Plss, kalian yang biasanya vote pada ke mana?:")
48. Penolakan Menyakitkan
Untungnya matahari sudah tidak terlalu menyengat di jam yang menunjukkan pukul setengah empat sore, jadi kegiatan memetikki cabai di kebun tetangga sedikit bisa dinikmati. Tadi tetangga meminta bantuan pada nenek untuk memanen cabai tahu cucu-cucunya datang, katanya butuh bantuan banyak orang sebab besok cabainya hendak dijual. Beberapa dari mereka malas, tapi tetap menurut karena kata nenek tidak enak jika menolak.
Reina menatap bosan kedua kakak lelakinya yang menurutnya kekanakkan sekali. Melihat Alby yang memulai usil duluan dengan melepas sapu tangan, pura-pura habis memetik cabai dengan tangan kosong dan selanjutnya mencolok mata Adrian. Kakak Reino itu marah karena dikerjai, untung tidak benaran tangan habis memetik cabai, kalau tidak, mata sudah sulit terbuka karena perih. Selanjutnya saling memukul bahkan saling melempar cabai ke wajah masing-masing. Saling merebut topi kebun untuk dibuang itu terlihat seperti bocah yang bertengkar.
"Dasar bocah." Reina menggeleng datar sembari melewati keduanya yang masih asik bertengkar. Berpindah ke tempat lain, ingin terbebas dari dua manusia kekanakkan.
Keranjang diletakkan di tanah, bersebelahan dengan milik Reino yang topi di kepala hampir menghilangkan matanya. Cowok tinggi itu menengok ke arahnya, mengangkat topi untuk melihat siapa yang ada di samping. Setelahnya, tidak tahu kenapa wajahnya jadi cemberut, buru-buru hendak pergi dari sana.
"Lo kenapa, sih?"
Ditanya dengan ketus, Reino berhenti berjalan. Kepalanya menengok sedikit masih dengan ekspresi yang sama.
"Nggak jelas lo. Tiba-tiba diamin gue kayak gini."
Reino yang kesal kembali ingin pergi dari sana, tetapi bajunya ada yang menarik. Kepalanya tertunduk, sedikit merasa senang karena ada pergerakan dari Reina. Pastilah cewek itu tidak betah diabaikan olehnya. "Lepasin, Na!" Suaranya dingin, tidak bergerak dari tempat. Senyum tipisnya terbit setelahnya. Jual mahal adalah yang sedang dilakukannya. "Gue bilang lepasin! Gue nggak mau ngomong sama lo!" Tubuhnya coba digerakkan, memberontak agar Reina benar percaya dirinya benar-benar marah.
"Lepasin! Nanti baju gue sobek!" Suaranya semakin keras saat dirasakan ujung baju belakang tambah erat dipegang. Hal ini semakin membuatnya menjerit senang dalam hati. "Gue bilang lepasin!" Kepalanya menengok ke belakang kasar. Menemukan Reina berdiri dengan jarak yang tidak mungkin bisa memegangi bajunya.
Reino kaget saat menurunkan pandangan, hal yang membuatnya tidak bisa berjalan itu adalah bajunya tersangkut di kayu. Kembali menatap Reina dengan bola mata membulat, sedangkan cewek itu menatapnya dengan raut wajah bosan. Buru-buru melepaskan baju yang tersangkut dan berjalan cepat dari sana. Menunduk karena malu, benar-benar ingin mengubur diri hidup-hidup.
Reina berdecih setelah cowok itu menghilang dari pandangan. Malas mengejar untuk meminta jawaban, lanjut memetik cabai adalah pilihannya. Dan tidak lama, kepalanya bergerak cepat kala mendengar suara perempuan berteriak cukup keras. Didekati karena suara itu kembali terulang, memberinya petunjuk dari mana suara tersebut. Matanya lalu menangkap Arabella sedang terduduk di tanah dengan kaki yang sepertinya terluka.
Kakinya bergerak mendekat dan meninggalkan keranjang yang sudah berisi setengah cabai, membuat atensi kakaknya teralih padanya. Sarung tangan dilepasnya, diulurkan tangan putih itu kepada sang kakak yang menatapnya bingung.
"Ayo."
"Nggak usah, gue bisa sendiri." Itu bohong saat sendirinya mencoba untuk bangkit, teriakan sakit kembali keluar dari belah bibir. Reina berdecak melihatnya, menarik tangan sang kakak cukup keras dan memapahnya untuk duduk di kursi kayu panjang yang letaknya tidak jauh dari sana. Membantu kakaknya untuk duduk di kursi tersebut dan mengambil kotak obat di samping, pemberian pemilik kebun karena katanya untuk jaga-jaga sebab banyak paku yang tersebar. Tanah ini dulunya rumah yang diratakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rei(na) & Rei(no) [END]
Jugendliteratur[FOLLOW SEBELUM BACA] [TIDAK PEDULI SEJELEK APA KARYA SAYA, SAYA TIDAK MENGIZINKAN PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN] Hanya keseharian dari Reina dan Reino. Anak yang sengaja dibuat di malam yang sama. Mereka bukan keluarga, apa lagi adik kakak. Akarnya a...