Bab 5 - Mengapa?

11 7 0
                                    

Jangan lupa vote dan komennya, ditunggu❤ yaudahlah, happy reading:v

***

"Kenapa, Om, dateng jemput saya tadi? Padahalkan, saya belum pesen ojol, Om?" tanya Jennie sambil menatap Dadang lewat kaca spion kanan motornya.

Dadang berdehem. "Kenapa, Mbak, selalu manggil saya pakai embel-embel 'Om' padahalkan, Mbak, sendiri udah liat seganteng apa saya?" Bukannya menjawab, cowok itu malah balik bertanya membuat Jennie mendengkus.

"Jawab dulu pertanyaan saya," kata Jennie menuntut.

"Jawab dulu pertanyaan saya, Mbak." Dadang ikut menuntut.

"Biar impaslah, Om." Jawaban Jennie membuat Dadang mengernyitkan dahi bingung.

"Kenapa begitu?"

"Om, aja manggil saya pakai embel-embel 'Mbak' padahalkan, Om, udah tahu kalau saya masih bocil. Masa' saya manggil, Om, jadi 'lo' atau 'kak' sedangkan, Om, manggil saya 'mbak." Jennie menghela napas.

Dadang mengangguk-angguk paham. "Gimana kalau kita ubah panggilan kita?" usulnya.

Jennie mendengkus. "Enggak mau. Pertanyaan saya aja belum dijawab."

"Owh. Pertanyaan awal? Ya, walaupun kamu enggak pesen dulu, saya bakal dateng karena saya takut kamu dijemput orang lain." Kata-kata Dadang sangat serius bahkan senyum saja pun tidak menghiasi wajahnya.

Jennie mengangguk-angguk. "Lho, kalau yang jemput saya papa gimana?" Gadis itu tersenyum miring dan mengangkat satu alis.

Dadang sekilas menatap Jennie lewat kaca spion lalu kembali menatap ke depan. "Saya akan mengajak papamu suit. Yang menang dapat menjemputmu dan yang kalah harus meratapi nasib," jawabnya dengan santai.

"Kalau papa malah ngajak adu jotos gimana?" Kembali pertanyaan unfaedah seakan menguji Dadang.

"Saya tanggapi."

"Kalau kalah?"

"Percaya sama saya. Saya ini tiap ada waktu senggang pasti nge-gym, jadi saya pasti menang." Dadang tampak percaya diri mengatakannya dan senyum tipis itu menambah kepercayaan dirinya.

"Masa'? Bisa-bisa, Om, ditembak lagi pakai pistol, secara, kan, papa militer." Jennie terkekeh menanggapi kepercayaan diri Dadang.

"Iya, Mbak. Saya tahu." Dadang semakin melebarkan senyum.

"Tahu apa?" Jennie mengernyitkan dahi.

"Tahu kalau, Mbak, jodohnya saya."

Jennie tertegun mendengarnya. Perkataan Dadang diluar perbincangan. "Ha? Barusan, Om, gombal, ya?" tanya Jennie kemudian berdecak kagum.

"Enggak, Mbak. Saya serius."

Perkataan Dadang memancing gelak tawa dari Jennie. "Enggak usah ngelantur deh, Om. Inget tunangan di rumah," kata Jennie asal kemudian tertawa.

Dadang tersenyum tipis. "Mbak, bener. Saya emang punya tunangan."

Jennie langsung berhenti tertawa karena tenggorokannya tiba-tiba terasa gatal sehingga menimbulkan batuk-batuk. "Ha? Om, serius?" tanyanya tidak percaya, kalau tebakannya benar-benar nyata.

Dadang mengangguk samar. "Dia udah pulang bersama cincin di tengah laut."

Jennie berkedip, untuk mencerna perkataan Dadang. Maksudnya apa? Apakah tunangan Dadang sudah meninggal? Atau Dadang sedang mengarang?

Motor berhenti tepat di depan pagar rumah Jennie. Namun, Jennie tidak segera melepas helm dan turun karena masih ada yang ingin dia tanyakan pada Dadang.

Aplikasi Cinta ( Other ) ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang