34. Putus Kontrak
Saat pulang sekolah kemarin, Reino susah payah untuk membawa Reina keluar dari bus dengan tenang. Menyuruh cewek itu agar menyimpan umpatannya di dalam hati. Untungnya berhasil walaupun setelah bus melaju kepalanya kena pukul agak keras. Dikatai bodoh juga tidak lupa.
Reina marah ketika matanya membuka sebab dibangunkan oleh Reino karena sudah sampai, pemandangan yang dilihat pertama kali ialah Reino yang basah kuyup. Ingin mengomel pada pemilik bus tadi yang terlalu tidak mau membuang uang hanya untuk membenarkan kaca yang rusak. Sekarang Reina tahu alasan kenapa kaca itu tidak ditutup saat kaca lain tertutup rapat, yaitu kalau kaca itu memang tidak bisa ditutup alias rusak.
"Udah tahu rusak kenapa lo nggak bangunin gue buat pindah ke kursi lain?"
Reino menghela napas saat akan melangkah cewek mungil di sampingnya kembali mengomel. Seolah melarangnya untuk beranjak. "Lo tidur nyenyak banget. Gue nggak tega bangunin."
"Dan karena itu lo biarin diri lo basah kuyup gini? Lo nggak bodoh, 'kan, No? Orang yang nggak bodoh bakalan ngerawat dirinya terlebih dahulu sebelum ngerawat orang lain."
"Gue nggak papa, Na. Tinggal pulang langsung mandi sama keramas, terus minum teh anget."
Terserah. Reina tidak membalas selain dengusan sebelum melangkah lebih dulu. Gerakannya kentara sekali kalau sedang kesal. Dan Reino sepertinya memang bodoh. Buktinya sekarang sedang senyum-senyum sendiri sambil memperhatikan si mungil dari belakang.
***
"Jadi, mereka bener-bener berhenti setelah lo dicium Navia?"
Salahkan Reina yang bertanya seperti tadi tiba-tiba. Tersedak 'kan Navia jadinya. Navia rasanya ingin kabur dari sini ketika Diandra langsung mengambil gelas miliknya sendiri, seolah-olah kalau dirinya itu tidak mampu melakukan hal sesimpel itu.
"Udah beberapa hari sih iya. Papasan pun mereka cuma natap gue tajam." Raja menyahut tanpa menoleh karena sedang sibuk memakan siomaynya.
"Tuh, 'kan manjur!" Reina bicara dengan senangnya. Belum lama, wajah menyebalkan muncul. "Cium di mana?"
Navia tidak tahu dirinya yang terlalu berlebihan atau Raja yang terlalu santai, memakan makanannya nampak tidak terganggu sama sekali dengan pertanyaan Reina. Matanya kembali melotot mendengar Raja menyahut, "Pipi." Macam orang yang tidak punya malu. Seperti kejadian hari itu bukan sesuatu yang perlu ditutup-tutupi.
Reina tersenyum menggoda begitu pula dengan Reino. "Tapi kalo mereka belum berhenti juga, gue punya satu cara lagi. Cara itu tadinya mau gue pakai kalo cewek-cewek itu nggak berhenti setelah gue cium pipi Nono."
Navia tak melanjutkan kegiatan makannya karena perasaannya sudah merasa tidak enak. Hanya mengaduk-aduk kuah bakso sambil tak melirik ke arah lain sedikitpun.
"Gimana?" Raja bertanya dengan tenang.
Navia tak tahu kenapa tiba-tiba mengangkat sendok untuk dimasukkannya ke dalam mulut. Mengunyah bakso pelan-pelan. Sungguh tidak nyaman berada di antara orang-orang yang berbincang tentang masalah hari itu dengan tenang, tidak tahu kalau dirinya sudah ingin kabur dari sini.
"Navia harus cium di tempat lain. Bibir."
Navia tahu Reina itu tidak waras. Cara itu mungkin masih nyambung untuk dipakai cewek itu kepada Reino melihat bagaimana kedua orang itu hidup sudah macam orang yang tak punya batas. Lah ini malah menyarankan kepada Raja dan dirinya. Reina stres!
Navia susah payah menelan bakso agar tak meloncat dari dalam mulut. Melotot menatap Reina yang wajahnya sangat ingin ditonjoknya karena berani memasang wajah tanpa dosa setelah membuatnya malu setengah mati. "G-gue ke toilet."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rei(na) & Rei(no) [END]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM BACA] [TIDAK PEDULI SEJELEK APA KARYA SAYA, SAYA TIDAK MENGIZINKAN PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN] Hanya keseharian dari Reina dan Reino. Anak yang sengaja dibuat di malam yang sama. Mereka bukan keluarga, apa lagi adik kakak. Akarnya a...