Hallooo semuanya. Maaf ya butuh waktu lama buat aku update. Aku lagi sibuk banget. Tugas numpuk dan ga kelar-kelar. Tapi aku cuma mau kasih tahu kalian kalo cerita ini bakal aku selesaiin kok. Pasti. Yang penting kalian yang sabar aja nunggunya^^
62. Reina Mungkin Marah
Reina tampak sedang merenung di kaca panjang depan bilik kamar mandi. Bukankah seharusnya dirinya senang? Maksudnya, senang yang benar-benar bisa tersenyum lebar. Namun, kenapa sekarang rasanya ada yang mengganjal?
Rafli dikeluarkan dari sekolah. Reina nge-blank saat dirinya dipanggil ke ruangan BK pagi-pagi dan diberi kabar seperti itu. Masalahnya ini bukan Rafli yang mengundurkan diri, tapi karena benar-benar dikeluarkan oleh pihak sekolah.
Dirinya tidak tahu langkah apa yang diambil oleh kedua papa yang nampak berapi-api saat tahu alasan kenapa mata kedua mama beserta dirinya bengkak. Wajah yang cerah karena tahu anak tertua pulang langsung gelap saat mendengar penjelasan dari Mama Ira yang lagi-lagi menangis.
Reina bahkan sampai dibentak karena terus berucap untuk tidak melakukan apa-apa. Itu artinya, kedua papa benar-benar marah.
"Kak Nana?"
Reina menoleh saat dengar namanya dipanggil. Lamunan seorang diri buyar saat itu juga. Terkejut karena yang memanggil adalah orang yang ingin ditemuinya akhir-akhir ini, menatapnya dengan tatapan biasa. Bukan sejenis tatapan orang yang sedang marah.
***
"Kak, ini kayak bukan kakak."
Reina dongakkan kepala pelan-pelan. Inginnya mengeluh sebab lehernya sakit karena terlalu lama menunduk setelah duduk bersebelahan dengan Sisi.
"Aku nggak pernah lihat kakak ngehabisin waktu hampir lima belas menit tanpa ngomong apa-apa."
"Sorry, gue...."
Melihat bagaimana kesulitannya kakak kelasnya melanjutkan kalimat, Sisi duduk lebih menyerong. Suaranya keluar begitu lembut, "Jangan dipaksa kalo nggak bisa, Kak." Sisi terlalu peka pada perasaan kakak kelasnya. Tahu jika Reina itu ingin menjelaskan apa yang terjadi, tetapi mungkin terlalu sulit untuk diucapkan. "Aku senang kalo kakak senang."
Reina kembali tatap mata Sisi. Mata yang dalam pikirannya selama ini akan berikan tatapan marah, kecewa, sekarang malah tunjukkan ketulusan. Reina lemah, dadanya rasanya sesak. "Maaf. Gue cinta sama Nono."
"Kakak mau denger cerita?"
---
Reino memang baik, ramahnya akan ke semua orang terkecuali pada orang-orang yang Reino tahu suka padanya. Tidak akan, sebab Reino sudah tahu di hatinya tertulis nama siapa. Mungkin siapa yang pernah dapatkan Reino pernah sangat bahagia sebab cowok itu benar-benar setia.Reino terima helm dari tangan Sisi saat cewek itu mengembalikan dengan raut wajah canggung. Mungkin merasa tidak nyaman sebab sepanjang perjalanan didiamkan, hanya diajak bicara untuk ditanyai arah jalan rumah.
"Makasih, ya, Kak. Maaf ngerepotin."
Reino anggukan kepala dengan ekspresi datar. "Sorry kalo gue bikin lo nggak nyaman." Reino terus terang saja, hadiahnya adalah wajah bingung Sisi. "Gue nggak ngelarang siapapun buat punya perasaan buat gue. Tapi gue menyayangkan sebab orang itu harus milih jatuh cinta sama orang yang nggak bakal balas perasaannya."
Mata Sisi yang membola sejujurnya buat Reino tidak enak. Namun, daripada bertele-tele, Reino pilih jalan cepat. "Banyak orang lain yang pantas dapat cinta dari cewek sebaik lo. Gue yakin lo bisa dapat yang lebih baik." Reino tatap lebih serius tepat di mata Sisi yang nampak berkaca-kaca, "Sorry, gue cinta sama Nana."
---
"Kak Nono bilang kayak gitu di posisi kakak yang udah punya pacar. Setelah itu aku tahu, aku naruh rasa sama orang yang salah." Sisi berikan senyum karena rasanya maksud dari ucapannya tidak akan ditangkap Reina. "Maksudnya, salah karena aku berharap sama seseorang yang jelas-jelas punya rasa yang kuat. Terlalu kuat bahkan sampai bisa nunggu bertahun-tahun untuk dapatin kakak."
![](https://img.wattpad.com/cover/270119067-288-k223190.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rei(na) & Rei(no) [END]
Roman pour Adolescents[FOLLOW SEBELUM BACA] [TIDAK PEDULI SEJELEK APA KARYA SAYA, SAYA TIDAK MENGIZINKAN PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN] Hanya keseharian dari Reina dan Reino. Anak yang sengaja dibuat di malam yang sama. Mereka bukan keluarga, apa lagi adik kakak. Akarnya a...