Beberapa tahun kemudian ....
Kafe Classic, kafe ini begitu populer di kalangan anak remaja. Seakan tidak puas, kafe di Bandung ini juga meraup beberapa orang tua, bahkan orang penting.
Memang, kafe ini terlihat classic, tetapi tetap keren di mata mereka. Begitu nyaman dan suasana di kafe ini tidak pernah lepas dari ketenangan.
Seorang pria, baru saja memarkirkan motor scoopy-nya di depan kafe ini. Senyumnya terbit memerhatikan pelanggan yang silir-mudik dari kafe.
Pria yang memakai atribut ojek online itu menenteng plastik bertuliskan minimarket sebagai tanda ke sebuah ruangan. Pria itu tersenyum ramah saat si bos menyuruhnya masuk dan meletakkan di atas meja kerjanya.
Ojol itu tidak langsung pergi ia malah menarik kursi kosong di depan si bos dan duduk di sana. Merenggangkan otot tangan, pria itu menguap.
"Wow, snack!" seru seorang wanita berpakaian formal itu dengan binar ceria di mata dan senyum merekah di bibir setelah membuka isi plastik itu dan mengeluarkannya. Wanita itu adalah bos di kafe ini, Kaira Litamuna namanya. Karyawannya sering memanggilnya dengan nama Bos Nana.
"Kamu suka?" Ojol itu tersenyum lembut, meletakkan kedua lengan terlipat di atas meja kerja dan menatap Nana dengan teduh.
Nana mendongak, senyumnya kian merekah kala tahu siapa lelaki di depannya. "Woiya mesti, Kang! Ini snack kesukaan, Nana. Tahu enggak, sih? Capek juga, ya, kerja jadi bos di kafe? Nana kira semudah ngurus yang lain, eh, nyatanya berat juga kerjaan ini."
"Namanya juga kerja. Enggak ada kerja yang enak. Seenak-enaknya kerja, pasti ada capeknya juga. Orang yang kerjanya rebahan aja bisa capek, iya, enggak?"
Nana meringis, ia membuka snack choco chips lalu mulai mencomot jajanan itu. Kang Ojol yang ternyata adalah kakak si bos ikut menyomot snack dan melahapnya.
"Kenapa, sih, Akang, suka kerja jadi ojol?" Nana bertanya seraya mengunyah jajanan, tatapannya terbagi antara jajan dan wajah sang akang.
Dadang tersenyum tipis, tatapannya yang dalam mampu membuat Nana mengernyit. "Karena jodoh akang bentar lagi diorder."
Seketika wajah bingung Nana berubah kesal membuat Dadang terkekeh. "Kirain, kan, karena seneng bisa order makanan ke pesantren dan bisa ngeliat Jennie?"
Nana melirik raut kakaknya dan ia menemukan semburat warna merah di kedua pipinya. Mulut Nana terbuka, Dadang merona?
Pria itu tersenyum-senyum malu, ia memilih bangkit dan segera undur diri. Bagaimana mungkin? Hanya perkataan Nana hatinya menjadi berdebar dan wajahnya serasa memanas?
"Btw, kalo beneran serius, kenapa enggak sekarang aja seriusin?"
Mendadak Nana menyeletuk di saat tangan kanan Dadang sudah memegang handle pintu. Pria itu semakin tertunduk malu. Astaga Nana!
"Kenapa kamu nanya begitu?"
"Menunggu itu enggak enak loh, Kang. Anak santri butuh kepastian yang pasti bukan kek gini. Akang, harus gatlement dong! Jadi ... gimana? Kapan ngirim undangan lamaran ke adikmu ini, Kang?" Nana tersenyum penuh arti.
Dadang sempat mengernyitkan dahi. Ia menoleh. "Memangnya, Jennie sudah keluar dari pesantren?" Kedua alis tebalnya terangkat.
Nana terkekeh lagi, ia mencomot snack yang tinggal sedikit. "Akang, sih, enggak tahu. Nana itu udah sekitar dua tahun kerja jadi bos di sini dan selama itu pasti sekitar tiga tahun lalu Jennie di pesantren, bukannya seharusnya udah lama?"
Dadang berbalik menghadap sang adik sepenuhnya. "Iyakah? Sudah selama itu? Kenapa waktu berlalu sangat cepat, ya?"
Nana berdecak. "Akang, betah nge-jomblo selama itu? Wow! Bahkan Nana udah punya tiga mantan dalam tiga tahun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aplikasi Cinta ( Other ) ✔✔
HumorTAMAT _Follow akun ini dulu_ "Kang? Apa kamu sanggup?" "Kenapa enggak?" "Hubungan kita enggak direstui ...." "Cinta perlu perjuangan. Itulah tantangannya agar cinta kita lebih berasa, Jennie Dinawanti." *** Aplikasi inilah yang menyatukan cinta mere...