Prang!
Lampu tidur terjatuh dari atas nakas, disusul benda lain yang juga baru saja terdampar di bawah lantai. Perempuan itu mengamuk segala umpatan terlontar di bibirnya yang ranum.
Perempuan itu mengacak-acak rambut yang kini mulai panjang sampai ke punggung. Ah, kapan terakhir dia potong rambut? Perempuan itu adalah Jennie.
Dia mendesah keras, terduduk dengan punggung merapat pada pintu kamar. Kini bulir-bulir air mata mulai menetes membasahi pipinya.
Kenapa gue lemah? Kenapa gue sering banget nangis? Kenapa? Sebenernya ... apa gue salah kalo gue nunda sekolah sampe gue yakin rumah gue aman? Apa gue salah kalo gue lebih percaya dengan Azra dibandingkan Raden?
Jennie tertawa hambar. Bangkit seraya menyeka air matanya dan melirik sehelai rambut yang dirasa mengganggu pandangan.
Gue perlu potong rambut, gue mau berubah, gue mau jadi apa yang gue mau, gue mau jadi orang yang terdepan soal kebenaran.
Ia terus bermonolog. Perempuan itu membuka pintu dengan kasar lalu bergegas turun. Sampai di sana ia menoleh ke kanan dan kiri, tumben sepi, pikirnya.
Ia berlari ke kamar tamu yang dekat dengan dapur. Saat tangannya hendak membuka handle pintu, seseorang memanggilnya.
"Ngapain, Kak?"
Jennie menurunkan tangan, berbalik badan dan mendapati Azra di belakang. Jennie kembali menatap pintu, kini dia memegang handle dan mulai mencoba membukanya, yap! Tidak terkunci.
"Kakak, mau ngapain?" Saat hendak masuk, tangan Jennie dicekal oleh Azra. Sekalian saja Jennie menarik Azra masuk, lalu menutup pintu.
Azra yang masih bingung hanya melihat-lihat Jennie saja. Kakak iparnya itu melepas cekalannya dan berjalan-jalan di dalam kamar seolah-olah sedang menjelajahi.
Seperti mencari sesuatu, tapi apa?
"Gue mau cari bukti kebusukan Raden. Gue tahu, pasti ada, mumpung enggak ada orangnya," ucap Jennie seolah tahu raut kebingungan Azra.
"Bukti apa, tapi?" tanya Azra yang mengikuti Jennie mengobrak-abrik laci nakas.
Jennie berdiri, matanya teredar. Gadis itu merangkak ke ranjang, mengangkat semua bantal dan menemukan sebuah kertas foto. Jennie mengambilnya, duduk di ranjang dan memerhatikan foto tersebut.
"Itu Raden sama siapa?" tanya Azra yang juga memerhatikan foto di sampingnya.
"Clara ..." Di foto itu ada dua orang yang sedang berpelukan di sebuah tempat, di belakang dua insan itu ada rumah yang cukup besar bercat hijau muda.
"Cewekkan? Kakak, kenal? Dia adiknya, kah?" Ada rasa sedikit sesak saat melihat foto itu, apakah itu kekasih baru Raden atau memang kekasih awalnya sebelum Azra?
"Dia penghianat. Mantan sahabat gue." Jennie tersenyum miring. "Gue kira dia butuh perlindungan gue, gue kira dia butuh gue buat jadi pengisi kekosongan dia, tapi nyatanya dia manfaatin gue, manfaatin perasaan gue! Sial! Memang bang*** kalian berdua!" ucap gadis itu santai, tapi penuh amarah.
Azra mengelus lengan kanan Jennie, mencoba menenangkan.
Jennie membalik foto, ia terkejut, ada sederet tulisan di pojok bawah foto. Itu sebuah alamat rumah, yang membuatnya terkejut adalah ... itu rumah lamanya yang di Jakarta.
"Apa dia tinggal di sini?"
Pertanyaan Azra menjadi angin lalu, karena Jennie segera bangkit. Apa Raden pergi nemuin Clara di rumah lama? Gue bisa buktiin ke papa kalo Raden taubatnya enggak beneran, buktinya dia masih nemuin Clara! Mau apa mereka? Cari rencana buat lenyapin gue lagi? batinnya menggebu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aplikasi Cinta ( Other ) ✔✔
HumorTAMAT _Follow akun ini dulu_ "Kang? Apa kamu sanggup?" "Kenapa enggak?" "Hubungan kita enggak direstui ...." "Cinta perlu perjuangan. Itulah tantangannya agar cinta kita lebih berasa, Jennie Dinawanti." *** Aplikasi inilah yang menyatukan cinta mere...