30. Reino Itu Merepotkan
Kata Reina, Reino itu merepotkan. Sangat merepotkan. Tapi entah itu benar atau tidak, pasalnya sendirinya juga yang sangat rewel. Reino tidak berangkat sekolah karena cidera setelah jatuh kemarin, dan Reina tak berhenti mengirim pesan kepada Reino. Menanyakan banyak hal layaknya keduanya berpisah untuk waktu yang lama.
"Lo udah makan?
"Jangan minum es. Mati lo kalo gue tahu lo minum es.
"Obatnya jangan lupa diminum setelah makan siang.
"Kalo mual, ambil plastik di atas laci. Entar muntahannya taruh di bawah aja. Kalo gue udah pulang, gue yang buang.
"Kalo butuh apa-apa panggil mama, jangan banyak gerak.
"Dan kalo lo bosen, telepon gue. Gue bakalan izin ke kamar mandi.
"Tunggu, ya. Gue pulang enam jam lagi."
Raja menggeleng tidak percaya setelah membaca pesan bawel Reina untuk Reino dengan suara yang lumayan keras. Menaruh ponsel milik Reina yang sudah dipencet tombol home olehnya. Menampilkan wallpaper foto Reino. "Ini yang lo namain sahabat?"
Reina mengambil ponselnya dengan raut wajah kesal. Kembali masuk ke room chat miliknya dengan Reino di aplikasi WhatsApp. "Gue bilang jangan dikeluar. Gimana kalo dia tiba-tiba ngechat butuh sesuatu?" katanya mengomeli Raja yang semakin menatapnya tidak percaya.
"Tunggu, serius lo nggak suka sama Nono, Na?" Navia bertanya menggebu-gebu. Sorot matanya memandang yang ditanya tidak percaya.
"Sumpah, kalo lo jawab nggak, gue nggak percaya." Diandra ikut menatap cewek mungil yang duduk sendirian di kursi di depannya, Navia, dan Raja dengan tatapan sama seperti kedua sahabatnya; tidak percaya.
"Nggak." Jawaban Reina itu membuat ketiga sahabatnya tidak bisa menutupi ekspresi wajahnya yang nampak ingin mengguncang bahu cewek itu karena merasa geregetan.
"Wah, nggak bisa dipercaya. Hello, Nana, bahkan gue nggak segitunya ke kakak gue." Diandra bicara sedikit ngotot. Andai dia tidak malu, pasti sudah dia gebrak meja kantin ini saking geregetnya.
"Hello, Diandra. Gue kayak gini bukan karena khawatir sama dia. Tapi takut si cowok tukang ngerepotin itu bikin ulah dan nambah bikin runyem keadaan." Reina ikut membalas agak ngotot. Tidak suka dipojokkan begini padahal sudah hampir dua tahun berteman dengan mereka tapi masih saja dicurigai begini.
"Lo cuma belum sadar, Na."
Reina menoleh untuk menatap Raja yang bergumam tanpa menatapnya, sibuk memakan bakso dengan lahap. Tidak peduli pada gelarnya sebagai anak sultan.
Navia menyerongkan tubuh ke arah Raja, wajahnya senang bukan main. "Akhirnya! Lo juga berharap mereka pacaran 'kan, Ja?" Yang ditatap sempat berhenti makan melihat sikap aneh sang sahabat. "Akhirnya gue punya temen buat dukung supaya kapal ini nggak karam."
"Heh, daripada lo sibuk mikirin hal nggak masuk akal itu, mending mikirin tempat buat camping nanti." Reina memberi usul sambil menguap cukup lebar. Tidak ditutupi pula, untungnya yang lihat cuma ketiga sahabatnya yang sudah terbiasa. Menguap mah tidak ada apa-apanya. Mereka sering mendapat situasi menyebalkan lainnya, yaitu kentut cewek itu yang sudah besar baunya astaghfirullah pula. Mending kalau mau kentut izin, ini mah tidak ada sopan-sopannya, langsung bunyi kayak bom yang dilempar manusia tak punya hati.
"Wah iya, ya. Bentar lagi Ujian Kenaikan Kelas. Habis itu libur." Diandra menyahut. "Mau ke mana nanti?"
"Gunung atau hutan?" Navia ikut larut ke perbincangan baru. "Mau cari di google dulu?" tanyanya. Diandra mengangguk, mendekati cewek yang duduk di tengah dihimpit olehnya dan Raja. Raja mengikuti setelah menyuapkan bakso terakhir ke dalam mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rei(na) & Rei(no) [END]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] [TIDAK PEDULI SEJELEK APA KARYA SAYA, SAYA TIDAK MENGIZINKAN PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN] Hanya keseharian dari Reina dan Reino. Anak yang sengaja dibuat di malam yang sama. Mereka bukan keluarga, apa lagi adik kakak. Akarnya a...