50 | Reino Tidak Normal

123 17 10
                                        

Gpp update lama yang penting update, ya:")

50. Reino Tidak Normal

Tubuh menegang tiba-tiba, lengan besar melingkari perut saat dirinya tengah mencuci piring. Napasnya tertahan saat itu juga. Melirik lengan juga sang pemilik yang tengah menaruh pundak dengan ekspresi wajah sebagai manusia terbahagia di dunia.

"Lepas, nggak?!" Suaranya diiringi geraman rendah. Masih mencoba memperingati dengan cara baik cowok yang malah menggeleng manja. "Lepas!"

"Sebentar, Na. Gue lagi usaha bikin jantung lo berdebar."

"Ah, Sialan! Berdebar tai lo! Lepas kalo lo masih mau punya jantung!" Perut yang cowok disikut keras. Lenguhannya yang panjang memberi tahu sesakit apa rasanya.

Reina memamerkan pisau tajamnya. "Berani ngedeket, mati lo!" Tatapannya tidak kalah tajam dari pisau yang sedang dicuci.

"Sakit, Na." Itu rengekan orang tidak tahu malu. Reina langsung memelototi cowok tinggi yang memasang ekspresi kesakitan.

Wastafel ditinggalkan selepas Reina selesai mencuci piring bekas makannya bersama Reino. Hari ini dirinya kebagian piket. Ruang tamu menjadi pilihannya setelahnya. Duduk manis ditemani segelas kopi dan berbagai camilan. Televisi dinyalakan untuk melihat tayangan kartun.

Dan, manusia tadi datang lagi. Memasang bantal sofa di paha untuk setelahnya dijadikan tempat kepala berada. Meminta camilan di tangan sambil menatap santai wajah Reina dari bawah. Senyum lebarnya memuakkan sekali untuk dilihat.

"Serius, lo ngapain sih, No?" Wajahnya menampilkan ekspresi tidak habis pikir. Helaan napas keluar, terdengar sangat lelah.

"Lagi usaha bikin jantung lo berdebar." Cengirannya muncul setelahnya. Tidak ada raut wajah takut melihat bagaimana Reina menunjukkan ekspresi kesal. "Gimana? Jantung lo udah berdebar?"

Reina tahu apa yang sedang dilakukan cowok yang sedang berbaring di pahanya. Usaha membuat nama Reino Gusmanto Argantara berada di hatinya, katanya. Namun, hal ini bukanlah apa yang ada di pikirannya. Sikap Reino ini melebihi batas. Keterlaluan kalau dibilang. Ini sungguh menyiksanya.

Tidur akan dijadikan guling, piring makannya akan dijadikan untuk dua orang, pahanya akan menjadi tempat kepala berada saat sedang nonton televisi, dan tiba-tiba dipeluk seperti tadi itu menakutkan. Mereka sekarang cuma sedang berdua. Keempat kakak masih liburan di kampung, Davian juga masih sibuk kerja yang katanya akan butuh waktu beberapa bulan, keempat orang tua masih di luar kota.

Reina jadi menyesal memilih pulang lebih awal kalau begini. Niat diri ingin menjauh dari sakit hati yang diberikan Nenek Minah, tetapi malah dibuat pusing seperti ini.

Reina memaksa Reino yang mulai terbahak karena acara kartun untuk bangun duduk. Bahunya dipegang dua-duanya. Matanya ditatap seserius mungkin, sampai membuat yang diperlakukan seperti ini tiba-tiba bingung. "No."

"Hm?"

"Lo nggak normal." Reino mengernyit mendengarnya. "Nggak bisa gini, No. Lo nggak normal karena suka sama gue." Wajah Reina kelihatan cemas karena perkataannya sendiri.

"Maksud lo? Lo cewek, Nana Goblok. Kenapa gue nggak normal?"

"Maksud gue, lo nggak normal karena suka sama gue. Ayolah, kita hidup bareng sebelum dari lahir." Jeda terjadi beberapa detik. "Sebentar, sorry. LO NGGAK BOLEH SUKA SAMA GUE, ANJING. Harus banget, ya, lo gue ngegasin kayak gini?"

Pupil yang disentak membulat. "Nana, lo barusan---"

Reina segera bangkit. Tangan berada di masing-masing pinggang. Melotot menatap yang menatapnya terkejut. "Iya. Gue ngumpat. Apa? Masalah?" Lengan sweater digulung ke atas. "Udahlah, bener kayak gini aja. Sumpah, gue kesel lihat lo nggak pernah marahin gue lagi. No, ayo balik ke diri lo yang dulu.

Rei(na) & Rei(no) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang