10. Hari Yang Menyebalkan
"Hmmph, bau banget astaga."
"Yang dipakai itu hidung lo. Bukan mulut lo. Jadi, diam lo!"
Reino merotasikan bola matanya. Hidungnya masih dia apit dengan dua jarinya. Sekarang posisinya dia sedang menunggu Reina yang lagi membersihkan bekas pup di WC perempuan. Bilik kamar mandi mereka bersebelahan.
"Mana bajunya?"
Reino menaruh baju olahraga sudah dengan celananya ke pembatas bilik kamar mandi. Setelahnya, dia pergi keluar dari bilik kamar mandi hendak mengaca di kaca yang sudah dilengkapi dengan wastafel.
"Cowok mesum! Ada cowok mesum!"
Reino langsung terbelalak kala melihat salah seorang siswi yang baru masuk kamar mandi berteriak seperti itu. Dia dengan cepat menggeleng, membantah tuduhan. "Bukan! Bukan!"
Cewek tadi mundur beberapa langkah, memasang wajah was-wasnya.
"Maaf-maaf aja nih, ya, gue suka cowok."
Mendengar kebohongan Reino barusan, di dalam kamar mandi Reina terbahak.
"Jadi, silakan aja. Gue lagi nungguin Nana."
"Ya! Dia lagi nungguin gue. Gue takut sendirian."
Reino mengangkat satu alisnya, mengiyakan perkataan Reina barusan.
"Tenang aja. Dia nggak suka cewek kok. Dia sukanya sama om-om," ucap Reina lagi menahan tawanya.
Reino tersenyum kecut, "Gue suka pria yang berotot," katanya. Dan itu membuat siswi tadi akhirnya berani melanjutkan langkah untuk menyelesaikan urusannya walaupun masih terlihat sedikit takut.
***
"Jadi, tadi lo nangis itu bukan karena tahu kebenarannya? Tapi karena nahan pup?"
Reina menoleh ke samping. Menggigit burger yang dipegang Reino. Memakannya sambil mengangguk. "Iya."
Reino terbahak-bahak. Dan itu mengundang tawa Reina juga. Benar kan apa kata Reino? Reina itu tidak waras.
"Nggak, sih. Sakit hati sih dikit aja. Tapi alasan utama gue nangis karena udah mau keluar, si bangsat itu malah nahan gue. Jadilah gue pup di celana."
Lagi, Reino terbahak. Dia mengusap rambut cewek di sampingnya gemas. "Kocak."
"Gue 'kan berusaha keras nahan di waktu-waktu gue lagi nyelesain dialog, akhirnya gue ngerasa lega setelah punya alasan untuk pergi dari sana. Tapi si bangsat itu malah nahan ditambah ngomong kayak gitu."
Reino memakan burger yang hanya satu di tangannya itu. Setelahnya, digantikan oleh Reina. Ya, makan barengan begini pun keduanya tak masalah. Nah ngomong-ngomong, di tangan kanan Reino itu ada plastik hitam berisi pakaian Reina tadi. Sekarang mereka berjalan hendak menuju ke kelas setelah tadi tidak ikut belajar selama dua jam. Untungnya, kata salah satu teman sekelasnya hari ini gurunya tidak datang.
"Gue udah nggak heran lagi, sih. Ini emang lo. Kalo suatu hari lo nangis-nangis karena diputusin cowok, gue yakin saat itu lo pasti udah waras." Reino terbahak lagi. Dan mendapatkan tatapan datar dari Reina yang masih asik makan burger.
"Awas jangan bilang siapa-siapa. Kalo sampai beber, mati lo!" ancam Reina. Tapi Reino malah mengusilinya, cowok itu mengikuti omongan Reina. Dan langsung digeplak lengannya oleh Reina. "Jujur sama gue, lo udah tahu sejak awal 'kan alasan kenapa Rifki mutusin gue?"
Reino menjadi batu dalam sesaat. Mengedarkan pandangan ke arah lain yang Reina tahu kalau cowok itu berpura-pura tak tahu apa-apa. Melirik ke arah Reina yang menatapnya tajam. Helaan napas keluar dari belah bibir. Memandang Reina sudah tidak takut seperti tadi. "Gue cuma nggak mau lo tahu kenyataannya dan tersakiti, Na. Gue nggak tega lihat lo nangis."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rei(na) & Rei(no) [END]
Novela Juvenil[FOLLOW SEBELUM BACA] [TIDAK PEDULI SEJELEK APA KARYA SAYA, SAYA TIDAK MENGIZINKAN PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN] Hanya keseharian dari Reina dan Reino. Anak yang sengaja dibuat di malam yang sama. Mereka bukan keluarga, apa lagi adik kakak. Akarnya a...