24 | Reina Sudah Muak

282 56 37
                                    

24. Reina Sudah Muak

Reina sudah benar-benar tidak ingin ikut campur tentang masalah hidup Reino. Bahkan sampai di dalam rumah pun, Reina bersikap seolah tak mengenal Reino. Reina bukannya cemburu. Reina hanya kesal melihat Reino terus-terusan bersikap layaknya orang bodoh. Reina sudah muak.

Saat hari mereka bertengkar, Reina yang baru pulang ke rumah langsung mengemasi barang Reino untuk ditaruhnya ke depan pintu kamar. Dan Reino yang tahu hal itu pun terkejut. Benar, Reina bukan marah seperti biasanya. Cewek itu benar-benar marah.

Bahkan, sudah dua hari semenjak kejadian di kafe, Reina tak bicara sepatah kata pun kepada Reino. Sikapnya sangat dingin, tatapan matanya bukan lagi tatapan marah yang seperti biasanya. Sekarang tatapan tersebut berubah menjadi tatapan yang seolah-olah takkan bisa berubah kembali menjadi hangat kala berhadapan dengan Reino.

Keduanya sekarang tidur berpisah. Reino tinggal di kamarnya walaupun harus tidur dengan lampu yang menyala ditambah senter ponsel yang ikut menyala, alasannya karena takut tiba-tiba mati lampu. Sedangkan Reina biasa saja. Cewek itu melakukan kegiatan hariannya dengan normal. Tetap ceria, kecuali ada Reino di hadapannya. Wajahnya akan menunjukkan ekspresi muak saat bertatapan dengan Reino.

Berangkat sekolah pun tak bersama-sama. Reina yang selalu menaiki Nunu, dan Reino yang entah Reina tidak peduli sama sekali.

Selain teman-teman sekolah yang bingung ada apa dengan dua manusia yang sering dikira kembar ini, tentunya para anggota keluarganya yang paling merasa bingung. Pasalnya tak ada lagi Reina dan Reino yang sedikit-sedikit bertengkar. Sekarang boro-boro bertengkar, berbincang pun tidak.

Contohnya saat Reina meminta izin menginap di rumah Navia dan tidak pergi bersama Reino. Padahal biasanya ke mana pun salah satunya pergi, yang satunya pasti akan ikut.

"Ma, Pa, malam ini aku nginep di rumah Navia, ya. Papa mamanya Navia lagi keluar kota, dia takut sendirian katanya. Mumpung besok hari Minggu juga."

Semua anggota keluarga yang sedang sibuk mengunyah makan malam itu menoleh satu per satu ke arah Reina yang barusan meminta izin.

"Ya udah. Besok pulang jangan siang-siang. Jam sembilan langsung pulang. Kerjaan di rumah banyak."

Reina tersenyum manis, lantas membalas perkataan Nita, "Oke, siap!" Selepasnya, bangkitlah dia sambil membawa piring ke wastafel. "Yang piket jangan lupa cuci piring," kata Reina sedikit menggoda Arabella dan Anindira. Membuat kedua kakaknya menatapnya aneh.

"Sama Nono juga?"

Belum sempat Reina melangkahkan kaki untuk ke kamar, Davian bertanya. Dan itu membuat langkah Reina tertahan. Reina menengok untuk membalas, "Aku nggak pergi sama orang yang nggak aku kenal."

Jujur saja, Reino merasa sakit hati. Pasalnya Reina sekarang tidak sedang becanda, cewek itu sedang serius. Apa lagi tatapan mata dan suara Reina yang sedingin tadi, sungguh membuat Reino merasa sesuatu telah hilang. Diam-diam, kepalanya menengok ke samping untuk memandang Reina yang sudah menginjakkan kaki ke anak tangga.

"Lo berdua lagi berantem, ya? Kenapa?"

"Dari kemarin perasaan nggak ada ngobrol-ngobrolnya. Tidur juga misah," kata Adrian ikut kepo seperti Alby. Tapi bukannya dibalas, Reino malah bangkit dari duduk untuk menaruh piring ke wastafel. Cowok itu hanya mengatakan, "Aku udah selesai makan." Selepasnya pergi ke kamar miliknya sendiri.

Reino merasa kehilangan dirinya sendiri. Tak ada lagi Reino yang ramai. Tak ada lagi Reino cowok pemilik senyum termanis---menurut Reina. Reino sedih akan hilangnya dirinya.

Namun, ketimbang merasa sedih akan dirinya, Reino lebih sedih karena Reina yang hangat padanya juga menghilang. Reino rindu akan Reina yang selalu memarahinya namun beberapa saatnya langsung menebar senyum manis untuknya. Bukan seperti sekarang yang marah namun tak kunjung juga senyum manis itu terpampang.

Rei(na) & Rei(no) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang