Chapter ini bakalan jadi penutup yang panjang. Selamat membaca chapter penutup ini.
64. Akhir Cerita
Kekesalan seorang diri Navia terjeda ketika seseorang mengajaknya bicara. Wajah kesal Navia yang ditinggal oleh Reina dan Reino langsung datar saat orang yang datang dari belakang adalah Raja yang mengajukan pertanyaan kepadanya. Katanya, "Gimana kalo gue yang traktir lo hari ini?"
Navia hanya pandang Raja dengan tatapan tidak suka. Sudah cukup muak menerima pertanyaan dengan maksud membujuknya untuk berhenti marah.
"Please, Vi."
Tapi saat wajah serius Raja keluar, Navia tidak tahu mengapa omelan dirinya tidak keluar. Sampai berakhirlah dirinya ke kafe biasa di mana dirinya dengan para sahabat mengumpul. Namun, kali ini hanya ada mereka berdua.
Navia tak keluarkan kalimat panjang lebar sedari tadi. Hanya jawab seadanya jika cowok itu bertanya. Tidak ada Navia yang bawel kali ini. Jelas karena dirinya masih kesal pada Raja. Namun, Navia duduk berhadapan dengan Raja di sini dengan hati yang ingin dengar sesuatu dari cowok di depannya. Sesuatu yang sekiranya buat rasa kesalnya hilang.
"Silakan dimakan." Senyum lebar Raja hilang cepat karena respon Navia. Makanan banyak yang dihidangkan tidak juga buat sahabatnya itu setidaknya mau tersenyum untuknya. "Lo boleh nambah. Apa aja. Terserah." Raja tersenyum kecut karena Navia tidak juga beri respon. Hanya santai makan tanpa peduli pada orang di hadapan. Semacam Raja ini tidak dianggap.
Raja segera sodorkan jus jeruk saat Navia hendak menggapainya. Senyum tulusnya tidak juga diberi apresiasi oleh Navia. Sahabatnya itu hanya pasang wajah datar. Datar yang lebih terlihat marah.
Pertanyaan semacam "Lo nggak makan?" tidak juga muncul walaupun Raja tunggu. Raja semakin kelimpungan karena sepertinya Navia tidak juga akan memaafkannya walaupun acara traktir ini nanti selesai.
Dan Raja sepertinya berhalusinasi saking inginnya mendengar Navia mengajaknya bicara. Wajahnya linglung setelah dengar pertanyaan singkat, "Terus?"
"Lo ngomong sesuatu, Vi?" Raja bertanya dengan ragu. Pasalnya dirinya tak merasa lawan bicaranya ini keluarkan suara. Gerakannya hanya tundukkan kepala sambil menyuap makanan. Raja pikir kalau dirinya hanya salah dengar sebab Navia tak juga kunjung menjawab.
"Terus apa?"
Respon itu ada. Kalimatnya sama seperti yang Raja kira dirinya berhalusinasi. "Maksudnya?"
"Terus apa? Asal lo tahu, ya, gue sekarang mau diajak makan bukan cuma-cuma."
Raja mengangguk terlalu bersemangat. "Oh. Oke, lo habis ini mau ke mana? Beli snack banyak di supermarket mau nggak? Atau ke mana aja. Terserah. Gue turutin."
Saat Navia tatap dirinya dengan tajam, Raja langsung terdiam kaku. Mengumpati diri sendiri karena mungkin dirinya lakukan kesalahan.
"Gue nggak mau duit lo, Ja."
"Sorry, gue---"
"Gue nungguin lo ngomong sesuatu. Penjelasan yang sekiranya bikin gue nggak naruh rasa kesel lagi sama lo. Karena sejujurnya gue malas banget harus berantem sama temen sendiri."
Raja langsung keluarkan kalimat sebisanya, "Vi, gue nggak pernah nganggap lo sebagai cewek segampang itu. Dan gue nggak pernah ngomong kayak gitu dengan niat becandain lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rei(na) & Rei(no) [END]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] [TIDAK PEDULI SEJELEK APA KARYA SAYA, SAYA TIDAK MENGIZINKAN PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN] Hanya keseharian dari Reina dan Reino. Anak yang sengaja dibuat di malam yang sama. Mereka bukan keluarga, apa lagi adik kakak. Akarnya a...