39 | Perjuangan Reina

182 33 24
                                    

Sebelum baca chapter ini, aku mau ngasih tahu kalian sesuatu. Semuanya, maaf, ya, kayaknya aku nggak bisa update tiga kali dalam satu Minggu lagi. Mungkin cuma satu kali doang. Aku sibuk sampai kadang nggak ingat harus update. Ditambah sisa chapter yang aku tulis dan tinggal upload tinggal sedikit. Ini masih kemungkinan. Mungkin terjadi kalo aku terus-terusan nggak punya waktu buat update.

Ingat, ini masih kemungkinan. Tapi kalo itu beneran terjadi, aku harap kalian betah-betah nunggu kelanjutan kisah Nana dan Nono. Hehe.

39. Perjuangan Reina

Tubuh Reino sampai menubruk lantai mendengar suara teriakan keras. Terkejut dan takut mengingat kejadian tadi pagi. Kepalanya menengok kanan kiri, tapi tidak menemukan Reina. Sampai suara teriakan yang tak sekencang tadi terdengar kembali, dirinya buru-buru bangun untuk masuk ke kamar mandi yang pintunya tak tertutup walaupun sempat menabrak tembok sebab nyawa belum terkumpul.

"Apa? Ada apa, Na?"

Saat Reina yang semula menghadap lurus ke kaca sekarang menyerong ke arahnya, Reino tak bisa menahan ekspresi untuk tidak menunjukkan keterkejutannya.

"Gimana ini? Ah, pokoknya gue nggak mau keluar rumah!"

"Coba, coba gue lihat." Reino memegang dagu cewek pendek yang duduk di sampingnya untuk menghadapnya. Dan wajah Reina yang merengut begitu entah kenapa sekarang justru imut untuk dipandang. Padahal dulu-dulu, melihat Reina kesal itu dirinya ikut kesal karena cewek itu terlihat jelek. "Nggak papa, masih cantik kok."

Reina segera melepaskan tangan Reino yang mulai mengelus pipi. Tatapan kesal terarah pada cowok yang bertatap pandang dengan dirinya. "Cantik, cantik, jelas-jelas tadi lo juga kaget lihat muka gue jerawatan kayak gini!"

"Gue kaget karena lo masih tetap cantik padahal ada jerawatnya."

Reina mendengus, lantas berdiri untuk mengaca di kaca. Decakan keluar kembali melihat jerawat baru di tengah-tengah alis, macam tindik orang India. "Aish, ini pasti gara-gara semalam. Gue nggak pakai skincare karena nggak bawa!"

"Cuma satu, Na. Lagian emang apa salahnya sih punya jerawat? Dengan punya jerawat lo jelek gitu? Lo kebanyakan lihat drakor, sih. Ya iya di drakor nggak ada yang punya jerawat orang ketutupan make up. Aslinya mereka juga punya jerawat."

"Masalahnya ini jerawatnya kayak tindik orang India, Nono. Mana lumayan gede lagi."

Reino menarik tangan mungil agar kembali duduk di ranjang. Menangkup wajah mungilnya. Ditatap lembut mata indah di depan mata. "Na, lo cantik."

Hati Reina melunak diperlakukan begini. Tidak tahu kenapa. "Gue malu." Pandangannya setelahnya menurun.

Reino berdiri sambil mengatakan kata "sebentar" pada Reina. Menyuruh cewek itu untuk menunggu selagi dirinya pergi keluar kamar. Masuk ke dalam kamar Anindira di rumah sebelah yang mana membuat kakaknya itu terlonjak dari kursi karena terkejut. Dorongan pintu Reino tadi memang agak keras.

"Gue bilang ketuk pintu dulu kalo mau masuk!"

"Maaf, lupa." Nyengir, setelahnya segera membuka laci sang kakak seenak jidat. "Minjam obat jerawat. Makasih." Berlalu keluar kamar setelah menutup pintu hati-hati karena takut tidak dikasih pinjam.

"Awas aja pas dibalikin isinya berkurang." Anindira bergumam. Kembali fokus pada laptop di depan mata.

Reina tidak berhenti menatap diri di pantulan cermin kecil di genggaman. Jerawatnya barusan selesai diobati oleh Reino. "Aish, kapan hilangnya, sih?"

"Baru aja diolesin, ya, kali langsung hilang."

"Pokoknya gue nggak mau pergi ke mana-mana!"

"Tapi lo 'kan harus latihan."

Rei(na) & Rei(no) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang