Sedih aku lihat jumlah views sama vote beda jauh😭 Yok bisa yokk vote biar aku semangat update 😭
08. Reina Juga Punya Rasa Malu
Reina masih sesenggukan, tapi sedikit lebih baik ketimbang belum ditenangkan oleh Reino. Posisinya sekarang kedua anak tersebut sedang duduk sambil menekuk lutut dan bersender di kasur.
"Udah kenapa, sih? Nangisin cowok berengsek kayak gitu nggak ada gunanya."
"Gue bukan nangisin dia, Sialan. Gue nangis karena malu." Reina mendengus. "Sial. Bahkan tuh bedebah nggak ngucapin selamat ulang tahun sama sekali."
Reino tertawa berniat meledek, "Oh, jadi lo itu punya malu juga?" Dipelototi lah oleh Reina. "Lagian lo kenapa minta dia buat ngomong di sana, sih? Lo ngarepnya dia mau ngomong apa?" Reino bertanya dengan kesal. Tidak mengerti dengan pikiran Reina yang menurutnya salah ini.
Reina sebenarnya malu untuk menjawab yang sebenarnya. Tapi karena dia percaya pada Reino, menjawab lah dia sambil menahan malu, "Ya, ya, gue pikir dia mau ngajak gue tunangan, gitu." Dia menggaruk pipi pelan. Memikirkannya membuatnya malu.
Belum juga lama Reina selesai berbicara, Reino langsung terbahak. Membuat yang ditertawakan menatapnya heran. Selang beberapa detik, toyoran kepala diberikan ke kepala Reina. "Ngayal, ngayal terus!"
Reina menatap sengit Reino yang nampak tertawa sangat puas. Setelahnya, dia balas menoyor kepala cowok itu.
"Aduh, lo goblok banget sumpah. Bisa-bisanya ngarepin hal kayak gitu." Reino geleng-geleng kepala saking tidak percayanya.
"Emang salah gitu gue berharap? Emang salah kalo gue pengen dilamar sama seseorang yang gue suka?!"
Reino sekarang menjadi batu karena Reina yang menyemprotnya dengan kalimat seperti itu. Dia menggaruk tengkuk. Sesekali matanya melirik cewek di sampingnya tidak nyaman. Dia tak tahu harus berucap apa. Takutnya salah bicara dan mati malam ini juga.
"No."
Reino menoleh, memandang Reina yang sedang menunduk.
"Rifki kenapa jahat, ya? Setahu gue dia baik."
Reino terhenyak mendengarnya. Dia tidak tahu harus menjawab apa.
"Apa bener kata lo kalo dia nggak cinta sama gue?"
Reino yang sempat diam kini langsung menarik lagi tubuh cewek itu ke pelukannya sebab Reina kembali menangis.
"Nggak, Na. Gue yakin dia punya alasan," kata Reino mencoba menenangkan. Beberapa saat setelahnya, dia melepaskan pelukannya. Mengusap air mata di pipi Reina pelan. "Sumpah lo tambah jelek kalo lagi nangis." Dan itu mendapat respon tatapan tajam dari yang diledek.
Reino terbahak, "Ada ingusnya lagi, dih." Dia mengelap ingus Reina dengan lengan jasnya. Tak peduli pada fakta kalau itu jas mahal. "Udah ah. Ayo tidur. Ngapain ngobrolin bedebah itu." Setelahnya, Reino bangun dari duduknya, berjalan mendekati lemari hendak mengambil baju untuk ganti pakaian.
"Kalo lo memaklumi dia, kenapa lo manggil dia bedebah?" Reina merasa heran. Pasalnya tadi Reino baru saja berucap kalau Rifki pasti punya alasan, itu sama saja memaklumi. Nah sekarang malah mengatai Rifki bedebah.
Langkah Reino terhenti begitu saja. Diam beberapa saat sebelum akhirnya berani menoleh pelan-pelan ke belakang. "Karena dia bikin lo nangis." Kalimat yang barusan dilontarkan Reino mambuat Reina diam sambil memandang cowok itu lekat dari belakang.
Beberapa saat sudah terlewat, kedua orang tadi juga sudah berganti pakaian. Memakai baju tidur couple yang untungnya cocok untuk dipakai oleh cowok juga. Kalau tidak, Reino sungguh ogah untuk mengenakannya sekalipun itu hadiah ulang tahun dari Reina tahun lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rei(na) & Rei(no) [END]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM BACA] [TIDAK PEDULI SEJELEK APA KARYA SAYA, SAYA TIDAK MENGIZINKAN PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN] Hanya keseharian dari Reina dan Reino. Anak yang sengaja dibuat di malam yang sama. Mereka bukan keluarga, apa lagi adik kakak. Akarnya a...