang sontak membuat Jennie tersedak dan membuat Gibran melotot. Berani sekali Dadang pada orang tua.

"Maksud kamu apa?" Gibran menatap tajam.

Jennie berusaha menghentikan batuknya dengan susah payah. Untungnya ada teko di sana yang berisikan air putih, tapi bukan susu. Namun, tidak ada gelas. Jennie langsung meneguk airnya dengan cara menuangkan air teko itu langsung ke mulutnya.

Bodoamat tidak sopan yang penting tenggorokannya lega, pikir Jennie.

"Maksud saya mau melamar Jennie." Dadang menyengir lagi.

"Kamu nyari masalah?" Gibran mengangkat satu alis.

Dadang menggeleng. "Saya nyari restu, Om, bukan nyari masalah."

"Tapi kamu tidak saya restuin sekarang!"

"Berarti besok dikasih restu, Om?" Dadang mulai tersenyum jahil.

"Enggak! Selamanya saya enggak kasih restu!" Gibran menggeleng tegas.

"Kok kalian bawa-bawa nama orang, sih?" Jennie menyela sambil berdecak kesal membuat Dadang dan Gibran menoleh.

"Enggak kok. Daritadi kami ngomongin restu," elak Dadang.

Jennie menatap Dadang kemudian berkata, "Iya, itu berarti kalian bawa-bawa nama orang. Enggak baik."

"Bawa-bawa nama orang gimana?" tanya Gibran.

"Lah? Bukannya Restu anaknya Pak Lurah kompleks sebelah, kan? Itu artinya kalian ngomongin orang," kata Jennie kemudian menyengir saat Gibran menatapnya kesal. Sedangkan Dadang tertawa kecil.

"Becanda, Pa, jangan baper ah," kata Jennie lalu melanjutkan makan. "Lanjutin aja deh obrolannya." Dia mengibaskan tangan kanan.

Gibran berdecak lalu menatap Dadang lagi. "Jadi, kamu naksir Jennie?" tanyanya.

Aplikasi Cinta ( Other ) ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang