Bab 30 - Diculik or Dijulik?

6 3 0
                                    

"Om Lee, si--si--siapa?" Perkataan siswi itu lantas membuyarkan lamunan Jennie hingga membuat gadis itu salah tingkah.

Jennie terkekeh canggung saat teman sekelasnya tertawa renyah, sial! Kenapa dia malah membayangkan Clara adalah Dadang?

Jennie merutuki dalam hati, tidak seharusnya dia memikirkan pria itu sampai ke sekolah membuatnya tak dapat fokus.

"Mik--mik--mikirin apa?" tanya Clara dengan kernyitan di dahi membuat Jennie langsung menoleh karena terkejut.

"Emm ..." Jennie memandang ke atas kemudian menggeleng kecil saat otaknya tidak dapat mencari alasan yang tepat.

Syukurlah saat itu guru telah masuk membuat Jennie menghela napas.

Ngomong-ngomong, kenapa Clara terlambat? Tumben.

***

"Clara, kenapa lo telat?" tanya Jennie sambil mengangkat sebelah alis kemudian melanjutkan mengunyah keripik ubi. Mereka berada di kelas setelah janjian membeli keripik ubi balado di kantin dua bungkus.

"Enggak pa-pa," jawab Clara membuat Jennie langsung tersedak. Clara segera memberikan air minum dalam botol yang ia ambil dari tas tadi. "Minum dulu," katanya.

Jennie segera meminum air tersebut kemudian menyerahkan botol itu lagi setelah rasa mengganjal di tenggorokannya hilang.

"Lo enggak gagap ... Shh ..." Ucapan Jennie terpotong karena tiba-tiba saja pening menyerang hingga membuat pandangan gadis itu buram.

Jennie menekan pelipis kanannya yang terasa sakit itu supaya sakitnya berkurang, tapi tetap saja peningnya tidak berkurang, malah kesadarannya yang mulai berkurang dan akhirnya dia pingsan.

Clara memiringkan sedikit kepala kemudian mengguncang pelan bahu Jennie hanya untuk memastikan apakah Jennie benar-benar pingsan atau tidak.

"Loh, Jen--Jen--Jennie?" Clara menampilkan wajah panik saat menyadari bahwa Jennie tak sadarkan diri. Sibuk dirinya mengguncang dan menepuk pipi sahabatnya itu, tapi tetap saja tak sadarkan diri.

Clara sadar, di kelas ada Bima yang menelungkupkan wajah pertanda tidur dan seorang cewek di sampingnya yang sedang mengoceh panjang lebar.

Clara langsung berlari ke arah mereka kemudian memberitahukan bahwa Jennie pingsan.

***

"Bu, bi--bi--biar saya, ba--ba--bawa di--di--dia pulang, kar--kar--karna dia be--be--belum minum ob--ob--obat," kata Clara seraya menatap penuh harap pada guru yang sedang mengusap minyak kayu putih ke telapak tangan Jennie.

Guru wanita itu menoleh kemudian menatap Jennie cemas. "Dia punya sakit apa?"

"Say--say--saya kurang ta--ta--tahu, Bu. Di--di--dia enggak nga--nga--ngasih tahu pu--pu--punya penyakit apa. Bol--bol--boleh, kan, Bu?"

Guru itu menoleh ke Clara dengan kernyitan di dahi. Bagaimana bisa Clara tidak tahu sahabatnya memiliki penyakit apa? Ini mustahil, tapi bisa saja Jennie menutupi penyakitnya karena tidak ingin Clara dan keluarganya khawatir.

"Biar saya beritahukan keluarganya saja untuk menjemput, Jennie." Guru itu hendak menelepon, tapi segera ditahan Clara.

"Biar say--say--saya saja, Bu. Say--say--saya, kan, ma--ma--mau mengantar di--di--dia. Ya, Bu?"

Guru itu berdiri kemudian mengembuskan napas pelan. "Setahu saya kamu pulang-pergi tidak bawa kendaraan sendiri dan, Jennie, juga selalu naik ojek online. Lalu kamu mau mengantar dia dengan apa? Naik taxi?"

Clara ikut berdiri kemudian tersenyum kikuk. "Say--say--saya bawa mo--mo--mobil. Ayah say--say--saya tidak da--da--dapat mengantar-jem--jem--jemput, jadi say--say--saya bawa mo--mo--mobil sendiri. Lag--lag--lagi pula, um--um--umur saya sud--sud--sudah tuj--tuj--tujuh belas."

Aplikasi Cinta ( Other ) ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang