27. Jangan Kencan!
Selesai cewek mungil itu bercerita sambil cengar-cengir, ketiga orang di sana tak mengeluarkan ekspresi apa-apa. Tetap pada keadaan semula, sibuk memakan pizza untuk menu makanan ngumpul malam ini. Terkecuali satu cowok yang langsung menaruh pizza yang sudah digigit setengah ke kotak pizza; Reino. Menatap Reina dengan mata yang melotot. Dijitaknya kepala tersebut lumayan keras. Membuat sang empu melenguh.
"Sakit! Lo apa-apaan, sih?!"
"Kata siapa lo boleh kencan? Gue bilangin ke mama loh!"
"Apaan sih lo?!"
"Nggak! Pokoknya nggak boleh!"
"Kenapa sih lo?! Jangan ikut campur, deh!" Reina yang jadi emosi itu ikut menaruh pizza ke kotak pizza. Memandang lawan bicara kesal. "Lagi pula gue nggak pernah nggak ngebolehin lo buat pacaran. Ya kalo lo mau pacaran, ya, silakan! Gue nggak ada ngelarang apa lagi ngadu ke mama!" Reino tak menggubris, membuat Reina kembali bicara, "Oh, atau jangan-jangan lo iri, ya? Iri karena nggak punya gebetan?"
"Apaan sih lo?!"
"Lo yang apaan?! Urusan gue dong mau kencan sama siapa!"
"Gue nggak peduli siapa cowoknya, Na! Mau dia anak kedokteran dengan tampang cowok baik pun gue nggak setuju lo pergi kencan!"
"Masalahnya sama lo apa, Nono?! Kenapa lo ribet-ribet ngurusin hidup orang?!"
Tahu tidak sih rasanya tidak dihargai? Reino sedang merasakannya sekarang. Kesal sekali melihat Reina yang tidak pernah menuruti keinginannya padahal keinginan cewek itu selalu diturutinnya. Mana cerita tentang gebetannya dilebih-lebihkan lagi. Seolah-olah cowok itu cowok terbaik di dunia. Reino kesal mendengarnya!
Belum sempat Reino membalas yang nampaknya akan memicu perkelahian menggunakan fisik nantinya, Raja untungnya bicara lebih cepat, "Apa-apaan sih lo berdua?! Berantem lagi padahal belum lama baikan!"
Nampaknya perkataan Raja barusan membuat yang disentak tenang walaupun napasnya masih naik turun dan saling melempar tatapan tajam.
"Lagian kenapa sih lo, No? Biarin aja Nana kencan."
Reino langsung menggelengi perkataan Diandra, nampak tidak setuju. "Nggak. Pokoknya lo nggak boleh kencan!"
Keadaan memang sedang agak tegang. Tapi tidak untuk cewek tinggi bernama Navia Indriani Delmira. Cewek itu makan sambil senyum-senyum melihat apa yang ditangkap oleh bola mata. Di mana Reino melarang Reina untuk berkencan. Sumpah, Navia senang sekali karena tahu halunya selama ini mungkin tidak bisa disebut halu lagi. Reino jatuh cinta pada Reina! Sungguh, dirinya ingin mengolok begitu. Tapi memilih diam sambil nyengar-nyengir karena takut membuat keadaan tambah panas.
"Udah-udah!" Diandra yang mencoba memisah. Melihat tatapan mata Reina yang tajam, semua orang di sana juga tahu kalau cewek mungil itu akan kembali mengomel dan entah akan selesai kapan. "Kita sekarang jarang punya waktu ngumpul berlima di rumah Raja loh."
Sudah hilang niat untuk bertengkar atau perkataan Diandra membuat keduanya mau mengerti, yang tadi sedang bertengkar sekarang diam. Reina menghela napas menetralkan emosi, lantas untuk kemudian kembali memakan pizza. Dan Reino bergeming di tempatnya. Mengawasi Reina yang sibuk menatap layar televisi.
Raja mengumpat kata "shit" pelan sekali menemukan ponsel berdering dengan nomor yang tak dia kenal kembali masuk untuk kelima kalinya untuk hari ini. Merebut atensi para sahabatnya yang semula hanya sedang sibuk makan dan nonton televisi.
"Lagi?"
Raja mengangguk resah. Menggeleng ketika Reina yang barusan bertanya itu hendak merebut ponsel dari tangan. Namun, cewek itu memanglah pemaksa. Maka diamlah dia, hanya memperhatikan Reina yang sudah menyuapkan potongan pizza besar ke dalam mulut. Mengunyahnya cepat untuk selanjutnya menekan tombol hijau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rei(na) & Rei(no) [END]
Подростковая литература[FOLLOW SEBELUM BACA] [TIDAK PEDULI SEJELEK APA KARYA SAYA, SAYA TIDAK MENGIZINKAN PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN] Hanya keseharian dari Reina dan Reino. Anak yang sengaja dibuat di malam yang sama. Mereka bukan keluarga, apa lagi adik kakak. Akarnya a...