Bab 38 - My Baby

8 4 0
                                    

Jennie memasukkan beberapa makanan ringan ke dalam troli belanjaan. Dia pergi ke alfamart dengan sepeda, biar sekalian jalan-jalan katanya.

Sekarang masih jam 19.20 dan dia pikir belum terlalu malam untuk jalan-jalan bukan? Maka dari itu, daripada diantar sopir lebih baik dia mengendarai sepeda sendiri.

Lagipula gadis itu sudah mendapat izin dari sang bunda. Dia tidak akan lama juga membelinya, sebelum jam 20 dia pasti akan segera pulang.

"Makasih, ya, Mbak," kata Jennie seraya tersenyum kepada Mbak-Mbak kasir. Di tangan kanannya sudah ada sekeresek makanan ringan dan didominasi oleh jajan coklat.

"Iya, Mbak, sama-sama," balas Mbak-Mbak itu ramah dan sekilas menunduk.

Jennie segera berlalu dari sana dengan senyum mengembang. Akhirnya, malam ini dapat begadang dengan ditemani cemilan, persetan dengan PR, nonton Sunggokong--Si Kera Sakti--lebih penting demi kepentingan hiburannya.

Kini Jennie sudah di luar alfamart dan sedang berjalan menuju sepedanya yang terparkir agak jauh. Lampu jalan menjadi penerangnya saat ini.

"Jennie?"

Jennie berhenti melangkah saat suara berat itu terdengar di sebrang jalan sana dan sangat familiar. Apakah suara itu ... Jennie menggeleng, tidak mungkin itu dia.

Jennie melanjutkan langkah dan mengabaikan panggilan itu. Namun, panggilan itu benar-benar mengusiknya hingga membuat gadis itu berhenti melangkah. Dia menoleh ke kiri, mendapati seorang pria di sebrang jalan, tepi, yang tersenyum ke arahnya.

Jennie membesarkan bola mata saat menyadari siapa pria tersebut. "Ka--Kang Lee?" gumamnya tidak percaya.

Perlahan, Dadang mendekat membuat Jennie terkejut dan berusaha menjauh. Dia belum ingin bertemu pria itu lagi, kenapa semesta malah mempertemukan mereka?

"Jennie, tunggu!" Pria itu mencekal pergelangan tangan kiri Jennie hingga membuat gadis itu berhenti melangkah.

Jennie menyentaknya hingga cekalan itu terlepas dengan sangat mudah, dia berbalik badan dan mundur selangkah. "Stop! Jangan mendekat! Please! Jauhi gue!" mohonnya.

Dadang mengernyitkan dahi, ada semburat kekecewaan di matanya. Jauhi? Apa maksud kata itu?

"Asal kamu tahu, Jen. Menjauh dari seseorang yang sangat aku sayang itu rasanya ..." Dadang mengepalkan tangan dan ia hantamkan ke dada kiri pelan. "Rasanya berat, seperti ada yang menghantam dada ini sehingga membuatku sesak."

Jennie terdiam, dia membuang muka, tidak tahan menatap Dadang lama-lama. Dan asal lo tahu, Kang, gue juga ngerasa gitu, tapi keknya kita enggak bisa bersama lagi. Hubungan kita enggak direstui sama papa, Kang, batinnya yang ikut merasa sesak.

"Jennie, aku rindu ...," lirih Dadang dengan mata yang sarat akan permohonan.

Jennie menunduk hanya untuk menyembunyikan bahwa ia sedang menggigit bibir bawah menahan isak. Jika boleh jujur, dia juga merindukan Dadang, dia ingin memeluk pria itu sekarang, tapi bagaimana mungkin? Dia harus menahannya demi keselamatan pria itu.

Jennie menarik napas kemudian mendongak. "Tolong jangan berharap apa pun dari gue! Jauhi gue ... dengan begitu lo bakalan bebas. Lo harus ngerti--"

"Enggak!" potong Dadang cepat. "Kamu yang harus ngertiin perasaan aku, Jen. Aku--"

"Gue bilang, jangan berharap apa pun dari gue! Lo bakalan dalam masalah kalo kita bersama ... hubungan kita enggak direstui, lo harus ngerti."

"Apakah masalah itu bisa hilang jika aku menjauh? Lalu bila datang masalah baru bagaimana? Apakah aku mampu mengatasinya sendiri?" Dadang melangkah perlahan-lahan.

Jennie membuang muka. "Gue cuma enggak mau lo kena masalah gara-gara gue, Kang. Gue enggak mau lo tambah kecewa suatu saat nanti ...."

Tambah kecewa? Apa karena pertunangan Jennie dan Rayan yang jadi penghalang hubungan mereka?

Suara geluduk telah bersahut-sahutan, bintang dan bulan pun bersembunyi di balik awan hitam. Saat itulah rintik-rintik datang.

"Bisakah kita hadapi masalah itu bersama?" Dadang berkata dengan penuh harap.

"Kita?" Jennie tertawa sumbang. Setelah dirinya meragukan hubungan mereka dan tidak direstui apakah masih ada kata ikatan 'kita' di antara dirinya dan Dadang?

Setelah tawa Jennie berhenti, hujan deras pun membasahi keduanya. Gadis itu dan Dadang sama-sama diguyur hujan dan mereka tidak memperdulikan tatapan dari pejalan kaki di sana yang berlalu-lalang, walaupun tidak ramai.

"Aku tahu, masih ada waktu untuk mengubah ini dan mengatasi masalah ini, Jen!" Dadang sedikit berteriak karena suaranya tersaingi oleh suara derasnya hujan. Dia bahkan tidak memikirkan untuk berteduh lagi.

Jennie tersenyum miring. "Enggak ada harapan! Cuma dengan cara lo jauhin guelah satu-satunya solusi, Kang!" balasnya kemudian berbalik badan, dia harus segera pulang.

"Jennie, jangan putus asa! Masih ada kata kita walaupun ada dia! Tolong jangan jauhi aku! Hatiku tidak baik-baik saja sejak kamu mulai menjauh!" Dadang meneteskan air mata bersamaan air itu mengalir membasahi pipi dengan air hujan.

Jennie tidak menghentikan langkah, biar dia menahan sesak untuk yang kesekian kalinya, demi keselamatan Dadang dia harus segera menjauh.

"Aku ..." Dadang menggantungkan ucapan, dia memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam, tangannya terkepal. Dia membuka mata kemudian mengungkapkan, "Aku cinta kamu ... Jennie Dinawanti!"

Jennie menghentikan langkah. Dia menggeleng dengan isak kecil yang lolos, bagaimana bisa? Bagaimana bisa Dadang mencintai dirinya di saat Jennie berusaha menjauh? Bagaimana bisa Jennie tahan akan hal ini?

***

Jangan lupa vote yau^^

Lopyuu

Aplikasi Cinta ( Other ) ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang