32 | Cerita Tentang Reina

180 42 24
                                    

32. Cerita Tentang Reina

Reina rasanya ingin berteriak karena penderitaannya telah berakhir. Tugas merawat Reino yang sempat menjadi seperti bayi telah usai. Akhirnya, hidupnya akan menjadi normal kembali.

"Lo mikir nggak sih kalo seharusnya gue itu dapat hadiah?"

Reino tertawa gemas mendengar pengungkapan cewek yang sedang berbaring tepat di sampingnya. "Gue beliin ice cream besok sama sosis?"

"Menurut lo itu kurang nggak, sih?"

Reino tertawa lagi melihat sikap imut Reina. "Menurut lo kalo ice cream dan sosisnya masing-masing dapat lima itu masih kurang?"

Reina kali ini tersenyum. Lantas mendekatkan kepala untuk menabrakkan kedua jidat yang tadi hanya berjarak beberapa sentimeter saja. "Deal." Membuat Reino sedikit melenguh namun tak bisa menutupi senyumnya. Memandang wajah cewek yang sedang bertatapan dengannya di kegelapan karena hanya ada penerangan dari lampu tidur pun tak membuat wajah cantik itu kehilangan auranya. Masih terlihat begitu bersinar membuat jantungnya berdebar.

"Bagus lah kalo gue dapat imbalan. Tidur di bawah karena nggak mau nyenggol lo itu bukan hal yang mudah. Apa lagi berangkat dan pulang naik bus. Ditambah ngurus lo yang udah kayak bayi. Rasanya anggota tubuh gue mau memisahkan diri masing-masing."

Reino tertawa lagi karena Reina. Tak menjawab dan hanya memandang wajah cantik yang matanya sudah menutup itu. Wajah yang menandakan kalau dirinya kelelahan itu membuat Reino senang. Senang karena Reina selelah itu untuk mengurusnya selama seminggu lebih. Senang saja diperhatikan seperti itu oleh Reina yang biasanya hanya akan marah-marah. Tidak tahu diri, bukan? Reino sih tidak peduli.

Tangan kanannya terulur untuk mengelus pipi cewek yang nampaknya sudah masuk ke alam mimpi. Padahal sendirinya yang mengelus namun jantungnya juga yang ribut. "Makasih udah kerja keras ngurus bayi ini."

***

"Alby, Adrian!"

Kedua orang yang dipanggil menoleh kompak sembari berhenti melangkah. Tahu siapa pelaku, jantung keduanya ribut. Tubuh refleks menegang dan menjadi kaku.

"Kemarin kenapa pada nggak berangkat les? Biasanya nggak pernah absen."

Alby dan Adrian saling pandang kikuk ditanya seperti itu oleh Zahra. Yang mana cewek itu tiba-tiba muncul dari belakang saat keduanya baru melangkah beberapa langkah memasuki gedung sekolah dan masuk ke tengah-tengah, membuat Alby dan Adrian yang semula berjalan beriringan itu terpisah karena Zahra menjadi pembatas.

"Hm?" Zahra menoleh ke kanan kemudian ke kiri. Menatap kedua teman sekelasnya yang hanya diam.

"Ah... kemarin ban motor tiba-tiba bocor pas di jalan. Kebetulan di bengkelnya lama, jadi nggak keburu." Alby menyahut yang sebelumnya menggaruk rambut belakang karena gugup.

"Jadi kita izin karena daripada berangkat nanti disuruh pulang lagi." Adrian menambahi jawaban Alby yang kurang lengkap.

Zahra lantas mengangguk paham. "Oh gitu. Pak Iko galak 'kan, ya?" tanyanya sembari tersenyum jahil. Mengecilkan suara seolah tak mau didengar yang lain. Dan Zahra yang seperti ini sungguh imut di mata kedua cowok di samping kanan dan kirinya. Keduanya pun mengontrol ekspresi agar tak terlihat sedang merasa gemas.

***

"Nono sekolah, Nono sekolah!"

Reina tersenyum tipis melihat Navia langsung berseru ribut melihat dirinya dengan Reino di belakangnya berjalan memasuki kawasan kantin. Geleng-geleng kepala kala melihat Reino melambai-lambai bertingkah seperti seorang artis yang berjalan di red carpet.

Rei(na) & Rei(no) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang