22. Pendekatan
Selesai buang air kecil, Reino melenggang keluar kamar mandi. Baru beberapa langkah melangkah, langkahnya langsung tertahan ketika mendapati seseorang berdiri di depannya. Dia pun mendongak perlahan. Dan bola matanya berubah membulat setelahnya, mengekspresikan rasa terkejutnya. Ya, sedari melihat cara berdiri orang itu saja Reino sudah tahu kalau itu adalah Fani.
Di taman sekolah yang lumayan sepi, berdirilah Reino dengan Fani. Jarak beberapa meter terbentang di antaranya, dan itu karena Reino yang sengaja menjauh padahal Fani sudah memberanikan diri untuk mendekat.
Tadi, Fani yang meminta Reino untuk memberikan waktunya sebentar. Reino sempat menolak mengingat pesan Reina waktu itu. Namun, Fani memaksa. Dan karena perasaan cinta Reino masih ikut campur, jadilah Reino menyetujui.
Keadaannya sekarang sangatlah canggung. Saling menunggu agar salah satunya berani bicara dulu.
"Reino."
Reino tahu dirinya lemah. Buktinya dipanggil dengan suara lembut Fani saja dia langsung sedih. Sedih karena dia rindu pada cewek itu.
Reino menoleh tanpa ekspresi. Menatap cewek itu segan-segan. Dia bahkan tidak membalas apa-apa. Selanjutnya, dia menunduk lagi karena tidak kuat menatap wajah sang mantan. Itu sungguh membuatnya merasa sakit.
"Maafin aku."
Sekarang rasa sakitnya bertambah. Dan Reino masih tidak sanggup untuk melihat wajah cewek di depannya.
"Reino, maafin aku."
Reino masih diam dengan posisinya yang menunduk. Dia sejujurnya agak takut kalau tiba-tiba air matanya akan muncul.
"Aku tahu aku salah.
"Aku sayang sama kamu, Reino."
Selain sakit karena merasa rindu, Reino juga sakit sebab perkataan Fani tadi. Perkataan yang menyatakan perasaan sayang. Maksudnya, kalau cewek itu sayang kenapa selingkuh? Kenapa?
"Tolong jangan menjauh, Reino. Tolong kasih aku kesempatan."
Tak mendapati respon dari Reino, Fani berjalan mendekat. Sontak, Reino langsung mundur. Sekarang dia sudah menatap cewek di depannya. Dan Fani yang mendapati respon Reino itu tentu merasa sakit, nampak sangat jelas di wajahnya.
"Reino...,"
"Kita udah selesai." Reino bicara cukup tegas. Matanya yang hampir berlinang memandang Fani berani.
"Rei---"
Tak meladeni, Reino memilih pergi. Berjalan dengan langkah yang gemetar dan hati yang sakit. Berusaha menahan air mata sialannya agar tidak menetes.
***
"Nggak mau, Na! Gue bilang gue mau pulang!"
Reina tak mau kalah, menarik tangan kanan Reino, berusaha membawanya ke sebuah kafe. "Sebentar aja. Gue janji."
"Nggak mau! Gue capek!"
"Lo capek ngapain, sih? Dari berangkat sekolah juga gue yang nyetir Nunu!" Kembali, ditariknya tangan Reino. Berkat tenaganya yang kemungkinan lebih besar daripada Reino, dia berhasil membawa Reino ke dalam kafe "Serendipty". Kafe yang biasa Reina dan keempat sahabatnya gunakan untuk nongkrong. Namun, kali ini hanya ada Reina dan Reino saja karena yang lain sedang sibuk masing-masing.
Dengan mata berbinar, Reina memandang salah satu bangku yang diisi cewek berambut selengan yang posisinya membelakangi dirinya. "Itu dia." Setelahnya, ditariknya tangan cowok di sampingnya. Namun, Reino mempertahankan tubuhnya agar tak bergerak. Itu membuat Reina menoleh. Dan mendapati penampilan wajah Reino yang menolak, agak memelas. "Sebentar aja. Gue janji. Kasihan, dia udah datang loh. Ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rei(na) & Rei(no) [END]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] [TIDAK PEDULI SEJELEK APA KARYA SAYA, SAYA TIDAK MENGIZINKAN PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN] Hanya keseharian dari Reina dan Reino. Anak yang sengaja dibuat di malam yang sama. Mereka bukan keluarga, apa lagi adik kakak. Akarnya a...