41 | Takdir Memang Suka Becanda

136 31 1
                                    

41. Takdir Memang Suka Becanda

Reino mengangguk dan membiarkan Reina meninggalkannya masuk ke dalam salon. Duduk di bangku panjang di depan salon yang mana membuatnya santai melihat pemandangan di depan bukanlah jalanan yang riuh atau hal-hal yang membuat kepala pusing, melainkan taman hijau yang terurus. Apa lagi cuacanya sedang tidak panas, membuat suasana hati pun menjadi baik.

"Tunggu di sini, ya."

"Oke, Bun."

Reino tidak mengalihkan atensi dari layar ponsel sampai anak perempuan yang perkiraannya berumur di bawah sepuluh tahun mengambil duduk di sampingnya dengan pandangan yang seluruhnya terfokus pada wajahnya. Entah mengapa, namun anak perempuan tersebut tersenyum lebar apa lagi saat dirinya balas tersenyum.

"Kakak mau nggak jadi pacar aku?"

Mata Reino melotot. Kaget ditanyai begitu oleh orang yang baru pertama kali ditemui, apa lagi yang bertanya anak kecil. "Umur kamu berapa?" Tetapi akhirnya membalas ramah walaupun agak lama.

"Tujuh tahun."

Reino menyurutkan senyum, memasang ekspresi kecewa pura-pura. Mengelus tengkuk dan membalas, "Maaf, nanti Kakak kena marah Nana karena pacaran sama anak kecil." Alasan yang beda dari yang lain. Lagi pula Reino tidak mau mengeluarkan alasan klasik. Seperti perbedaan umur contohnya, pasalnya dirinya bukan orang yang mengutamakan umur saat jatuh cinta. Ya tapi tidak untuk bocah juga, Reino normal, bukan seorang pedofil.

"Yah..." Wajah imutnya mengeluarkan ekspresi kecewa yang tambah membuatnya terlihat imut. "Nana itu siapa?"

"Cewek cantik."

"Pacarnya Kakak?"

"Belum. Doain aja supaya berani nyatain perasaan secepatnya."

Anak perempuan itu malah tersenyum lebar. Tidak menunjukkan gelagat sedih karena cintanya telah ditolak. "Boleh lihat fotonya?"

Reino baru saja mengangguk dan hendak menyalakan layar ponsel untuk menunjukkan secantik apa Reina. Namun, suara yang menyapu indera pendengaran menggagalkannya.

"No, ayo balik. Udah selesai."

Benar, itu suara Reina yang membuat kedua orang yang duduk di bangku yang sama menoleh hampir kompak. Reino mengangguk, merespon ajakan Reina yang tampak terburu-buru. Rambutnya sudah dipotong, kembali sepanjang sebahu dengan tambahan poni. Manis sekali wajah itu untuk dilihat.

Reina itu tidak pernah memiliki rambut panjang semenjak kecil. Rambutnya selalu pendek karena katanya punya rambut panjang itu ribet. Dan selalu ketika pergi untuk memotong, Reino yang akan menemani. Duduk berjam-jam menunggu cewek mungil itu Reino tidak pernah keberatan selagi tidak ada kegiatan yang perlu dilakukan. Pasalnya Reino selalu suka melihat penampilan baru Reina. Selalu bersemangat untuk melihat Reina keluar dari salon dan senyumnya akan terlihat sangat lebar saat itu kala mengetahui akan semanis apa Reina.

Reino menoleh ketika lengannya merasakan colekkan pelan. Mengangguk sambil tersenyum ketika anak kecil tersebut bertanya tanpa suara, katanya, "Itu orangnya?"

"Balik duluan, ya. Jangan lupa doain juga semoga diterima." Reino berbisik pelan. Merebut atensi Reina yang barusan akan memanggil cowok itu karena terlalu lamban. Menatap aneh mendapati dua orang di di depan terlihat akrab.

"Siapa? Lo kenal?" Reina bertanya sambil menatap anak perempuan di sana yang terus menatap pergerakkan keduanya.

"Nggak. Cuma ngobrol aja sebentar pas saling lagi nunggu." Reino menjawab dengan senyum manis. Tambah manis ketika melihat wajah cantik Reina sudah dihiasi helm yang barusan dipakaikannya.

Rei(na) & Rei(no) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang