14 | Pacar Pura-pura

281 40 17
                                    

14. Pacar Pura-pura

"Nanti malam bayarin pizza."

"Padahal lo sendiri yang buat peraturan, tapi dilanggar sendiri."

"Emang lo berdua kenapa nggak datang, sih? Ditelepon juga nggak diangkat. HP lo berdua juga sengaja dimatiin."

Reina yang sedang mengunyah burger di dalam mulut, menatap muak ketiga sahabatnya; Navia, Raja, Diandra bergantian yang barusan menanyakan pertanyaan dengan bergantian. Selanjutnya, helaan napas keluar dari belah bibir tipisnya. Membuat ketiga sahabatnya langsung merasa tak enak. Ketiga orang itu langsung membenarkan duduk sambil memutus kontak mata dengannya. Sangat paham kalau arti dari tatapan itu adalah tanda kemarahan.

Selesai menelan, Reina berucap, "Ada masalah tadi malam. Ya udah gantinya nanti malam. Di rumah Raja."

"Masalah apa?" tanya Navia.

"Gue nggak bisa. Gue ada les," kata Diandra.

"Ya udah. Biar duit gue nggak kebuang banyak." Reina berucap sambil menatap Diandra, membuat sahabatnya itu mengerucutkan bibir. Setelahnya pandangannya terarah pada Navia yang masih menatapnya, meminta jawaban dari pertanyaan yang belum dijawab olehnya. "Mama papa bahas masalah Rifki."

Mendengar ucapan Reina, ketiga sahabat itu kompak menatap Reina serius.

"Jadi gimana? Ada hukumannya?" tanya Navia setelah suasana hening beberapa saat.

Reina mengangguk lemah, "Mulai tahun depan udah nggak ada pesta ulang tahun lagi."

"Serius?" Diandra dan Navia langsung bertanya kompak. Bertatapan sebentar karena sudah kompak dan kembali fokus pada Reina.

"Karena hari ini hari jadi gue sama Fani yang ke lima bulan, jadi gue bersikap baik. Senang 'kan lo pada? Eh tapi jangan lupa, bayarnya masing-masing. Tambahin seribuan buat beli kado." Reino meletakkan masing-masing air pesanan para sahabatnya ke meja sambil nyerocos panjang lebar. Tidak tahu pada keadaan yang sedikit agak serius.

Reina langsung mendelik tajam ke arah Reino yang mengambil duduk di sebelahnya. "Kok lo belum putusin dia sih, Kunyuk?" tanyanya sinis.

Reino balas mendelik tajam. Setelahnya meletakkan nampan di meja. Mengambil baksonya dan menambahkan saos. Dia pun berucap sambil sekilas menatap Reina, "Selagi nggak ketahuan, ya, nggak papa," ucapnya dengan enteng.

"Maksud lo berdua, lo pada nggak dibolehin pacaran, gitu?" Navia bertanya cepat. Sorot matanya membuktikan kalau cewek tinggi ini seserius ini hanya untuk mendengar jawaban kedua orang yang duduk berdampingan di depannya.

Reina mengangguk sambil menghela napas. Langsung membuat ketiga sahabatnya menatapnya kaget dan bertanya kompak, "Serius?"

Reina mengangguk tanpa tenaga lagi. "Hm, semuanya gara-gara si Rifki anjing. Lagian kenapa sih tuh kunyuk mesti ngomong di depan semua orang?" Dia berucap merasa frustasi. Sedikit menyesal karena waktu itu tidak sampai membuat Rifki babak belur.

"Lo juga 'kan yang maksa. Kalo aja lo nggak maksa, pasti semuanya bakalan adem ayem aja."

"Maksa apa?" Diandra bertanya kala tak paham dengan ucapan Reino.

Reino langsung menanggapi, "Nih si Nana goblok masa ngira Rifki mau ngajak dia tunangan." Dia menuding Reina, memasang wajah yang sama seperti pertama kali dirinya tahu alasan Reina meminta Rifki bicara malam itu.

Baru saja beberapa detik Reino selesai berbicara, ketiga sahabatnya langsung terbahak. Membuat kantin yang semula agak tenang karena sedikit murid yang menempati kini jadi ramai hanya karena tawa mereka bertiga.

Rei(na) & Rei(no) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang