23. Aku Hamil
Selesai memarkirkan Nunu yang mana tadi dikendarainya kencang, Reino berlari menyusuri gang sempit menuju ke tempat yang Fani beritahukan kepadanya. Berlari dengan tergesa-gesa dan sangat terlihat cemas.
"Fani....
"Fani, kamu di mana?"
Reino mulai berteriak masih dengan langkahnya yang cukup cepat. Kepalanya aktif menengok kanan ke kiri. Yang dirasanya rumah-rumah di sana adalah rumah kosong. Nampak dari penampilannya yang tidak terurus.
"Fani... kamu di mana?
"Fani, kalo kamu dengar suara aku tolong teriak!"
Napas Reino sekarang cukup tersengal. Selain karena cukup lelah berlari, itu juga karena dirinya terlalu cemas. Sampai terdengar suara tangisan dari salah satu rumah yang jaraknya empat meter dari tempatnya, Reino langsung berlari tanpa ba-bi-bu. Mencoba memasuki rumah kosong tersebut yang ternyata pintunya terkunci.
Mendengar suara pintu yang nampak ada yang berusaha membukanya, Fani yang posisinya terikat di kursi menjerit walaupun tidak terdengar dengan jelas sebab sumpalan kain di mulutnya.
"Fani, kamu ada di dalam?!" Reino bertanya panik. Direspon rengekan dari seseorang di dalam. Tahu itu Fani, Reino semakin gencar berusaha membuka pintu. Sampai akhirnya terbukalah pintu tersebut.
Mengetahui itu Reino, Fani menangis tambah kencang. Tangis yang menandakan bahwa dirinya merasa bersyukur karena Reino ada di sini.
Reino dengan cepat membuang sumpalan di mulut Fani, membuka ikatan tali di tubuh Fani yang bergetar. Belum sempat dirinya bertanya apa cewek itu baik-baik saja, Fani langsung memeluknya sambil menangis keras. Membuatnya memaku dan bingung harus apa. Namun, untuk kemudian dipeluk balik tubuh Fani erat-erat. Dielus rambut panjangnya lembut.
Melihat Fani sudah sedikit tenang, Reino melepas pelukannya. Menghapus air mata cewek itu. Beberapa saat setelahnya, barulah dia bertanya, "Kamu baik-baik aja?" Dibalas anggukan oleh Fani masih dengan napas yang sedikit tersengal. Setelahnya ditariknya tangan cewek yang masih dia cinta itu keluar dari rumah kosong tersebut. Membawanya pergi ke tempat yang aman, yang sekiranya orang jahat yang menahan Fani tadi tidak akan menemukan keduanya.
Tadinya Reino akan langsung mengantar Fani untuk pulang ke rumah. Namun, Fani menolak dengan alasan yang Reino tak ketahui. Kala ditanya, Fani tidak menjawab. Hanya terus kekeh untuk tidak diantar ke rumah. Jadilah sekarang Reino membawa Fani ke sebuah toko yang di depannya disediakan kursi lumayan panjang. Keduanya duduk dengan jarak yang lumayan jauh.
"Siapa orang berengsek yang ngelakuin ini ke kamu?" tanya Reino sambil menoleh menatap Fani yang sibuk menunduk. Ada penunjukkan kalau dirinya marah. Tentu saja, siapa yang berani memperlakukan seorang perempuan seperti tadi?
Ditanya seperti itu, Fani menoleh untuk menatap Reino. Namun, tak ada niat untuk menjawab atau bingung harus menjawab apa. Fani hanya kembali menunduk dan menautkan kedua tangan tanda gelisah.
"Fani." Reino memanggil dengan suara seriusnya. Membuat cewek di sampingnya menoleh. "Jawab aku. Siapa orangnya?"
"Raden." Setelah cukup lama diam, Fani akhirnya menjawab dengan gemetar. Tak sedikitpun kepalanya menoleh untuk menatap lawan bicara.
Reino terkejut, tentu saja. Raden adalah cowok yang dengan berengseknya berani menyentuh Fani. Tanpa sadar, tubuhnya sekarang menyerong ke arah Fani tanda dirinya membuka diri. "Raden?" tanyanya, "kenapa dia lakuin ini?"
Fani langsung terisak. Tubuhnya gemetar tanda tak kuat menahan sesak di dalam hati. Tentunya membuat Reino terkejut. "M-maaf." Penuturan Fani membuat Reino penasaran. Dan tambah membuat penasaran kala Fani terus-terusan meminta maaf. "Maafin aku, Reino."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rei(na) & Rei(no) [END]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM BACA] [TIDAK PEDULI SEJELEK APA KARYA SAYA, SAYA TIDAK MENGIZINKAN PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN] Hanya keseharian dari Reina dan Reino. Anak yang sengaja dibuat di malam yang sama. Mereka bukan keluarga, apa lagi adik kakak. Akarnya a...