13. Reino Selalu Ada Untuk Reina
"No, panggil Nana. Dan Alby, panggil papa di rumah sebelah. Makanan udah siap."
Alby menurut, sedangkan Reino langsung geleng-geleng kepala ketika disuruh oleh Nita. Membuat mamanya langsung menatapnya kesal.
"Panggil atau kamu nggak makan?"
Reino manyun. Setelahnya kepalanya menghadap ke arah di mana kamar Reina berada. Dia yang sedang duduk di kursi miliknya di meja makan itu berteriak, "Na, makan!" Suaranya bergetar.
Langsung, kepalanya dipukul dengan centong oleh sang mama. Membuatnya melenguh pelan.
"Punya kaki nggak?"
Reino pasrah. Dengan takut-takut, dia bangun dari duduknya. Berjalan dengan langkah gemetar. Setiap langkahnya terasa menyeramkan. Dia rasanya seperti sedang berjalan mendekati ajalnya. Ya, Reino setakut itu pada Reina. Kalau harus dibandingkan sih dalam hal apapun Reina akan lebih kuat daripada dirinya. Terutama pada pukulan mautnya. Kadang-kadang, dia merasa mereka tertukar badan.
Saat sedang takut-takutnya mencoba membuka pintu, pintu tersebut malah terbuka lebih dahulu. Membuatnya refleks mundur.
Reina menatap cowok di depannya tanpa ekspresi. Tapi yang ditatap malah sudah sangat takut. Dia berdecak, membuat mata Reino refleks menutup. Setelahnya, menyingkirkan tubuh cowok itu dan berjalan lebih dahulu. Loncat-loncat seperti bocah saat turun dari anak tangga. Mulutnya bernyanyi keras walaupun suaranya merdu; merusak dunia.
Reino yang ditinggal pun menggaruk pipi. Tunggu, cewek itu kenapa? Kenapa senyum terus?
"Diam! Suara lo fals!"
Reina langsung mendesis kala baru sampai tetapi si Adrian sudah menyambarnya dengan perkataan begitu. "Syirik aja lo!" katanya. "Asik ada ayam goreng!" Reina langsung heboh melihat salah menu favoritnya yang sempat tak ada di meja selama tiga hari. Dia segera mengambil piring yang sudah diisi oleh Ira.
"Tiap hari makannya ayam goreng padahal. Tapi nggak pintar-pintar."
Alby dan Adrian langsung menahan tawa kala mendengar ucapan Ira yang ditunjukkan kepada Reina. Sedangkan Reina sekarang sedang menatap Ira dengan wajah yang merengut.
"Kadang Mama tuh bingung, kalian tuh anak siapa? Kakak kalian semuanya pintar. Nah kalian kenapa lamban gitu?"
"Aku pintar tahu! Semester kemarin dapat rangking dua puluh." Reina langsung buka suara mendengar ucapan Ira barusan. Tidak terima.
"Iya, rangking dua puluh dari dua puluh satu siswa. Gitu aja bangga lo."
Reina tambah cemberut kala si Alby mengoloknya. Apa lagi melihat ekspresi keluarganya yang malah ikut menertawakannya lagi. Terkecuali Davian.
"Ya, nggak papa! Yang penting 'kan bukan terakhir," ucap Reina mencoba membela diri. Setelahnya menatap Reino yang baru duduk di kursinya. "Lagi pula nggak sendirian! Kan ada Nono!"
Reino langsung mendelik ke Reina saat namanya dibawa-bawa. Dia pun bertanya, "Apa?"
"Reino dan Reina si anak yang dapat rangking ke sembilan belas dan dua puluh dari dua puluh satu siswa." Alby menyahut. Menahan tawa bersama Adrian.
Setelah tahu, Reino mendesis. "Setidaknya, gue lebih pintar daripada Nana!"
Reina menatap orang yang membawa namanya barusan dengan kesal. Dia mengambil sendok dari piringnya dan memukul kepala cowok itu lumayan keras. "Kampret. Nggak bisa banget lo bela gue!"
Reino mengelus kepalanya. Dia mendapatkan sebutir nasi sebab sendok Reina tadi, setelahnya dimasukannya nasi itu ke dalam mulut.
"Udah-udah. Ayo makan." Farhan menengahi sebelum keadaan menjadi ribut. Setelahnya, dia memimpin berdoa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rei(na) & Rei(no) [END]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] [TIDAK PEDULI SEJELEK APA KARYA SAYA, SAYA TIDAK MENGIZINKAN PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN] Hanya keseharian dari Reina dan Reino. Anak yang sengaja dibuat di malam yang sama. Mereka bukan keluarga, apa lagi adik kakak. Akarnya a...