Wanita yang duduk di atas ranjang tampak meremas telapak tangannya di atas pangkuan, debar di dada tak terelakkan saat tahu ini adalah hari pentingnya, hari di mana ia akan menjadi istri orang. Hari di mana ia akan pergi meninggalkan rumah orang tua dan ikut suami. Hari di mana suasana haru akan tercipta. Hari di mana setelah sebulan Ibunya calon suaminya menikah dan kini ia akan menyusulnya.
Dipandangnya lagi wajah cantik itu di pantulan cermin. Ia menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk lengkungan pelangi terbalik, membuat aura kecantikannya bertambah berkali-kali lipat.
Ia mengangkat tangan kanan hingga telunjuk yang dihiasi inai itu menyentuh pelipis lalu turun sampai ke dagu. Bersyukur kepada Sang Maha Pencipta karena diberikan wajah yang cantik dan sehat. Bulu mata yang indah, alisnya lumayan rapih berwarna hitam kecoklatan, pipi merona, gigi yang tersusun rapih beserta bibir yang merah merekah.
Ceklek.
"Jen," panggil seorang wanita dengan lembut pada wanita yang terduduk di atas ranjang.
Wanita cantik dengan hijab syar'i dan gaun panjang hingga menutupi punggung tangannya yang berwarna putih beserta pernak-perniknya, menoleh dan mendapati sang bunda berdiri di ambang pintu dengan senyum mengembang.
"MasyaAllah, anak bunda cantik banget. Ayo turun, saatnya ijab kabul." Ada getaran haru dari suara Fatimah, apalagi melihat mata sang putri yang berkaca-kaca.
Fatimah menghampiri sang anak lalu membantunya berjalan menuju ke ruang keluarga--di mana ijab kabul dilaksanakan.
***
"Saya terima nikah dan kawinnya Jennie Dinawanti ..." Kelanjutan dari kalimat itu tidak lagi terdengar oleh Jennie sangking bahagianya ia sampai meluap dan membuatnya sedikit syok.
Sebenernya ia masih kurang percaya, pria yang begitu lugas dan mantab mengucapkan ijab itu adalah kekasihnya sejak tiga tahun lalu, ia tidak menyangka pria yang bekerja sebagai ojol itu adalah jodohnya. Padahal selama di pesantren, ia pikir pria itu akan meninggalkannya dan mencari wanita lain, bahkan ia sudah merelakan bila itu memang terjadi kepada Sang Maha Pencipta.
Namun, tanpa disangka-sangka pria itu begitu serius padanya, begitu mendambakannya, begitu yakin dengan janjinya dan ia begitu bertahan dengan perasaannya.
"Sah!" sorak orang-orang menyadarkan lamunan Jennie hingga membuat wanita itu langsung menyambut tangan kanan sang pria yang kini sudah sah menjadi suaminya itu dan mulai menempelkan bibirnya pada punggung tangan sang suami.
Sedangkan suaminya mencium keningnya. Saat perasaan lembut itu menyapa dahinya mampu membuat desiran aneh di aliran darahnya, ia pun terpejam. Bahkan yang semula terdengar suara-suara orang kini suara itu berganti menjadi suara sepi dan hanya terdengar alat transportasi yang berlalu lalang.
"Sayang?"
Jennie membuka mata. Saat itulah wajah sang suami yang pertama menyapa penglihatan, ia tersenyum lembut di balik cadar hitam yang ia kenakan. Setelah mengenang momen ijab kabul beberapa tahun yang lalu membuat hati Jennie membaik dan desiran yang aneh itu kembali terasa.
Dadang--suaminya--tersenyum lembut lalu terkekeh. Ia mengusap puncak kepala sang istri yang berbalut hijab berwarna hitam dengan penuh kasih sayang.
"Lagi ngenang, ya?"
Jennie mengangguk, senyum masih terpatri di wajahnya. "Jadi, kapan kita mau pergi?" tanyanya dengan nada pelan.
Dadang terkekeh, tatapannya teralih ke perut buncit sang istri, sudah tujuh bulan. "Adek mah mintanya aneh-aneh, masa' pergi ke Monas pakai motor ojol, appa? Kita, kan, ada mobil."
Jennie terkekeh, tangan kanannya mengelus perut buncit itu naik-turun dengan ritme yang sangat lambat. "Ngidam, Kang. Ayo, dong!" rengeknya selayaknya anak kecil yang minta dibelikan coklat batang.
Dadang terkekeh memberikan helm yang ia pegang lalu menyerahkannya pada sang istri. "Beneran, nih, ke Monas langsung pulang? Dari rumah kita ke Monas itu sekitar satu jam loh, mana naik motor doang. Enggak nginep aja di hotel dekat Monas? Atau rumah Ibu?" Dahinya mengernyit.
Jennie mengangguk. "Tapi ... ada yang mau aku rundingin, sih, sama Ibu. Jadi, setelah dari monas kita langsung ke rumah Ibu." Matanya berbinar cerah.
"Rundingin apa?"
"Kue buat acara pemberian nama buat si Adeklah, pengen coklat yang bentuknya duplikat anak kita pas lahir."
Dadang mengangguk lalu tersenyum lembut. "Apa pun buat si Adek, appa turutin."
Wajah cerah itu meredup. "Cuma adeknya? Ibunya gimana?" cicitnya membuat Dadang meringis. Wanita itu menunduk menatap perutnya lalu mengelusnya. "Lihat, Appa, Dek, nakal."
"Eh, iya, udah. Dua-duanya deh. Apa pun yang kalian mau, pasti diturutin."
Perkataan Dadang membuat wajah Jennie secerah mentari pagi.
Dadang menuntun Jennie untuk duduk miring di jok belakang. Ia menoleh ke belakang dan menyaksikan sang istri yang kesulitan memasangkan helm.
"Aduh, sini akang pasangkan."
Jennie hanya tertegun menyaksikan wajah tampan suaminya sedekat ini, wajah serius itu dan gerakan tangannya yang cekatan memakaikan helm entah kenapa semakin membuat hatinya bergetar.
Dadang memegang kedua bahu sang istri lembut, menatap matanya dalam. "Jadi, Ukhty ... apakah Anda siap saya antarkan?" Ia tersenyum simpul.
Jennie tersenyum. "Siap, Akhi. Sesuai aplikasi, ya?"
Setelahnya mereka terkekeh. Kemudian Dadang memutar badan hingga siap hendak menjalankan motor.
"Aplikasi apa?" Dadang memasang helm seraya melirik sang istri lewat kaca spion kanan. Pinggangnya seketika dilingkari tangan sang istri dan bahu kanannya menjadi tumpuan dagu wanita itu.
Pelukan itu mengerat ketika Dadang mengelus tengan sang istri dengan lembut.
"Aplikasi Cinta."
*END*
Hai, everyone! Akhirnya tamat juga 😭 ugh terharu banget bisa nulis Happy Ending. Ohya, btw, ini bulan lahir aku loh:)
8 September 2021, happy birthday to me, av. Semoga di umur yang keenambelas ini aku bisa semakin dewasa dan bisa menjadi kebanggaan keluarga. Aamiin ...
Insyaallah Aplikasi Cinta bakalan ada squel-nya lohh:)
Habis ini aku ada new story. Judulnya I Love You Cowok Cupu. Aku buat tokoh utamanya antagonis versi aku.
Blurb :
"Hari pertama, kamu kayak nguntitin saya, hari kedua hampir mencelakai saya, hari ketiga kamu mukul saya dan sekarang kamu melecehkan saya? Mau kamu apa?"
"Ya ampun Andi! Jangan lebay, gue cuma meluk! Lagian lo enggak bakal hamil cuma gue peluk!"
"Kita bukan mahram, jangan sentuh-sentuh! Dengan kamu meluk namanya zina! Zina itu pelecehan! Apa mau kamu seb--"
Bugh!
Aku tidak tahan lagi dengan mulut sok sucinya itu! Setelah puas kupukul dengan sekuat tenaga wajahnya, aku langsung pergi.
***
Genrenya : Romance + ComedyHayuk mampir!
KAMU SEDANG MEMBACA
Aplikasi Cinta ( Other ) ✔✔
ComédieTAMAT _Follow akun ini dulu_ "Kang? Apa kamu sanggup?" "Kenapa enggak?" "Hubungan kita enggak direstui ...." "Cinta perlu perjuangan. Itulah tantangannya agar cinta kita lebih berasa, Jennie Dinawanti." *** Aplikasi inilah yang menyatukan cinta mere...