58. Reino & Fani
Orang yang tidak diketahui Reina bagaimana wajahnya hari itu adalah Fani. Awalnya adalah pesan masuk yang langsung buat Reino cemas sampai-sampai tidak pedulikan Reina. Lari dengan cepat untuk temui Fani yang katanya ada di seberang jalan sekolah, itu isi dari pesan yang Reino terima.
Napas tersengalnya coba dinormalkan kembali saat mata menangkap orang yang ingin ditemui bisa dilihat oleh mata. Berdiri seorang diri di trotoar jalan seberang dengan senyuman untuknya.
Reino berhasil menyeberang dengan mulus saat tadi sempat menunggu cukup lama agar bisa berdiri di depan Fani. Tidak permasalahkan napasnya yang ngos-ngosan, pertanyaannya cepat sekali keluar saat mata sudah saling tatap dengan jarak yang lebih dekat, "Lo kenapa?"
Fani terkekeh karena raut wajah Reino yang begitu cemas. "Aku baik-baik aja, Reino." Senyumnya terbit begitu tulus untuk Reino yang perlahan wajahnya jadi tenang.
Dan itu awal kesalahpahaman Reina. Dapati Reino mengabaikan dan malah menemui seorang cewek buat pikirannya terbang ke arah yang buat dada sesak.
Reino tidak bertanya dulu kenapa Fani datang menemuinya, melainkan membawa mantannya itu ke warung bakso dekat dari tempat berdiri tadi. Membelikan Fani bakso bahkan menambahkan dua sendok sambal ke mangkuknya seperti kebiasaannya dulu. Reino tidak melihat senyuman yang ditunjukkan Fani saat dirinya melakukan hal tersebut.
"Kamu udah bisa makan pedes?"
Reino alihkan perhatian pada Fani saat dengar pertanyaan penuh keterkejutan. Senyumnya malu-malu, "Udah belajar. Ternyata enak."
Fani anggukan kepala sebagai respon. Tatapi wajah cowok di depan dengan intens. Bagaimana bibirnya yang monyong-monyong saat makan sedikitnya buat Fani rindu. Biasanya saat jam istirahat, keduanya duduk di bangku taman sekolah untuk makan bersama dari bekal makan Fani.
Tidak melihat Fani memakan baksonya, Reino tegakkan kepala. Tatap wajah cewek yang pipinya lebih berisi, dan dapati senyum di wajah itu ada untuknya buat Reino hentikan kunyahan. "Kenapa?" Digelengi pertanyaan itu oleh Fani, "ayo dimakan. Kita ngobrolnya setelah makan, ya."
Dan jangan lupakan bagaimana sifat lemah lembutnya, Fani sejujurnya terkejut. Tidak menyangka bisa menerimanya padahal dirinya adalah orang yang tidak pantas mendapatkan setelah apa yang dirinya lakukan pada Reino. Fani terlalu jahat dan Reino terlalu baik.
Bakso di mangkuk Reino habis lebih dulu. Dan dalam waktu menunggu Fani habiskan miliknya sendiri, Reino tidak sengaja memandang Fani dan baru sadar banyak perubahan. Tadi saat dilihat dari dekat, perutnya sudah agak membesar. Terlihat dari kaos warna coklatnya yang dibalut cardigan. Badannya juga menjadi lebih berisi, mungkin efek dari kehamilan. Dan saat melihat tangan yang dipakai Fani untuk menyuap ada luka dari pisau, Reino refleks pegang tangan tersebut dengan wajah cemas.
"Ini luka dari pisau. Lo---"
"Aku baik, Reino. Ini bekas luka beberapa hari yang lalu pas aku lagi masak. Bukan karena Raden."
Penjelasan itu buat Reino lepaskan tangan Fani walaupun wajahnya masih menunjukkan rasa curiga. "Mungkin gue udah nggak berhak ikut campur urusan rumah tangga lo, tapi gue pernah bilang ke lo untuk selalu kasih tahu gue kalo Raden nggak memperlakuin lo dengan baik."
"Iya. Aku bakal bilang kalo itu terjadi, tapi selama ini nggak. Dia bertanggung jawab."
Reino mungkin dilukai, tapi untuk membuatnya marah sampai tidak mau sekedar mendengar namanya lagi itu susah. Reino itu pemaaf, bahkan untuk Fani yang sudah berhasil buat Reino menangis. Walaupun panggilan untuk Fani berubah, tetapi perhatian cowok itu tidak berubah. Fani tidak bisa membedakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rei(na) & Rei(no) [END]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] [TIDAK PEDULI SEJELEK APA KARYA SAYA, SAYA TIDAK MENGIZINKAN PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN] Hanya keseharian dari Reina dan Reino. Anak yang sengaja dibuat di malam yang sama. Mereka bukan keluarga, apa lagi adik kakak. Akarnya a...