40 | Siapa Cewek Itu?

136 31 7
                                    

40. Siapa Cewek Itu?

Sudah hari ke tiga dan Reina belum merasakan perubahan dari gerakannya. Masih terkesan kaku dan sering lupa. Sedang merengut kesal karena lupa apa gerakan selanjutnya, omelan Mama Nita yang barusan membuka pintu kamar itu membuatnya terkejut.

"Nana, Nana! Jangan main-main deket kompor!"

Reina segera menjauh dari kompor menyala yang air di dalam panci sedang dimasak. Memasang wajah waspada melihat sang mama mendekat dengan wajah tak bersahabat.

"M-maf."

"Kamu ngapain, sih? Aduh! Nanti kesenggol rumah kebakaran!"

"L-lagi latihan." Reina menunduk. Tak berani menatap mata sang mama karena tahu Mama Nita masih marah.

"Ya latihan itu di tempat lega dong. Jangan di sini!"

"I-iya. Maaf, Ma."

"Itu lagi masak apa?"

"Air. Mau bikin kopi."

Mama Nita menghela napas dan pergi keluar rumah. Ketika kepalanya geleng-geleng, Reina masih bisa melihatnya.

"Udah tuh. Gosong mampus."

Reina segera berbalik untuk mematikan kompor ketika Arabella bicara padanya dengan nada seperti biasa; tidak bersahabat. Menghela napas karena ucapan sang kakak tadi tidak kejadian.

"Masak air aja nggak becus. Sok-sokan ikut cheerleaders. Belajar aja yang bener. Nanti nggak naik kelas nangis."

Reina bahkan tidak tahu kalimat sang kakak itu kalimat ledekan yang diberikan oleh orang-orang yang ke berapa. Tapi yang jelas, dirinya kesal. Namun, tidak membalas karena tidak mau bertengkar. Mendesis saja untuk setelahnya memasukkan air panas ke dalam gelas yang sudah diisi kopi.

Reina naik ke anak tangga untuk pergi ke rooftop rumah. Menemukan Reino yang sedang rebahan di kursi lebar yang terkesan seperti meja.

"Udah selesai?"

Reina mengangguki pertanyaan cowok yang langsung duduk kala mendengar suara pintu dibuka. Memandang dirinya dengan tatapan hangat dan senyum lebar. Sedikit aneh melihatnya sebab dahulu tidak begini. Apa lagi sekarang saat bokongnya menyentuh kursi kayu, Reino dengan sengaja menggeser bokong agar duduk lebih dekat dengannya.

"Gue tahu gue habis mandi dan wangi. Tapi jangan deket-deket, kursi masih lega." Reina meneguk kopi di gelas saat Reino sendiri mengambil minuman dari atas nampan yang dibawa Reina, miliknya adalah susu putih.

Reino tidak menurut, ketika cewek cantik di samping bergeser, justru dirinya ikut menggeser juga. Tatapan mengintimidasi pun langsung terpampang. Suara Reina terdengar kesal, "Lo kenapa sih akhir-akhir ini? Nyengar-nyengir terus di depan gue. Nemplok mulu kerjaannya." Reina semakin bingung melihat ekspresi Reino yang terlihat semakin aneh itu. Senyumnya kian melebar seperti memiliki maksud tertentu. "No, jangan bilang lo---" Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Reina sudah menutup mulut dengan telapak tangan, mata melotot juga sebagai tanda terkejut. "Berharap omongan gue yang bakalan beli kado ulang tahun buat lo itu bener?"
---
"Lo nggak mau ikut?" Reina melirik Reino diam-diam yang tengah duduk di ranjang sambil menunduk. "Ya udah, padahal niatnya gue pengen beliin sepatu yang lo pengen di sana." Melanjutkan sok peduli, Reina menghela napas, memberi tahu Reino kalau dirinya kecewa. Dari ekor matanya, dia mendapati Reino yang menatapnya dengan tatapan yang diartikannya bimbang.

"Ditambah, kita jarang liburan. Padahal mumpung ada waktu. Sayang banget, jarang-jarang ada waktu kayak gini." Bilangnya tidak papa Reino tidak ikut, tapi tetap melanjutkan membujuk sambil terus mengemasi barang untuk pergi liburan ke Dunia Fantasi. "Pasti bakalan asik banget."

Rei(na) & Rei(no) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang