Maaf, ya, baru sempet update:"
51. Menghabiskan Waktu Bersama Reina
Napas dibuang sangat kasar. Melirik horor ponsel di meja yang lagi-lagi menerima telepon dari orang yang sama. Kembali mencoba tenang, telepon ditolak untuk keempat kalinya. Melanjutkan kegiatan memakai masker di pagi hari yang cerah.
Sialnya telepon kembali masuk. Reina membanting mangkuk kecil berisi masker bubuk di meja. Mengambil ponsel, mengangkat video call yang memunculkan manusia yang sekarang sudah tidak terlihat tampan sama sekali. Mukanya seperti panu kuda.
"Apa?!" Tidak ada lemah lembutnya. Suaranya sudah ngegas, keras pula.
Seseorang di seberang sana terkejut diperlihatkan wajah setengah putih dan setengah kulit asli, sempat takut di awal karena belum sadar kalau itu masker. "K-kamu kenapa? Marah sama aku?"
"Mau gue marah mau gue buang air besar di depan lo juga bukan urusan lo. Ngurusin banget lo hidup orang."
Kepalanya digaruk karena tidak pernah tahu akan sikap aneh ini. Selama ini cuma disuguhkan sikap manis. "Coba kalo kamu marah sama aku, jelasin sama aku kenapa. Kamu nggak bisa tiba-tiba marah kayak gini padahal aku nggak salah apa-apa."
Reina terbahak dalam beberapa detik sampai akhirnya memunculkan ekspresi murkanya. "Nggak salah apa-apa lo bilang? Waras lo? Mau gue anterin ke psikiater?"
"Reina, sebenernya kamu kenapa? Kemarin nggak datang, ditelepon nggak dijawab, SMS juga sama. Oke, kalo aku salah, aku minta maaf. Tapi jelasin dulu aku salah apa?"
"Dasar buaya lemah. Nggak tahu salahnya di mana tapi minta maaf duluan. Rendah amat harga diri lo."
Rama yang kesal karena perkataan Reina begitu kasar pun balas memakai suara yang meninggi, "Kok kamu ngatain aku kayak gitu?"
"Duh, udah deh! Jangan telepon gue lagi lo! Telepon lagi, gue sebarin nomor lo ke cewek-cewek ganjen!"
"Kok gitu? Reina, aku udah pernah bilang ke kamu kalo aku cuma sayang sama kamu." Reina hampir muntah mendengarnya, lidahnya sudah keluar malahan. "Aku nggak pernah ngerespon mereka sama sekali. Aku selama ini setia nunggu kamu jawab pernyataan cinta aku. Tapi kamu bilang kamu pengen hubungan kita berubah jadi pacar kalo kita ketemu. Dan kamu sendiri kemarin nggak datang. Apa maksudnya itu?"
"Drama banget lo!----"
"Nana nggak cinta sama lo lagi, Anjing! Jadi berhenti ngehubungin dia!" Reina terkejut saat ponsel direbut oleh Reino yang barusan masuk ke kamar. "Satu pesan dari gue, setia itu mahal, dan yang murahan kayak lo nggak bakal bisa! Udah, bye!"
Ponsel diletakkan ke atas meja. Reina belum bisa bicara dalam beberapa detik. Saat kata akan keluar dari mulut, Reino segera menarik kursi di samping untuk diduduki. Memasang wajah manis sambil berkata, "Jangan marah-marah. Mending bantuin gue maskeran. Gue juga mau."
Reina melirik masker, lanjut menatap Reino kembali. "Maskeran? Lo?" Dihadiahi anggukan sambil senyuman manis. Bingung dan aneh saja, padahal cowok itu selalu menolak jika diajak. Katanya kulitnya sudah bagus. Huwek, percaya diri sekali.
Masker sudah menempel di wajah setelah melewati drama mata Reino yang kemasukan bubuk masker. Salah cowok bodoh itu sendiri yang sudah diperingatkan untuk tutup mata malah kedip-kedip terus. Rumah menjadi ribut walaupun cuma ada mereka berdua, beruntung Reina segera menyeret cowok itu ke kamar mandi untuk disemprot dengan shower, baju Reino sampai basah karena Reina yang terlalu heboh.
Tadi juga Reina hampir berteriak saat dengan cerobohnya Reino mengganti baju di depannya. Hal ini tidak biasa, mereka terbiasa mengganti baju di dalam kamar mandi. Dan cowok bodoh tadi malah melakukannya saat jelas-jelas mata Reina terbuka. Dilarang, dan kalimat godaan ini malah keluar dari belah bibir Reino,
KAMU SEDANG MEMBACA
Rei(na) & Rei(no) [END]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM BACA] [TIDAK PEDULI SEJELEK APA KARYA SAYA, SAYA TIDAK MENGIZINKAN PLAGIAT DALAM BENTUK APAPUN] Hanya keseharian dari Reina dan Reino. Anak yang sengaja dibuat di malam yang sama. Mereka bukan keluarga, apa lagi adik kakak. Akarnya a...