05. Reino Itu Bodoh
"Temanya putih, ya. Tolong pakai jas yang aku kirimin, ya."
"Hm. Udahan aku sibuk, lagi belajar."
"Belajar sendiri?"
"Hm."
"Aku cuma mau bilang itu aja kok. Takut kamu lupa."
"Kamu udah ingatin hampir sepuluh kali sejak kemarin."
Reina terkekeh renyah, namun kekehannya tidak sepuas biasanya karena harus menjaga image. "Ya udah. Selamat belajar, ya," ucapnya sambil membuat pola berputar dengan jarinya di celana yang dipakainya. "Tapi jangan terlalu keras, ya. Kamu juga perlu istirahat." Tak ada sahutan setelahnya. Kedua orang yang tengah berbincang lewat telepon saling diam. Dan beberapa saat setelahnya, tanpa malunya Reina berkata, "I love you."
Setelahnya, sambungan diputuskan oleh lawan bicara Reina selang beberapa detik Reina mengucap kalimat tadi. Membuat cewek mungil yang sedang menyendiri di dalam kamar menjauhkan ponsel dari telinga dan memeriksa. Selanjutnya bibirnya manyun, agak kecewa dengan sikap dingin sang pacar. Tidak pernah sekalipun Rifki menjawab kalimat pengungkapan cintanya.
"Lo tahu, Na? Rifki itu orangnya pemalu. Ya, jadi dia nggak mungkin jawab perkataan lo tadi. Tapi, it's okay." Reina bergumam. Mengeluarkan kalimat penenang untuk dirinya sendiri sambil tersenyum.
"Woi!"
Saat sedang sibuk membayangkan akan setampan apa Rifki nanti, munculah setan berwujud manusia yang membuka pintu tidak ada halus-halusnya. Gebrakannya tentunya membuat tubuh Reina sedikit terbang sebab terlonjak kaget. "Sialan!"
Reino ikut terlonjak karena suara Reina juga keras dan kasar. Mungkin efek karena terkejut. Membuatnya memegangi telinga yang terasa nyut-nyutan. "Lama banget sih lo! Buruan!"
Walaupun masih agak kesal, bangkitlah Reina. Menaruh ponsel di nakas dan berjalan mendekati Reino yang masih memegang kenop pintu.
"Suara lo nggak bisa dikecilin, ya? Telinga gue rasanya berhenti berfungsi." Selepas menutup pintu setelah Reina keluar, Reino mengajak bicara cewek mungil yang berjalan di depannya.
Reina mendesis, memelototi cowok mirip tiang listrik yang sudah berjalan di sampingnya. "Sekeras-kerasnya suara gue, suara lo tengah malam lebih berisik, Njir."
Reino sedang memuat perkataan Reina. Apa nih?
"Pantasan tiap gue nggak sengaja bangun malam hari lo nggak ada. Tahunya di kamar mandi lagi sibuk sama adik. Mana bunyinya kenceng banget lagi. Suaranya gini, Ah...."
Reino tidak sebodoh itu untuk tidak menutup mulut mungil Reina yang mulai bicara hal seperti ini di depan Papa Fahri yang barusan muncul dari arah dapur dengan segelas kopi di tangannya. Walaupun akhirnya kena gigit sih. Ngomong-ngomong, Demi Tuhan, Reino tak seperti itu. Dirinya sangat tahu kalau cewek mungil itu sengaja ingin mengerjainya karena ada Papa Fahri.
Reina tertawa melihat Reino yang wajahnya perpaduan antara takut dan kesakitan. Lantas mendekati sang papa yang duduk di ruang tengah sendirian. Mengambil gelas yang baru saja diletakkan Fahri di meja. Menyeruput kopi hitam tersebut membuat orang tua yang seperti papanya sendiri itu geleng-geleng kepala ringan. "Minta dan makasih." Selesai, barulah Reina meminta izin. "Katanya bersih-bersih? Papa kok di sini?"
"Papa baru selesai masang tiang. Istirahat dulu. Sana kalian berdua ke taman, ditungguin mama. Udah marah-marah tuh."
Reina mengangguk lantas berjalan ke pintu utama. Mengganti sandal rumah menjadi sandal jepit yang biasa dia gunakan untuk keluar rumah (kecuali ketemu Rifki dan nongkrong).
KAMU SEDANG MEMBACA
Rei(na) & Rei(no) [END]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] [TIDAK PEDULI SEJELEK APA KARYA SAYA, SAYA TIDAK MENGIZINKAN PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN] Hanya keseharian dari Reina dan Reino. Anak yang sengaja dibuat di malam yang sama. Mereka bukan keluarga, apa lagi adik kakak. Akarnya a...